Perda LP2B Dievaluasi
Sudah ketok palu sejak tahun lalu, namun pelaksanaan Perda PLP2B di awing-awang sehingga dilakukan evaluasi.
SINGARAJA, NusaBali
Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kabupaten Buleleng melakukan evaluasi atas Perda Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B). Evaluasi dilakukan bersama instansi terkait karena sejak ditetapkan Juni 2021 lalu, belum dapat diterapkan hingga saat ini.
Rapat evaluasi dilangsungkan di ruang rapat gabungan komisi DPRD Buleleng, Senin (7/3) pagi. Ketua Bapemperda DPRD Buleleng Nyoman Gede Wandira Adi usai rapat mengatakan, Perda yang dibentuk untuk melindungi lahan pertanian di Buleleng, belum dapat diterapkan karena peta faktual PLP2B belum ada. Adapun penetapan Perda tahun lalu masih menggunakan asumsi dan acuan peta lahan pertanian tahun 2019.
Ironisnya, dari pengaduan masyarakat, banyak lahan pertanian dalam peta 2019 sudah beralih fungsi, sehingga eksekutif perlu menyusun ulang peta blok lahan pertanian di Buleleng. Peta ini pun sedang dikerjakan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Buleleng, untuk mendapatkan data pasti lahan pertanian terkini di Buleleng.
“Permasalahannya Perda sudah ditetapkan 6 Juni 2021 lalu, tetapi tahun ini belum dapat diterapkan. Penyusunan peta faktual juga sudah dilakukan semester II tahun lalu tetapi belum dapat dituntaskan karena kekurangan anggaran sehingga hari ini kami evaluasi,” jelas Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Buleleng ini.
Menurut Wandira Adi, persoalan tersebut bersifat penting dan mendesak. Dewan pun mendorong pemerintah menyiapkan anggaran untuk melanjutkan penyusunan peta faktual lahan pertanian, sehingga harapannya dapat dituntaskan tahun ini. “Kalau peta luasan lahan sudah ada dan ditetapkan secara riil, kita punya kepastian hukum ke depannya untuk memberikan insentif kepada petani. Kalau peta belum jadi Perda ya tinggal Perda. Pelanggaran akan jalan terus karena belum ada ketetapan,” tegas dia.
Sementara itu Kepala Dinas PUTR Buleleng I Putu Adhipta Eka Putra mengatakan dari penyusunan peta lahan pertanian di semester II tahun 2021, baru terverifikasi lahan di 53 desa di 6 kecamatan wilayah Buleleng. Total luasan lahan dari hasil verifikasi tersebut berjumlah 3.500 hektare. Sedangkan yang belum terverifikasi faktual sebanyak 48 desa, yang membutuhkan anggaran sekitar Rp 700 juta.
“Kami masih mengejar pemetaan faktual di lapangan berapa luasan sawah, siapa yang punya, luasannya berapa, lokasinya di mana itu harus ada data pasti. Karena data ini nanti akan berhubungan dengan pemberian insentif nanti. Sisa yang belum terverifikasi mudah-mudahan bisa dikejar di anggaran perubahan tahun ini,” jelas Adiptha.
Dari pendataan yang sudah dilakukan, tim verifikasi banyak menemukan lahan pertanian yang masuk dalam peta 2019, yang beralih fungsi serta lepas dari subak. “Data ini yang perlu diupdate. Termasuk lahan yang ada di pinggir jalan nasional kita siapkan untuk pelayanan publik, seperti perumahan, ruko, toko dan lain-lain, ini juga tidak bisa dimasukkan dalam peta lahan pertanian,” tutup dia. *k23
Rapat evaluasi dilangsungkan di ruang rapat gabungan komisi DPRD Buleleng, Senin (7/3) pagi. Ketua Bapemperda DPRD Buleleng Nyoman Gede Wandira Adi usai rapat mengatakan, Perda yang dibentuk untuk melindungi lahan pertanian di Buleleng, belum dapat diterapkan karena peta faktual PLP2B belum ada. Adapun penetapan Perda tahun lalu masih menggunakan asumsi dan acuan peta lahan pertanian tahun 2019.
Ironisnya, dari pengaduan masyarakat, banyak lahan pertanian dalam peta 2019 sudah beralih fungsi, sehingga eksekutif perlu menyusun ulang peta blok lahan pertanian di Buleleng. Peta ini pun sedang dikerjakan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Buleleng, untuk mendapatkan data pasti lahan pertanian terkini di Buleleng.
“Permasalahannya Perda sudah ditetapkan 6 Juni 2021 lalu, tetapi tahun ini belum dapat diterapkan. Penyusunan peta faktual juga sudah dilakukan semester II tahun lalu tetapi belum dapat dituntaskan karena kekurangan anggaran sehingga hari ini kami evaluasi,” jelas Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Buleleng ini.
Menurut Wandira Adi, persoalan tersebut bersifat penting dan mendesak. Dewan pun mendorong pemerintah menyiapkan anggaran untuk melanjutkan penyusunan peta faktual lahan pertanian, sehingga harapannya dapat dituntaskan tahun ini. “Kalau peta luasan lahan sudah ada dan ditetapkan secara riil, kita punya kepastian hukum ke depannya untuk memberikan insentif kepada petani. Kalau peta belum jadi Perda ya tinggal Perda. Pelanggaran akan jalan terus karena belum ada ketetapan,” tegas dia.
Sementara itu Kepala Dinas PUTR Buleleng I Putu Adhipta Eka Putra mengatakan dari penyusunan peta lahan pertanian di semester II tahun 2021, baru terverifikasi lahan di 53 desa di 6 kecamatan wilayah Buleleng. Total luasan lahan dari hasil verifikasi tersebut berjumlah 3.500 hektare. Sedangkan yang belum terverifikasi faktual sebanyak 48 desa, yang membutuhkan anggaran sekitar Rp 700 juta.
“Kami masih mengejar pemetaan faktual di lapangan berapa luasan sawah, siapa yang punya, luasannya berapa, lokasinya di mana itu harus ada data pasti. Karena data ini nanti akan berhubungan dengan pemberian insentif nanti. Sisa yang belum terverifikasi mudah-mudahan bisa dikejar di anggaran perubahan tahun ini,” jelas Adiptha.
Dari pendataan yang sudah dilakukan, tim verifikasi banyak menemukan lahan pertanian yang masuk dalam peta 2019, yang beralih fungsi serta lepas dari subak. “Data ini yang perlu diupdate. Termasuk lahan yang ada di pinggir jalan nasional kita siapkan untuk pelayanan publik, seperti perumahan, ruko, toko dan lain-lain, ini juga tidak bisa dimasukkan dalam peta lahan pertanian,” tutup dia. *k23
1
Komentar