Krama Puri Satria Kawan Gelar Lukat Gni
SEMARAPURA, NusaBali
Puluhan krama Puri Satria Kawan, Desa Paksebali, Kecamatan Dawan, Klungkung, menggelar tradisi ritual lukat Gni atau perang api.
Tradisi turun temurun ini dilaksanakan setiap tahun pada Tilem Sasih Kasanga atau malam Pangrupukan, Rabu (2/3), sehari menjelang perayaan Nyepi Isaka 1944. Tradisi yang diwariskan secara turun-temurun tersebut diawali Panglukatan pada salah satu sumber mata air Segening di Desa Paksebali, sekitar pukul 17.00 Wita, sekitar 500 meter ke arah utara. Prosesi dilanjutkan persembahyangn bersama di Pura Satria Kawan, stana Ida Bhatara Gede Sakti berupa Barong. Selanjutnya, persiapan sarana dan prasarana upacara, di antaranya obor berbahan danyuh (daun kelapa kering). Krama bersembahyang bersama di pura atau mrajan setempat guna memohon keselamatan dan kelancaran pelaksanaan Lukat Gni. 30 pemuda (15 pasang) yang ikut ambil bagian dalam kegiatan ini.
Lukat Geni serangkaian menyambut Nyepi Tahun Baru Saka 1944 ini, tidak jauh beda dari yang telah berjalan dengan tahun-tahun sebelumnya. Namun, karena di tengah situasi pandemi, pelaksanaan tradisi Lukat Gni tidak dilakukan di Catus Pata desa. Hal ini untuk menghindari terjadinya kerumunan. Pelaksanaan Lukat Geni dipindah ke Madya Mandala Merajan Agung Puri Satria Kawan. Di sini, para peserta selanjutnya menghantamkan api danyuh (daun kelapa kering) yang diikat kepada masing-masing lawan.
Saat Lukat Gni berlangsung tidak tampak luka meski para peserta saling pukul dengan bara api dari danyuh tersebut. Suana pun tambah semarak dengan iringan tabuh gembelan
Kelian Pesamuan Puri Satria Kawan AA Gde Agung Rimawan menyebutkan Lukat Geni adalah ritual pembersihan/panglukatan diri menggunakan sarana api (Dewa Brahma). Lukat Gni atau perang api menggunakan sarana dari danyuh diikat 36 lembar sebanyak sembilan ikat. Jumlah ini berada dalam sembilan penjuru arah mata angin atau Dewata Nawa Sanga sebagai pelindung atau benteng keselamatan.
Selain itu, obor 33 buah juga melengkapi pelaksanaan tradisi ini. Jumlah 33 ini sebagai kekuatan yang terbagi sesuai arah mata angin dan warna. Dari arah timur sebanyak lima buah, selatan sembilan buah, barat tujuh buah dan utara empat buah serta posisi tengah sebagai poros utama sebanyak delapan buah. “Penglukatan itu ada berbagai jenis sarana. Ini kita pakai api (Brahma) sebagai penglukatan,” ujar Agung Rimawan.
Agung Rimawan berharap melalui pelaksanaan tradisi ini mampu menjaga keharmonisan Bhuana Alit dan Bhuana Agung, menjaga alam beserta isinya, sehingga, umat dalam melaksanakan catur brata penyepian keesokan harinya dapat berjalan dengan baik dan hikmad. “Semoga dengan adanya tradisi ini semakin mepererat persatuan dan kesatuan serta sebagai pedoman bagi generasi muda di sini untuk menjaga warisan leluhurnya,” harapnya.
Tradisi lukat gni merupakan tradisi warisan leluhur di Puri Satria Kawan. Sebagai generasi muda, wajib meneruskan dan melestarikan tradisi yang sudah diwariskan para tetua disini.
Menurutnya, Lukat Gi merupakan salah satu jenis panglukatan atau pembersihan buwana alit dan buwana agung. Melalui tradisi ini diharapkan mampu menetralisir pengaruh-pengaruh negatif hingga tercipta keharmonisan pada diri dan keseimbangan alam semesta. "Melalui Lukat Gni ini akan tercipta keharmonisan dan keseimbangan alam semesta," sebut Agung Rimawan. Kata dia, Lukat Gni berasal dari dua kata, lukat dan gni. Lukat/malukat berarti pembersihan dari segala kotoran lahir/bathin, dan gni berarti api. *wan
Komentar