Belum Bebas, Mantan Wagub Bali Sudikerta Masih Berstatus Napi Asimilasi
DENPASAR, NusaBali.com - Mantan Wakil Gubernur Bali I Ketut Sudikerta yang dijatuhi vonis 6 tahun penjara, sejak hari Selasa (22/2/2022) sudah menghirup udara di luar Lapas Kelas IIA Kerobokan, Badung, Bali.
Namun bukan berarti Sudikerta yang masuk sel sejak 4 April 2019 sudah bebas, melainkan dikarenakan menjalani proses asimilasi.
"Berdasarkan Pasal 45 Ayat (1) Permenkumham Nomor 43 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Permenkumham Nomor 32 Tahun 2020, I Ketut Sudikerta bersama dengan empat WBP lainnya telah memenuhi syarat untuk diberikan asimilasi di rumah, karena 2/3 masa pidananya tidak lewat dari 30 Juni 2022," kata Kakanwil KemenkumHAM Bali Jamaruli Manihuruk, Rabu (23/2/2022).
Jamaruli menjelaskan bahwa I Ketut Sudikerta dipidana selama 6 tahun dan denda sebesar Rp 500 juta subsider 4 bulan, lalu berdasarkan pasal 5 Permenkumham Nomor 32 tahun 2020 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Cuti Bersyarat Bagi Narapidana dan Anak dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran COVID-19, subsider pengganti denda dijalankan di rumah dalam pengawasan oleh Balai Pemasyarakatan.
“Meski sudah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan, kelima warga binaan tersebut harus wajib lapor ke Balai Pemasyarakatan yaitu Bapas Kelas I Denpasar, untuk memastikan para warga binaan tersebut tidak mengulangi perbuatan melanggar hukum," kata Jamaruli.
Adapun lima warga binaan pemasyarakatan yang menerima asimilasi yaitu pertama I Ketut Sudikerta dijerat Pasal 378 KUHP dengan masa hukuman 6 tahun denda Rp 500 juta, kedua Mulyadi dijerat Pasal 127 UU RI Nomor 35 Tahun 2009 dengan masa hukuman 3 tahun.
Selanjutnya, WBP bernama Hapsak Okto Ronaldo dijerat Pasal 223 KUHP dengan masa hukuman 2 tahun, I Made Tiste dijerat Pasal 362 KUHP dengan masa hukuman delapan bulan serta Edi Supranto dijerat Pasal 351 KUHP dengan masa hukuman 1 tahun 3 bulan.
Pemberian asimilasi tersebut dilakukan berdasarkan Permenkumham Nomor 43 Tahun 2021 tentang Peraturan Kedua atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 32 Tahun 2020.
"Program Asimilasi ini merupakan proses pembinaan warga binaan agar dapat kembali menjalani kehidupan bermasyarakat. Tentunya tidak semua warga binaan dapat melaksanakan asimilasi karena ada syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelumnya," ucap Jamaruli.
Sementara untuk kelima warga binaan yang mendapatkan asimilasi tersebut telah memenuhi persyaratan, baik administrasi dan substantif sesuai dengan peraturan Permenkumham tersebut di atas. Setelah syarat administratif dan substantif dipenuhi, kelima warga binaan tersebut menjalani Sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP).
Sebelumnya Pengadilan Negeri (PN) Denpasar pada 20 Desember 2019 menyatakan Sudikertabersalah melakukan penipuan dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) senilai Rp 150 miliar dengan korbannya, bos PT Maspion Surabaya, Alim Markus. Sudikerta dinilai secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 378 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dan Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2009 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TTPU). *ant
1
Komentar