Mendag Bakal Umumkan Harga Wajar Tahu-Tempe
JAKARTA, NusaBali
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan akan mengumumkan harga wajar untuk tahu tempe.
Dengan demikian, perajin tidak diberatkan dan mereka tidak dimarahi pedagang. Hal itu disampaikan Lutfi sebagai respons tingginya harga kedelai. Tingginya harga kedelai ini sendiri dikeluhkan perajin lantaran ongkos produksi mengalami kenaikan.
"Sekarang saya sudah menjembatani antara importir, perajin dan pedagang di pasar dan akan mengumumkan kepada mereka harga wajar daripada tahu dan tempe itu berapa," kata Lutfi saat meresmikan Pasar Purworejo seperti dikutip detikcom dari Instagram Menteri BUMN Erick Thohir, Selasa (22/2).
"Dengan begitu perajin tidak diberatkan atau tidak dimarah-marahi oleh pedagang. Dan mudah-mudahan kita semua bisa menerima karena hal tersebut menjadi kejadian," sambungnya.
Lutif menjelaskan, harga kedelai tergantung pasar internasional. Harga kedelai itu melonjak karena beberapa faktor. Meski begitu, harga kedelai saat ini sebenarnya sudah berada di bawah Mei 2021. Saat ini, harga kedelai US$ 15,86 per gantang (bushel) atau lebih rendah dari Mei 2021 yang berada di atas US$ 16 per bushel.
"Nah kalau sampai harga ini ke US$ 18 dolar per busel, kita akan mengeluarkan mekanisme-mekanisme yang membantu supaya jangan terlalu memberatkan," ujarnya.
Standarisasi Kedelai Lokal
Di sisi lain, Kementerian Pertanian (Kementan) mengupayakan perbaikan standarisasi kualitas kedelai lokal agar bisa diterima dan digunakan oleh produsen tahu dan tempe, seiring upaya peningkatan produksi dengan target 1 juta ton yang sedang dilakukan.
Direktur Aneka Kacang dan Umbi Kementerian Pertanian Yuris Tiyanto saat dihubungi di Jakarta, Selasa, mengakui bahwa kualitas kedelai lokal tidak terstandarisasi dengan baik dan memiliki kualitas yang berbeda-beda.
"Kita akui petani itu modalnya kurang, dampaknya dia menjual masih hijau, cepat-cepat, hasil panennya kedelai masih hijau sudah dijual sehingga kalau dipanen itu kan campur antara kuning dan hijau, itu tidak disukai oleh produsen tempe," kata Yuris dilansir Antara.
Namun dia mengatakan Kementerian Pertanian pada tahun ini mulai memperbaiki standarisasi kualitas kedelai dan juga proses pascapanen, beriringan dengan peningkatan produksi dengan target 1 juta ton untuk memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri.
"Kita sudah coba dengan tahun ini, mencoba pascapanen yang lebih bagus. Dengan kita bantu dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR) petani tidak tergantung pada panen yang masih hijau sudah diambil, sehingga hasil panennya bisa optimal. Ditambah proses pasca panen bagus insya Allah nanti pedagang tempe akan puas," katanya.
Yuris juga mengungkapkan alasan produsen tahu dan tempe tidak melirik kedelai lokal, selain kualitas standarisasi yang lebih rendah dibandingkan kedelai impor, harga kedelai lokal juga lebih tinggi. Dia mengatakan bahwa petani tidak bisa menjual kedelai dengan harga yang lebih rendah karena sudah sesuai dengan harga acuan produsen yaitu Rp8.500 per kg.
"Kedelai impor itu harganya dulu di bawah Rp8.500, pada posisi sekarang kedelai impor kan susah nih karena kedelai Brasil dan Amerika diborong China, dampaknya ke Indonesia berkurang. Di sisi lain di Indonesia kedelai lokalnya sudah sampai seharga sekarang ini di Rp9.000 sampai Rp10.000, nah mereka tidak kuat, kira-kira begitu," kata Yuris. *
Komentar