Langganan Juara, ST Tunas Muda Sidakarya Bikin Ogoh-Ogoh 'Gerubug' Gunakan Arang dan Sekam
90 Persen Gunakan Bahan Ramah Lingkungan
DENPASAR, NusaBali.com - Sekaa Teruna (ST) semakin familiar dengan penggunaan bahan ramah lingkungan dalam membuat karya ogoh-ogoh.
Seperti Ogoh-Ogoh 'Gerubug' karya ST Tunas Muda Banjar Dukuh Mertajati, Desa Adat Sidakarya, di Denpasar Selatan.
Selain rangka yang dominan terbuat dari kayu dan bambu tentunya, ogoh-ogoh setinggi sekitar 5 meter juga dibuat dengan bahan dasar arang dan sekam untuk melumuri tubuh ogoh-ogoh berwujud perempuan.
Ketua ST Tunas Muda, I Putu Ade Widiantara, 25, mengatakan sekitar 90 persen Ogoh-Ogoh Gerubug terbuat dari bahan ramah lingkungan.
"Kita menggunakan arang, karena konsep keterpurukan yang kita angkat. Ogoh-ogoh berwarna dominan gelap yang merepresentasikan keterpurukan," ujar Widiantara ditemui, Sabtu (26/2/2022).
Widiantara menyebut konsep arang yang merupakan sisa pembakaran, sangat tepat dengan situasi sekarang di mana segala sisi kehidupan luluh lantak akibat Covid-19.
Lebih lanjut dijelaskan, selain arang, pada bagian bawah ogoh-ogoh juga menggunakan bahan dari sekam yang dibakar. Penggunaan sekam, ungkap Widiantara, sebagai simbol mata pencaharian banyak orang yang 'hangus' disebabkan pandemi yang melanda dunia saat ini.
"Sekam kan asalnya dari padi (sebagai sumber kehidupan), dan saat ini sumber kehidupan banyak orang sedang terpuruk," jelas Widiantara.
Melengkapi itu semua, pakaian yang membalut tubuh ogoh-ogoh menggunakan media masker medis. Penggunaan masker dimaksudkan untuk memberi kesadaran pada kita semua, bahwa selain penyakit, pandemi Covid-19 juga memberi dampak buruk kepada lingkungan hidup.
Berbanding terbalik dengan imbauan pemerintah agar masyarakat menggunakan masker medis, hal itu ternyata membuat limbah masker yang dihasilkan semakin banyak.
Selain terdapat sisi positif, penggunaan masker ternyata juga mendatangkan permasalahan baru. "Ini juga perlu kita pikirkan bersama-sama, karena masker cukup lama terurai," ungkap Widiantara.
Lebih jauh dijelaskan, 'Gerubug' didasarkan dari lontar Siwa Tattwa. Dewa Siwa dengan wujudnya sebagai Rudra, bersenggama dengan istrinya yang sebelumnya ia kutuk berwujud Durga, di Setra Gandamayu.
Dikisahkan dari hubungan tersebut maka lahirlah hal-hal negatif, seperti bhuta -bhuti, sasab, gering, merana, maupun penyakit, persis seperti pandemi yang terjadi saat ini.
"Segala keterpurukan tersebut, sering disebut dengan gerubug," jelas Widiantara.
Ogoh-ogoh Gerubug mengambil sosok perempuan yang dibelenggu oleh Butha Kala-Butha Kala. Dalam konteks sekarang, ujar Widiantara, yakni virus-virus Covid-19.
Di keenam tangannya, memegang benda-benda sebagai sendi kehidupan yang ikut luluh lantak akibat pandemi. Seperti pendidikan (disimbolkan dengan lontar), bajra (keagamaan), panggul (seni budaya), cangkul (pertanian), pancing (kelautan), dan jarum suntik (kesehatan).
Terkait biaya pembuatan ogoh-ogoh, Widiantara mengungkap menghabiskan dana sekitar Rp 15 juta yang bersumber dari kas ST Tunas Muda sebesar Rp 3 juta dan selebihnya dari para donatur.
Pengerjaan ogo-ogoh sudah dilakukan sekaa semenjak pertengahan Januari 2022.
'Gerubuk' pun menjadi salah satu peserta lomba yang diadakan Pasikian Yowana Kota Denpasar. Untuk diketahui ST Tunas Muda tidak diragukan lagi kemampuannya membuat ogoh-ogoh karena sudah menjadi langganan juara lomba dalam beberapa tahun terakhir.
Mereka diketahui adalah juara lomba ogoh-ogoh pada tahun 2019 dan 2020 di Kota Denpasar.
Komentar