Hibah Rp 15 Juta, Disunat Rp 7 Juta
Tim Monitoring dan Evaluasi (Monev) Sapu Jagat Inspektorat Provinsi Bali kembali menemukan adanya penyimpangan penggunaan dana hibah di sejumlah kabupaten.
AMLAPURA, NusaBali
Salah satunya, modus penyunatan dana hibah dengan alasan biaya administrasi. Bahkan, dana hibah hanya Rp 15 juta diduga disunat Rp 7 juta atas nama biaya administrasi.
Modus dugaan penyunatan dana hibah dengan alasan biaya administrasi ini terjadi dalam realisasi hibah untuk pembangunan Pura Dadia Arya Kepakisan di Desa Tribuana, Keca-matan Abang, Karangasem. Hal ini terungkap saat Tim Sapu Jagat yang dipimpin Kepala Inspektorat Provinsi Bali, I Ketut Teneng, terjun ke Pura Dadia Arya Kepakisan, Desa Tribuana, Kamis (2/3) siang.
Saat Tim Sapu Jagat pimpinan Ketut Teneng terjun ke Pura Dadia Arya Kepakisan di Desa Tribuana, Kamis kemarin, panitia pembagunan pura setempat kelabakan. Bahkan, Kelian Pura Dadia Arya Kepakisan, I Made Dauh Suwantara, sempat memohon kepada Inspektur Provinsi Bali Ketut Teneng supaya persoalan dana hibah tersebut tidak sampai diadukan ke polisi.
”Kami sedikit pun tidak ada maksud menyalahgunakan dana hibah. Ini hanya mis-komunikasi saja. Kalau Bapak membawa ke polisi, kasihan anak-anak mereka (panitia pembangunan pura),” pinta Made Dauh Suantara kepada Ketut Teneng, yang kemarin terjun dengan didampingi Irban II Inspektorat Provinsi Bali, I Gusti Ngurah Putra Wiradnyana.
Mendapat permohonan seperti itu, Ketut Teneng menegaskan kasus dugaan main sunat dana hibah dengan alasan mengurus administrasi tersebut, sedang dilacak Tim Monev Inspektorat Provinsi Bali. Kalau nanti terbukti ada penyimpangan yang mengarah kepada perbuatan melawan hukum, kasus ini pastinya akan dilaporkan ke polisi.
“Hasil kita turun ke Karangasem untuk Monev hari ini (kemarin), ditemukan ada dana hibah yang dipotong dengan alasan untuk biaya administrasi. Kami sedang kumpulkan semua alat bukti. Kalau ada unsur pidananya, ya kita laporkan ke polisi,” tandas Teneng.
Teneng mengungkapkan, dana hibah sebesar Rp 15 juta bantuan dari APBD Bali 2016 yang diduga terjadi penyunatan tersebut sebelumnya diusulkan pangempon Pura Dadia Arya Kepakisan Desa Tribuana, Kecamatan Abang tahun 2015 lalu. Permohonan hibah diajukan Panitia Pembangunan Pura Dadia Arya Kepakisan melalui leading sector Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Bali.
Sementara usulan proposal hibah Pura Dadia Arya Kepakisan ini difasilitasi Ni Made Sumiati, anggota Fraksi PDIP DPRD Bali Dapil Karangasem dua kali periode (2009-2014 dan 2014-2015). Akhirnya, dana hibah yang diusulkan senilai Rp 15 juta cair dan ditransfer ke rekening panitia pembangunan pura setempat, Desember 2016 lalu. Dalam proses berikutnya, terdeteksi oleh Tim Monev Inspektorat Provinsi Bali bahwa dana hibah senilai Rp 15 juta tersebut dicairkan oleh Panitia Pembangunan Pura Dadia Arya Kepakisan.
Namun, Tim Monev mengungkap bahwa dana hibang yang diterima tidak utuh Rp 15 juta, melainkan hanya Rp 8 juta. Menurut Teneng, hal itu diketahui dari keterangan Ketua Panitia Pembangunan Pura Dadia Arya Kepakisan, I Made Teranggi, dalam surat pernyataan kepada Tim Monev.
Made Teranggi menyebutkan hanya menerima dana Rp 8 juta, padahal seharusnya Rp 15 juta. Akhirnya, Tim Monev Provinsi Bali yang dipimpin langsung Inspektutr Ketut Teneng turun ke Pura Dadia Arya Kepakisan, Desa Tribuana, Kecamatan Abang, Kamis kemarin.
“Surat pernyataan Ketua Panitia Pembangunan Pura Dadia Syra Kepakisan sudah kami kantongi. Pernyataannya, panitia hanya menerima Rp 8 juta. Sementara sisanya (Rp 7 juta) disebutkan untuk biaya administrasi. Kita masih kejar, siapa yang memotong, kok ada biaya administrasi segala?” ujar Teneng.
Selain itu, kata Teneng, di lapangan juga ditemukan bukti-bukti tidak adanya per-tanggungjawaban. Laporan pertanggungjawaban (LPJ) yang seharusnya sudah disetorkan akhir Januari 2017 lalu, ternyata tidak disetor oleh penerima hibah Pura Dadia Arya Kepakisan.
Kecuali itu, nota-nota pembelian bahan bangunan juga tidak ada tanggalnya. “Ada nota pembelian besi, tapi tanggalnya tidak ada,” tegas Teneng. Kemudian, bangunan yang tertera di proposal sudah berdiri sejak lama, mendahului pencairan dana hibah. Logikanya, kalau pembangunan sudah terjadi dan rampung, kenapa ada pembelian besi lagi? “Lagipula, besi yang dibeli juga nggak ada kami temukan di lokasi. Yang ada cuma cat saja,” tegas birokrat asal Desa Les, Kecamatan Tejakula, Buleleng ini.
Sementara itu, mantan anggota Fraksi PDIP DPRD Bali Dapil Karangasem, Ni Made Sumiati, yang memfasilitasi hibah Pura Dadia Arya Kepakisan, belum bisa dimintai komentarnya terkait kasus penyunatan dana bantuan ini. Saat dihubungi NusaBali lewat telepon, Kamis kemarin, ponselnya bernada mailbox. * nat
Salah satunya, modus penyunatan dana hibah dengan alasan biaya administrasi. Bahkan, dana hibah hanya Rp 15 juta diduga disunat Rp 7 juta atas nama biaya administrasi.
Modus dugaan penyunatan dana hibah dengan alasan biaya administrasi ini terjadi dalam realisasi hibah untuk pembangunan Pura Dadia Arya Kepakisan di Desa Tribuana, Keca-matan Abang, Karangasem. Hal ini terungkap saat Tim Sapu Jagat yang dipimpin Kepala Inspektorat Provinsi Bali, I Ketut Teneng, terjun ke Pura Dadia Arya Kepakisan, Desa Tribuana, Kamis (2/3) siang.
Saat Tim Sapu Jagat pimpinan Ketut Teneng terjun ke Pura Dadia Arya Kepakisan di Desa Tribuana, Kamis kemarin, panitia pembagunan pura setempat kelabakan. Bahkan, Kelian Pura Dadia Arya Kepakisan, I Made Dauh Suwantara, sempat memohon kepada Inspektur Provinsi Bali Ketut Teneng supaya persoalan dana hibah tersebut tidak sampai diadukan ke polisi.
”Kami sedikit pun tidak ada maksud menyalahgunakan dana hibah. Ini hanya mis-komunikasi saja. Kalau Bapak membawa ke polisi, kasihan anak-anak mereka (panitia pembangunan pura),” pinta Made Dauh Suantara kepada Ketut Teneng, yang kemarin terjun dengan didampingi Irban II Inspektorat Provinsi Bali, I Gusti Ngurah Putra Wiradnyana.
Mendapat permohonan seperti itu, Ketut Teneng menegaskan kasus dugaan main sunat dana hibah dengan alasan mengurus administrasi tersebut, sedang dilacak Tim Monev Inspektorat Provinsi Bali. Kalau nanti terbukti ada penyimpangan yang mengarah kepada perbuatan melawan hukum, kasus ini pastinya akan dilaporkan ke polisi.
“Hasil kita turun ke Karangasem untuk Monev hari ini (kemarin), ditemukan ada dana hibah yang dipotong dengan alasan untuk biaya administrasi. Kami sedang kumpulkan semua alat bukti. Kalau ada unsur pidananya, ya kita laporkan ke polisi,” tandas Teneng.
Teneng mengungkapkan, dana hibah sebesar Rp 15 juta bantuan dari APBD Bali 2016 yang diduga terjadi penyunatan tersebut sebelumnya diusulkan pangempon Pura Dadia Arya Kepakisan Desa Tribuana, Kecamatan Abang tahun 2015 lalu. Permohonan hibah diajukan Panitia Pembangunan Pura Dadia Arya Kepakisan melalui leading sector Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Bali.
Sementara usulan proposal hibah Pura Dadia Arya Kepakisan ini difasilitasi Ni Made Sumiati, anggota Fraksi PDIP DPRD Bali Dapil Karangasem dua kali periode (2009-2014 dan 2014-2015). Akhirnya, dana hibah yang diusulkan senilai Rp 15 juta cair dan ditransfer ke rekening panitia pembangunan pura setempat, Desember 2016 lalu. Dalam proses berikutnya, terdeteksi oleh Tim Monev Inspektorat Provinsi Bali bahwa dana hibah senilai Rp 15 juta tersebut dicairkan oleh Panitia Pembangunan Pura Dadia Arya Kepakisan.
Namun, Tim Monev mengungkap bahwa dana hibang yang diterima tidak utuh Rp 15 juta, melainkan hanya Rp 8 juta. Menurut Teneng, hal itu diketahui dari keterangan Ketua Panitia Pembangunan Pura Dadia Arya Kepakisan, I Made Teranggi, dalam surat pernyataan kepada Tim Monev.
Made Teranggi menyebutkan hanya menerima dana Rp 8 juta, padahal seharusnya Rp 15 juta. Akhirnya, Tim Monev Provinsi Bali yang dipimpin langsung Inspektutr Ketut Teneng turun ke Pura Dadia Arya Kepakisan, Desa Tribuana, Kecamatan Abang, Kamis kemarin.
“Surat pernyataan Ketua Panitia Pembangunan Pura Dadia Syra Kepakisan sudah kami kantongi. Pernyataannya, panitia hanya menerima Rp 8 juta. Sementara sisanya (Rp 7 juta) disebutkan untuk biaya administrasi. Kita masih kejar, siapa yang memotong, kok ada biaya administrasi segala?” ujar Teneng.
Selain itu, kata Teneng, di lapangan juga ditemukan bukti-bukti tidak adanya per-tanggungjawaban. Laporan pertanggungjawaban (LPJ) yang seharusnya sudah disetorkan akhir Januari 2017 lalu, ternyata tidak disetor oleh penerima hibah Pura Dadia Arya Kepakisan.
Kecuali itu, nota-nota pembelian bahan bangunan juga tidak ada tanggalnya. “Ada nota pembelian besi, tapi tanggalnya tidak ada,” tegas Teneng. Kemudian, bangunan yang tertera di proposal sudah berdiri sejak lama, mendahului pencairan dana hibah. Logikanya, kalau pembangunan sudah terjadi dan rampung, kenapa ada pembelian besi lagi? “Lagipula, besi yang dibeli juga nggak ada kami temukan di lokasi. Yang ada cuma cat saja,” tegas birokrat asal Desa Les, Kecamatan Tejakula, Buleleng ini.
Sementara itu, mantan anggota Fraksi PDIP DPRD Bali Dapil Karangasem, Ni Made Sumiati, yang memfasilitasi hibah Pura Dadia Arya Kepakisan, belum bisa dimintai komentarnya terkait kasus penyunatan dana bantuan ini. Saat dihubungi NusaBali lewat telepon, Kamis kemarin, ponselnya bernada mailbox. * nat
1
Komentar