Ogoh-Ogoh Banjar Tainsiat dan Gemeh Jadi Perhatian Masyarakat
Keduanya Punya Filosofi Mendalam
DENPASAR, NusaBali.com - Warga Kota Denpasar tampaknya tidak sabar ingin melihat langsung bagaimana tampilan ogoh-ogoh yowana di Banjar Tainsiat dan Banjar Gemeh, Desa Adat Denpasar, dalam menyambut Nyepi tahun 2022 Tahun Baru Saka 1944.
Warga sejak pagi hari sudah berdatangan mengerumuni kedua ogoh-ogoh yang sudah selesai 100 persen dan bisa dilihat dari jarak dekat oleh masyarakat.
Ogoh-ogoh Kepet Agung karya ST Yowana Saka Bhuwana, Banjar Tainsiat, sejak pagi sudah diletakkan di sisi luar Balai Banjar Tainsiat, di Jalan Nangka Selatan.
Sementara Ogoh-ogoh Pasung Maya karya ST Gemeh Indah, Banjar Gemeh, diletakkan di depan Kantor Bank Mandiri, Jalan Udayana.
Ogoh-ogoh Kepet Agung berdiri gagah dengan tinggi menjulang sekitar 8 meter tampak futuristik dengan kipas menyerupai sayap yang dapat bergerak di belakangnya.
"Kepet Agung itu artinya adalah kipas yang besar, filosofinya adalah memberi kesejukan," ujar Komang Gede Sentana Putra alias Kedux Garage, konseptor Ogoh-ogoh Kepet Agung, ditemui Rabu (2/3/2022) sore.
Kedux mengatakan, filosofi kipas didasari situasi menjelang Nyepi tahun ini yang penuh ketidakpastian terkait boleh tidaknya pengarakan ogoh-ogoh yang membuat masyarakat terutama para yowana menjadi bingung.
"Saya mengangkat tema ini dengan harapan masyarakat mendapat angin segar. Karena di balik pembuatan ogoh-ogoh ini sempat ada bingung ragu karena lagi boleh, lagi tidak," kata Kedux.
"Dengan adanya Kepet Agung ini saya harapkan informasi dari pusat (pemerintah) lebih jelas, tegas, memberikan angin segar bagi masyarakat atau yowana di Bali."
Kepet Agung, ujar Kedux, dibuat selama sekitar 1 bulan. Dibuat dengan bahan ramah lingkungan, namun di dalamnya dilengkapi teknologi hidrolik yang akan membuat ogoh-ogoh terlihat bergerak pada saat pengarakan.
"Pesan saya buat semeton di Bali, supaya proses pengarakan ogoh-ogoh bisa dijaga crowd (kerumunan) -nya, supaya penularan (Covid-19) tidak terjadi dan supaya ke depannya kita bisa lagi melakukan aktivitas budaya yang bersifat crowd," pinta Kedux yang juga dikenal mahir sebagai builder motor modifikasi.
Sementara Ogoh-ogoh Pasung Maya yang konsepnya dibuat seniman Banjar Gemeh, Marmar Herayukti, tampak unik karena leher ogoh-ogoh terputus tanpa kepala, sementara di sekitarnya banyak kepala seolah-olah mengelilingi ogoh-ogoh.
Marmar mengatakan, Pasung Maya didasarkan pada kisah Maya Raksa yang dijuluki Prabu Sastrapisuna yang menguasai dunia maya-maya (tak nyata). Dikisahkan Maya Raksa sangat ingin melebarkan kekuasaannya di dunia nyata.
Maya Raksa menempuh tapa semandi selama bertahun-tahun hingga akhirnya dianugerahkan sebuah kesaktian yang mampu memanipulasi setiap kenyataan, menariknya ke dunia maya.
Secara perlahan Maya Raksa mengambil alih setiap 'kepandaian' dan 'keberanian'. Dia seolah menjadi sumber setiap kecerdasan yang sesungguhnya tidak teguh kebenarannya.
"Setelah hilangnya hasrat kehidupan, manusia pun kehilangan logika dan seterusnya terikat dan menghamba masuk perangkap ajian Pasung Maya," terang Marmar.
Kesaktiannya itu sungguh merasuk dalam jiwa-jiwa yang lemah yang sebelumnya telah ditanamkan ilusi data akan kenyataan.
Kebohongan, kengerian yang terus-menerus menggerogoti akal, menyisakan trauma sehingga larut dalam ilusi maya, hidup tanpa kehidupan.
"Jiwa-jiwa itu mati dari dunia sebelum tubuhnya," sebut Marmar.
Namun kelak atas restu semesta orang-orang yang terpilih akan muncul sebagai 'Nangiyang Tutur' sang pembangkit kesadaran dan memurnikan kehidupan. Saat itu Sang Kala yang menentukan.
Dua ogoh-ogoh yang dikonsep dua seniman muda Kota Denpasar akan diarak di dalam wilayah banjar masing-masing, tidak seperti sebelumnya diarak mengelilingi wilayah Desa Adat Denpasar.
Hal ini mengikuti arahan Gubernur Bali Wayan Koster yang akhirnya mengizinkan nyomnya ogoh-ogoh hanya di wewidangan banjar masing-masing mengantisipasi penularan Covid-19.
1
Komentar