Desa Adat Buleleng Tanpa Pengarakan Ogoh-ogoh
SINGARAJA, NusaBali - Desa Adat Buleleng dengan 14 banjar adat sepakat tidak mengarak Ogoh-ogoh pada Pangrupukan, Buda Pahing Wayang, Rabu (2/3).
Keputusan itu telah disosialisasikan sejak dikeluarkannya surat keputusan dari MDA terkait penundaan pembuatan Ogoh-ogoh.
"Kami konsisten agar tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat. Meski sekarang sudah diizinkan, kami tetap tidak membuat," kata Bendesa Adat Buleleng, Jro Nyoman Sutrisna, beberapa waktu lalu.
Kata dia, keputusan bersama untuk tidak menggelar ogoh-ogoh sudah bulat dan sudah disosialisasikan. "Bahkan, sebelum ada keputusan penundaan itu muda-mudi di sini tidak ada yang mendaftar untuk menggelar pawai Ogoh-ogoh," tambahnya.
Sutrisna mengatakan, beberapa waktu lalu kelian dari 14 banjar adat di Desa Adat Buleleng telah parum (rapat). Paruman itu membahas SE dari MDA Provinsi Bali yang mengatur kegiatan pengarakan Ogoh-ogoh. Dari 10 kriteria yang dipersyaratkan, ketentuan wajib swab antigen bagi pengarak dan menjaga protokol kesehatan para penonton, dirasa cukup berat.
"Kami merasa tidak sanggup memenuhi 10 kriteria itu dengan baik dan benar. Maka kami sepakat meniadakan pembuatan dan pengarakan ogoh-ogoh tahun ini. Itu sudah kesepakatan melalui Paruman Bersama. Meskipun Gubernur Bali terbaru telah mengizinkan untuk nyomya Ogoh-ogoh secara terbatas di wewidangan banjar," tutup Sutrisna.
Dihubungi terpisah, Kapolres Buleleng AKBP Andrian Pramudianto mengatakan, saat Pangrupukan Nyepi sedikitnya ada 191 lokasi yang menggelar pawai Ogoh-ogoh. Rinciannya, di Kecamatan Tejakula 10 Ogoh-ogoh, Kubutambahan 21, Sawan 19, Buleleng 16, Sukasada 13, Banjar 35, Seririt 33, Busungbiu 33, dan Gerokgak 11. Pihak kepolisian telah memastikan pawai Ogoh-ogoh berjalan tertib dan sesuai protokol kesehatan (prokes). Ogoh-ogoh juga hanya diperbolehkan diarak di wilayah masing-masing banjar adat. "Ogoh-ogoh diperbolehkan dengan syarat prokes ketat dan tidak diperbolehkan (diarak) ke luar banjar. Saya tugaskan masing-masing Polsek mengamankan kegiatan Ogoh-ogoh ini di wilayahnya," imbuhnya.
Kata AKBP Andrian, anggota ST yang mengarak Ogoh-ogoh sudah divaksin dosis pertama dan kedua, dan booster. Mereka juga tidak dalam kondisi sakit atau terindikasi Covid-19. "Kami juga data siapa saja yang mengarak Ogoh-ogoh, wajib dites rapid antigen. Kami juga arahkan ke Puskesmas untuk cek status vaksinasi. Kalau belum vaksin booster agar divaksin dulu," tegasnya.
Sementara itu, Sekaa Teruna (ST) Dharma Kerti, Desa Adat Jinengdalem, Kecamatan/Kabupaten Buleleng, memutuskan untuk menghentikan kegiatan pembuatan Ogoh-ogoh serangkaian menyambut Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1944. Kendati Gubernur Bali Wayan Koster memberikan lampu hijau kepada para yowana (generasi muda) untuk melaksanakan ritual nyomya Ogoh-ogoh, ST ini tidak menggelar pawai Ogoh-ogoh.
Ketua ST Dharma Kerti Kadek Sri Wardana menyampaikan, keputusan tidak melangsungkan pawai Ogoh-ogoh diambil berdasarkan keputusan bersama dalam rapat dengan kelian banjar, perbekel, serta tokoh desa. Hasilnya, sepakat menunda pengarakan Ogoh-ogoh. "Hasil kesepakatan bersama, menunda pengarakan Ogoh-ogoh," ujar Wardana, beberapa waktu lalu.
Wardana mengatakan, pihaknya tidak mau mengambil risiko terjadi sesuatu jika menggelar pawai Ogoh-ogoh. Karena dalam Surat Edaran (SE) Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali mewajibkan pengarak Ogoh-ogoh untuk swab antigen. "Seandainya H-1 hasilnya ada yang positif, otomatis ogoh-ogoh tidak dizinkan untuk jalan. Untuk mengantisipasi hal itu dan agar tidak semakin kecewa, maka sepakat untuk menunda ogoh-ogoh," katanya.
Wardana menyebutkan, sejatinya pihak pemerintah desa hingga banjar adat serta Bhabinkamtibmas tidak melarang pengarakan Ogoh-ogoh. Namun, jika ditemukan kasus positif Covid-19 jelang pengarakan, tanggung jawabnya akan besar. "Nantinya misal terjadi positif, tanggung jawabnya besar, melibatkan kelian banjar, dan saya selaku ketua STT. Karena kegiatan ada di Desa Dinas Jinengdalem, otomatis perbekel juga ikut bertanggung jawab," tandasnya.
Dia mengaku berbesar hati menunda kembali pawai Ogoh-ogoh pada Nyepi tahun ini. Apalagi anggota ST Dharma Kerti sudah menyiapkan Ogoh-ogoh bertajuk Cakra Murka. Cakra Murka mengambil konsep 9 penjuru mata angin yang membawa virus Covid-19 dan lebur saat pangrupukan. Ogoh-ogoh itu sejatinya sudah dipersiapkan dan digarap sejak awal Februari lalu dan progresnya sudah mencapai 50 persen. Ogoh-ogoh dirancang setinggi 3 meter dan sudah menghabiskan biaya sekitar Rp 7 juta. 7mzk
1
Komentar