Konservasi Naskah Lontar Terancam
Akibat salah kaprah soal tenget (mengeramatkan), upaya penyelamatan atau konservasi naskah kuno berupa lontar di Bangli, terancam.
BANGLI, NusaBali
Lantaran si pemilik lontar mengeramatkan sedemikian rupa, dilarang baca atau diperbaiki keropak maupun cakepannya, banyak lontar akhirnya lapuk dan hancur di keropak atau peti penyimpanannya.
I Dewa Gede Adnyana, seorang penyuluh bahasa dan aksara Bali, mengutarakan Selasa (28/2). Dewa Adnyana menuturkan pengalamannya memberi penyuluhan tentang konservasi lontar. Menurutnya, banyak pemilik lontar yang tersebar di masyarakat seperti di griya, puri, jero, dan tempat lainnya yang terbuka dan paham perlunya konservasi lontar. “Mereka mengizinkan lontar warisan dilihat dan diteliti,” ungkap penyuluh asal Banjar Serokadan, Desa Abuan, Kecamatan Susut. Namun lanjutnya, tidak sedikit yang salah kaprah serta curiga. “Mungkin dikira mengambil untuk memiliki atau mengira lontar yang dikeramatkan luntur tuahnya.
Padahal tidak demikian,” ungkap guru Bahasa Daerah di SMP 2 Susut di Abuan. Justru karena ditengetkan sedemikian rupa, banyak lontar yang hancur dan lapuk. “Tenget ya jadi amah ngenget (dimakan rayap),” ujarnya. Jika sudah demikian, ilmu dalam lontar otomatis lenyap, karena naskah sudah hancur. “Perlu bantuan dari pihak terkait kepada warga khususnya pemilik naskah lontar, agar percaya bahwa konservasi lontar itu penting,” kata Dewa Adnyana yang juga penulis suratan kajang (kain bertuliskan huruf sakral) untuk upacara. * k17
I Dewa Gede Adnyana, seorang penyuluh bahasa dan aksara Bali, mengutarakan Selasa (28/2). Dewa Adnyana menuturkan pengalamannya memberi penyuluhan tentang konservasi lontar. Menurutnya, banyak pemilik lontar yang tersebar di masyarakat seperti di griya, puri, jero, dan tempat lainnya yang terbuka dan paham perlunya konservasi lontar. “Mereka mengizinkan lontar warisan dilihat dan diteliti,” ungkap penyuluh asal Banjar Serokadan, Desa Abuan, Kecamatan Susut. Namun lanjutnya, tidak sedikit yang salah kaprah serta curiga. “Mungkin dikira mengambil untuk memiliki atau mengira lontar yang dikeramatkan luntur tuahnya.
Padahal tidak demikian,” ungkap guru Bahasa Daerah di SMP 2 Susut di Abuan. Justru karena ditengetkan sedemikian rupa, banyak lontar yang hancur dan lapuk. “Tenget ya jadi amah ngenget (dimakan rayap),” ujarnya. Jika sudah demikian, ilmu dalam lontar otomatis lenyap, karena naskah sudah hancur. “Perlu bantuan dari pihak terkait kepada warga khususnya pemilik naskah lontar, agar percaya bahwa konservasi lontar itu penting,” kata Dewa Adnyana yang juga penulis suratan kajang (kain bertuliskan huruf sakral) untuk upacara. * k17
1
Komentar