Tahun Depan Digelar di Semua Jenjang Pendidikan
Bulan Bahasa Bali IV Tahun 2022 Ditutup Gubernur
Gubernur Bali Wayan Koster minta jangan malu berbahasa Bali dalam kehidupan sehari-hari, termasuk di tempat kerja
DEPASAR, NusaBali
Setelah digelar sebulan penuh sejak 1 Februari 2022 lalu, rangkaian Bulan Bahasa Bali IV Tahun 2022 secara resmi ditutup Gubernur Bali Wayan Koster, Senin (28/2) sore. Melihat suksesnya pelaksanaan Bulan Bahasa Bali di tingkat desa kali ini, Gubernur Koster instruksikan agar Bulan Bahasa Bali V Tahun 2023 depan juga diselenggarakan lembaga pendidikan, mulai dari jenjang sekolah hingga perguruan tinggi.
Penutupan Bulan Bahasa Bali IV Tahun 2022 di Gedung Ksirarnawa Taman Budaya Provinsi Bali, Jalan Nusa Indah Denpasar kemarin sore mulai pukul 17.00 Wita, juga diisi launching tema Bulan Bahasa Bali V Tahun 2023 yang dilakukan Gubernur Koster. Tema Bulan Bahasa Bali V Tahun 2023 adalah ‘Segara Kerthi: Campuhan Sarwa Prani’. Sedangkan Bulan Bahasa Bali IV Tahun 2022 yang ditutup kemarin bertema ‘Danu Kerthi: Gitaning Toya Ening’ atau Air Sumber Pengetahuan, yang bermakna Bulan Bahasa Bali sebagai representasi pengetahuan yang mengalir tiada henti memancarkan kebajikan, kesejahteraan, kemuliaan dunia.
Gubernur Koster menyebutkan, Bulan Bahasa Bali merupakan program Pemprov Bali yang memberikan ruang untuk pelestarian serta menumbuhkembangkan aksara, sastra, dan Bahasa Bali di tengah masyarakat. Harapannya, warisan budaya Bali ini bisa ajeg dan menjadi hulu pembangunan Bali.
“Saya melihat antusiasme masyarakat kini melaksanakan Bulan Bahasa Bali. Di wewidangan banjar, desa, kabupaten/kota, semua menyelenggarakan Bulan Bahasa Bali. Ini menjadi wujud bahwa masyarakat Bali masih tetap ingat dengan warisan leluhur. Ten dados lek mebasa Bali (tidak boleh malu berbahasa Bali, Red),” ujar Gubernur Koster.
Gubernur Koster melanjutkan, pelaksanaan Bulan Bahasa Bali di tingkat desa dan desa adat sudah mendapatkan respons positif dari masyarakat. Menurut Gubernur Koster, dari 1.493 desa adat yang ada di Bali, sebanyak 1.219 desa adat sudah melaksanakan Bulan Bahasa Bali dan melaporkan kegiatannya.
“Sisanya melaksanakan Bulan Bahasa Bali, tapi belum melaporkannya. Ada yang melaksanakan dengan mandiri, ada yang bersinergi dengan desa dinas, ada juga yang bersinergi dengan desa adat. Saya kira ini bagus sekali,” papar Gubernur asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng ini.
Untuk itu, Gubernur yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini meminta agar pelaksanaan Bulan Bahasa Bali diperluas, dengan diselenggarakan di lembaga pendidikan mulai dari PAUD, SD, SMP, SMA/SMK, hingga jenjang perguruan tinggi. Ini bertujuan agar para generasi ke depan semakin paham dan mengenal aksara, sastra, dan Bahasa Bali.
“Bulan Bahasa Bali ini belum dilaksanakan di perguruan tinggi. Maka, saya minta Pak Kadis (Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Red) agar perguruan tinggi secara mandiri harus melaksanakan Bulan Bahasa Bali,” pinta Gubernur Koster.
Gubernur Koster berpesan khusus agar penggunaan Bahasa Bali tidak saja sekadar dilestarikan saat pagelaran lomba-lomba di Bulan Bahasa Bali, namun lebih kepada pengamalan di kehidupan sehari-hari. “Tidak hanya di ajang Bulan Bahasa Bali saja, tapi gunakanlah Bahasa Bali di kehidupan sehari-hari mulai dari keluarga, lingkungan tempat kerja, sekolah, hingga tempat bersosialisasi lainnya,” tegas Gubernur bergelar Doktor Ilmu Matematika jebolan ITB Bandung ini.
Pelestarian dan penumbuhan pemahaman terhadap aksara, sastra, dan Bahasa Bali, kata Koster, merupakan upaya penguatan generasi masa depan yang kokoh akan budaya Bali di tengah tantangan zaman. “Di masa depan, kita harus punya lapisan generasi yang betul-betul kokoh budaya Bali-nya, membangun dan menjaga peradabannya. Saya kira, kalau itu sudah dibangun, maka Bali ini akan kokoh sepanjang zaman untuk memasuki peradaban, menghadapi tantangan zaman, modernisasi di bidang teknologi dan digital,” katanya.
Saat ini, kata Koster, Pemprov Bali juga menggunakan teknologi sebagai sarana pelestarian aksara, sastra, dan Bahasa Bali dengan memproduksi keyboard berbahasa Bali yang akan diserahkan lembaga-lembaga pendidikan dasar hingga menengah. Tahun ini diharapkan Laboratorium Keyboard Aksara Bali satu sekolah satu laboratorium, yang diadakan melalui dana BOS.
“Saya telah menugaskan Kadis Pendidikan Bali yang berkoordinasi dengan kabupaten/kota, agar menggunakan keyboard Aksara Bali. Ini merupakan yang pertama di Indonesia dan mendapatkan respons bagus dari Menko PMK. Kemudian, ini akan dijadikan contoh untuk diterapkan di daerah lain,” tegas Gubernur yang sempat tiga kali periode duduk di Komisi X DPR RI dari Fraksi PDIP Dapil Bali (2004-2009, 2009-2014, 2014-2018) ini.
Di sisi lain, Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Prof Dr I Gede Arya Sugiartha, mengatakan pelaksanaan Bulan Bahasa Bali di tingkat provinsi sebagai motor penggerak dan barometernya. Guyubnya pelaksanaan Bulan Bahasa Bali ini diharapkan membumi di masyarakat desa adat.
Terkait permintaan untuk menggetoktularkan Bulan Bahasa Bali di lembaga-lembaga pendidikan tahun depan, Arya Sugiarta mengaku akan mengawasi pelaksanaannya. “Lomba-lombanya nanti akan kita awasi betul, di semua jenjang mulai dari PAUD hingga perguruan tinggi. Kegiatannya bisa bervariasi, seperti latihan menulis aksara, membaca, mesatua, dengan tujuan agar anak-anak bisa mengenal sejak dini,” tandas mantan Rektor ISI Denpasar ini.
Sementara itu, saat acara penutupan Bulan Bahasa Bali IV Tahun 2022 kemarin, diserahkan pula penghargaan ‘Bali Kerthi Nugraha Mahottama’ kepada penekun aksara, sastra, dan Bahasa Bali. Penghargaan tahun ini diberikan kepada I Made Degung (asal Kecamatan Bebandem, Karangasem) dan Nengah Medera (asal Selemadeg Barat, Tabanan).
Penghargaan ini didasarkan atas prestasi, kontribusi, dedikasi, dan moralitas. I Made Degung sudah tidak diragukan lagi perannya. Dia memiliki sejumlah karya, seperti kekawin dan gegurin. Made Degung juga dikenal sebagai penekun usadha Bali, kosala kosali, penekun sastra, dan sebagai penari gambuh.
Sedangkan Nengah Medera memiliki peran penting sebagai inisiator dan penggagas berbagai lembaga pelestarian bahasa, aksara, dan Sastra Bali, seperti Widya Sabha yang menyelenggarakan Utsawa Dharmagita. Bahkan, Utsawa Dharmagita kini dilaksanakan tingkat nasional. Made Medera juga menggagas penerbitan lontar kekawin yang diubah menjadi buku, dengan terjemahan berbahasa Bali. Dia nerupakan bagian dari tim penyusun Kamus Bahasa Bali.
Selain penghargaan ‘Bali Kerthi Nugraha Mahottama’, kemarin juga dilakukan penyerahan Sertifikat Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia Tahun 2021, kepada sejumlah objek tradisi budaya di kabupaten/kota. Untuk Kabupaten Karangasem, objek tradisi budaya yang mendapat penetapan WBTB Indonesia adalah Meteruna Nyoman, Kesenian Genjek, Nyeraman, Kuliner Blayag, Abuang Luh Muani, dan Kerajinan Ata.
Untuk Kabupaten Klungkung, objek tradisi budaya yang dapat WBTB Indonesia adalah Tenun Cepuk Nusa Penida, Dewa Masraman, Barong Nong Nong Kling, dan Mecaru Mejaga Jaga. Untuk Kabupaten Tabanan, objek tradisi budaya yang dapat WBTB Indonesia adalah Joged Nini. Untuk Buleleng, objek tradisi budaya yang dapat WBTB Indonesia adalah Kesenian Gambuh Bungkulan, Saba Malunin di Desa Pedawa, dan Megangsing Buleleng. Untuk Kabupaten Gianyar, objek tradisi budaya yang dapat WBTB Indonesia adalah Tari Rejang Ilud dan Ritual Ngerebeg di Tegalla-lang. Untuk Badung, objek tradisi budaya yang dapat WBTB Indonesia adalah Tari Baris babuang. Sedangkan untuk Provinsi Bali, objek tradisi budaya yang dapat WBTB Indonesia adalah Mandolin dan Kuliner Be Guling. *ind
Penutupan Bulan Bahasa Bali IV Tahun 2022 di Gedung Ksirarnawa Taman Budaya Provinsi Bali, Jalan Nusa Indah Denpasar kemarin sore mulai pukul 17.00 Wita, juga diisi launching tema Bulan Bahasa Bali V Tahun 2023 yang dilakukan Gubernur Koster. Tema Bulan Bahasa Bali V Tahun 2023 adalah ‘Segara Kerthi: Campuhan Sarwa Prani’. Sedangkan Bulan Bahasa Bali IV Tahun 2022 yang ditutup kemarin bertema ‘Danu Kerthi: Gitaning Toya Ening’ atau Air Sumber Pengetahuan, yang bermakna Bulan Bahasa Bali sebagai representasi pengetahuan yang mengalir tiada henti memancarkan kebajikan, kesejahteraan, kemuliaan dunia.
Gubernur Koster menyebutkan, Bulan Bahasa Bali merupakan program Pemprov Bali yang memberikan ruang untuk pelestarian serta menumbuhkembangkan aksara, sastra, dan Bahasa Bali di tengah masyarakat. Harapannya, warisan budaya Bali ini bisa ajeg dan menjadi hulu pembangunan Bali.
“Saya melihat antusiasme masyarakat kini melaksanakan Bulan Bahasa Bali. Di wewidangan banjar, desa, kabupaten/kota, semua menyelenggarakan Bulan Bahasa Bali. Ini menjadi wujud bahwa masyarakat Bali masih tetap ingat dengan warisan leluhur. Ten dados lek mebasa Bali (tidak boleh malu berbahasa Bali, Red),” ujar Gubernur Koster.
Gubernur Koster melanjutkan, pelaksanaan Bulan Bahasa Bali di tingkat desa dan desa adat sudah mendapatkan respons positif dari masyarakat. Menurut Gubernur Koster, dari 1.493 desa adat yang ada di Bali, sebanyak 1.219 desa adat sudah melaksanakan Bulan Bahasa Bali dan melaporkan kegiatannya.
“Sisanya melaksanakan Bulan Bahasa Bali, tapi belum melaporkannya. Ada yang melaksanakan dengan mandiri, ada yang bersinergi dengan desa dinas, ada juga yang bersinergi dengan desa adat. Saya kira ini bagus sekali,” papar Gubernur asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng ini.
Untuk itu, Gubernur yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini meminta agar pelaksanaan Bulan Bahasa Bali diperluas, dengan diselenggarakan di lembaga pendidikan mulai dari PAUD, SD, SMP, SMA/SMK, hingga jenjang perguruan tinggi. Ini bertujuan agar para generasi ke depan semakin paham dan mengenal aksara, sastra, dan Bahasa Bali.
“Bulan Bahasa Bali ini belum dilaksanakan di perguruan tinggi. Maka, saya minta Pak Kadis (Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Red) agar perguruan tinggi secara mandiri harus melaksanakan Bulan Bahasa Bali,” pinta Gubernur Koster.
Gubernur Koster berpesan khusus agar penggunaan Bahasa Bali tidak saja sekadar dilestarikan saat pagelaran lomba-lomba di Bulan Bahasa Bali, namun lebih kepada pengamalan di kehidupan sehari-hari. “Tidak hanya di ajang Bulan Bahasa Bali saja, tapi gunakanlah Bahasa Bali di kehidupan sehari-hari mulai dari keluarga, lingkungan tempat kerja, sekolah, hingga tempat bersosialisasi lainnya,” tegas Gubernur bergelar Doktor Ilmu Matematika jebolan ITB Bandung ini.
Pelestarian dan penumbuhan pemahaman terhadap aksara, sastra, dan Bahasa Bali, kata Koster, merupakan upaya penguatan generasi masa depan yang kokoh akan budaya Bali di tengah tantangan zaman. “Di masa depan, kita harus punya lapisan generasi yang betul-betul kokoh budaya Bali-nya, membangun dan menjaga peradabannya. Saya kira, kalau itu sudah dibangun, maka Bali ini akan kokoh sepanjang zaman untuk memasuki peradaban, menghadapi tantangan zaman, modernisasi di bidang teknologi dan digital,” katanya.
Saat ini, kata Koster, Pemprov Bali juga menggunakan teknologi sebagai sarana pelestarian aksara, sastra, dan Bahasa Bali dengan memproduksi keyboard berbahasa Bali yang akan diserahkan lembaga-lembaga pendidikan dasar hingga menengah. Tahun ini diharapkan Laboratorium Keyboard Aksara Bali satu sekolah satu laboratorium, yang diadakan melalui dana BOS.
“Saya telah menugaskan Kadis Pendidikan Bali yang berkoordinasi dengan kabupaten/kota, agar menggunakan keyboard Aksara Bali. Ini merupakan yang pertama di Indonesia dan mendapatkan respons bagus dari Menko PMK. Kemudian, ini akan dijadikan contoh untuk diterapkan di daerah lain,” tegas Gubernur yang sempat tiga kali periode duduk di Komisi X DPR RI dari Fraksi PDIP Dapil Bali (2004-2009, 2009-2014, 2014-2018) ini.
Di sisi lain, Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Prof Dr I Gede Arya Sugiartha, mengatakan pelaksanaan Bulan Bahasa Bali di tingkat provinsi sebagai motor penggerak dan barometernya. Guyubnya pelaksanaan Bulan Bahasa Bali ini diharapkan membumi di masyarakat desa adat.
Terkait permintaan untuk menggetoktularkan Bulan Bahasa Bali di lembaga-lembaga pendidikan tahun depan, Arya Sugiarta mengaku akan mengawasi pelaksanaannya. “Lomba-lombanya nanti akan kita awasi betul, di semua jenjang mulai dari PAUD hingga perguruan tinggi. Kegiatannya bisa bervariasi, seperti latihan menulis aksara, membaca, mesatua, dengan tujuan agar anak-anak bisa mengenal sejak dini,” tandas mantan Rektor ISI Denpasar ini.
Sementara itu, saat acara penutupan Bulan Bahasa Bali IV Tahun 2022 kemarin, diserahkan pula penghargaan ‘Bali Kerthi Nugraha Mahottama’ kepada penekun aksara, sastra, dan Bahasa Bali. Penghargaan tahun ini diberikan kepada I Made Degung (asal Kecamatan Bebandem, Karangasem) dan Nengah Medera (asal Selemadeg Barat, Tabanan).
Penghargaan ini didasarkan atas prestasi, kontribusi, dedikasi, dan moralitas. I Made Degung sudah tidak diragukan lagi perannya. Dia memiliki sejumlah karya, seperti kekawin dan gegurin. Made Degung juga dikenal sebagai penekun usadha Bali, kosala kosali, penekun sastra, dan sebagai penari gambuh.
Sedangkan Nengah Medera memiliki peran penting sebagai inisiator dan penggagas berbagai lembaga pelestarian bahasa, aksara, dan Sastra Bali, seperti Widya Sabha yang menyelenggarakan Utsawa Dharmagita. Bahkan, Utsawa Dharmagita kini dilaksanakan tingkat nasional. Made Medera juga menggagas penerbitan lontar kekawin yang diubah menjadi buku, dengan terjemahan berbahasa Bali. Dia nerupakan bagian dari tim penyusun Kamus Bahasa Bali.
Selain penghargaan ‘Bali Kerthi Nugraha Mahottama’, kemarin juga dilakukan penyerahan Sertifikat Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia Tahun 2021, kepada sejumlah objek tradisi budaya di kabupaten/kota. Untuk Kabupaten Karangasem, objek tradisi budaya yang mendapat penetapan WBTB Indonesia adalah Meteruna Nyoman, Kesenian Genjek, Nyeraman, Kuliner Blayag, Abuang Luh Muani, dan Kerajinan Ata.
Untuk Kabupaten Klungkung, objek tradisi budaya yang dapat WBTB Indonesia adalah Tenun Cepuk Nusa Penida, Dewa Masraman, Barong Nong Nong Kling, dan Mecaru Mejaga Jaga. Untuk Kabupaten Tabanan, objek tradisi budaya yang dapat WBTB Indonesia adalah Joged Nini. Untuk Buleleng, objek tradisi budaya yang dapat WBTB Indonesia adalah Kesenian Gambuh Bungkulan, Saba Malunin di Desa Pedawa, dan Megangsing Buleleng. Untuk Kabupaten Gianyar, objek tradisi budaya yang dapat WBTB Indonesia adalah Tari Rejang Ilud dan Ritual Ngerebeg di Tegalla-lang. Untuk Badung, objek tradisi budaya yang dapat WBTB Indonesia adalah Tari Baris babuang. Sedangkan untuk Provinsi Bali, objek tradisi budaya yang dapat WBTB Indonesia adalah Mandolin dan Kuliner Be Guling. *ind
Komentar