Warga Sembung, Mengwi Berharap Tak Merugi dan Lahan Sisa Bisa Digunakan
Terdampak Pelebaran Jalan untuk Kepentingan Pembangunan Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi
Saat ini masih pendataan awal, nanti lebih tepatnya akan ada penetapan lokasi, sementara berada di perbatasan antara Desa Sembung dan Werdi Bhuana.
MANGUPURA, NusaBali
Pembangunan Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi (Tol Jagat Kerthi Bali) bakal segera direalisasikan diawali dengan Penandatanganan Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol, Perjanjian Penjaminan, dan Perjanjian Regres Tol Gilimanuk-Mengwi, Selasa (8/3) di Rumah Jabatan Gubernur Bali Jaya Sabha Denpasar. Namun hingga saat ini warga terdampak di Desa Sembung, Kecamatan Mengwi, Badung mengaku belum mengetahui informasi penetapan lokasi. Selain itu, jumlah kompensasi yang akan diterima warga terdampak juga belum disampaikan. Pemilik lahan pun berharap agar nantinya tidak mendapatkan kerugian, serta lahan sisa bisa bisa digunakan oleh warga sekitar untuk menyambung hidup.
Salah seorang warga yang akan terdampak, Ketut Darta, 60, mengaku lahan miliknya yang dijadikan toko bahan bangunan akan terdampak pelebaran jalan guna kepentingan pembangunan jalan tol Gilimanuk-Mengwi ini. Mengetahui lahan termasuk bangunan tokonya akan terdampak, Darta hanya bisa pasrah tapi juga bingung. Pasalnya, toko bangunan itu adalah satu-satunya mata pencarian saat ini. Jika sudah terdampak, dia bingung harus mencari pekerjaan apa dan di mana selanjutnya.
“Tentu kami sebagai rakyat kecil tidak bisa menolak, karena ini proyek pembangunan pemerintah pusat. Mau tidak mau pasti pindah, jika sudah ada penetapan lokasi. Padahal toko saya ini baru berjalan 6 tahun,” ujar Darta saat ditemui di toko bangunannya, Rabu (9/3).
Hingga saat ini, Darta dan warga lainnya mengaku sudah mendapatkan sosialisasi sebanyak tiga kali. Namun belum ada pembahasan terkait penetapan lokasi jalan tol. Bahkan yang dia tahu, sudah tiga kali terjadi perubahan lokasi. “Sosialisasi yang diberikan memang terkait pembangunan jalan tol, tapi penetapan lokasinya belum,” terang warga yang tercatat sebagai krama Banjar Belang, Desa Sembung ini.
Selain itu, kompensasi atas lahan yang dimiliki juga belum ada informasi yang jelas. Darta pun hanya bisa berharap agar lahan sekitar 20 are miliknya mendapatkan kompensasi yang sesuai. Apalagi lokasi lahannya berada di pinggir jalan raya merupakan lokasi strategis. Sehingga dirinya pun berharap harga kompensasi yang ditawarkan juga disesuaikan.
“Belum ada informasi berapa kami akan dapat kompensasi atau akan ditukar dengan lahan di tempat lain. Kalau memang mau digunakan untuk jalan tol, saya hanya bisa berharap mendapat pembayaran dengan harga sesuai pasaran. Sehingga ada yang saya gunakan untuk membuka usaha kembali,” tuturnya.
Selain itu, Darta dan warga lain juga berharap ketika ada lahan sisa agar diberikan akses untuk dimanfaat masyarakat terdampak. Selama ini, banyak jalan tol yang langsung dipasangi pagar, sehingga lahan sisa milik warga terdampak sulit untuk memanfaatkan lagi.
“Saya dan beberapa warga lain juga berharap ketika ada sisa lahan, kami diberikan akses untuk menuju tempat kami itu. Sebelum memasuki gerbang tol sepanjang jalan agar tidak isi dipasangi pagar, sehingga kami bisa memanfaatkan lahan tersisa itu. Kami juga tidak ingin pembangunan tol, tapi kami sebagai warga di sini malah tidak bisa menikmati,” harapnya.
Sementara itu, Perbekel Desa Sembung, I Ketut Sukerta mengaku tidak mengetahui luas keseluruhan lahan warganya yang akan terdampak. Namun, secara sertifikat, kata dia, sekitar 80 bidang lahan milik warga yang akan digunakan untuk jalan tol.
“Saat ini masih pendataan awal. Biar tidak salah, nanti lebih tepatnya akan ada penetapan lokasi. Untuk lokasi sementara berada di perbatasan antara Desa Sembung dan Werdi Bhuana. Namun untuk lahan yang lebih banyak digunakan berada di Desa Sembung. Tepatnya pada Subak Cani Selatan,” terang Sukerta.
Dari lahan tersebut, diakui ada beberapa rumah dan usaha milik warga yang akan terkena dampak dari pembangunan tol tersebut. Sisanya merupakan lahan persawahan. Terkait kompensasi dari penggunaan lahan warga, kata Sukerta, memang belum ada pembahasan. Namun pihaknya berharap, warganya mendapatkan harga yang sesuai. “Dibilangnya sih bukan diberi ganti rugi, tapi ganti untung. Mudah-mudahan kompensasi yang diberikan memang benar sesuai. Jangan sampai nanti realiasinya dari ganti untung menjadi ganti rugi,” tandasnya. *ind
Salah seorang warga yang akan terdampak, Ketut Darta, 60, mengaku lahan miliknya yang dijadikan toko bahan bangunan akan terdampak pelebaran jalan guna kepentingan pembangunan jalan tol Gilimanuk-Mengwi ini. Mengetahui lahan termasuk bangunan tokonya akan terdampak, Darta hanya bisa pasrah tapi juga bingung. Pasalnya, toko bangunan itu adalah satu-satunya mata pencarian saat ini. Jika sudah terdampak, dia bingung harus mencari pekerjaan apa dan di mana selanjutnya.
“Tentu kami sebagai rakyat kecil tidak bisa menolak, karena ini proyek pembangunan pemerintah pusat. Mau tidak mau pasti pindah, jika sudah ada penetapan lokasi. Padahal toko saya ini baru berjalan 6 tahun,” ujar Darta saat ditemui di toko bangunannya, Rabu (9/3).
Hingga saat ini, Darta dan warga lainnya mengaku sudah mendapatkan sosialisasi sebanyak tiga kali. Namun belum ada pembahasan terkait penetapan lokasi jalan tol. Bahkan yang dia tahu, sudah tiga kali terjadi perubahan lokasi. “Sosialisasi yang diberikan memang terkait pembangunan jalan tol, tapi penetapan lokasinya belum,” terang warga yang tercatat sebagai krama Banjar Belang, Desa Sembung ini.
Selain itu, kompensasi atas lahan yang dimiliki juga belum ada informasi yang jelas. Darta pun hanya bisa berharap agar lahan sekitar 20 are miliknya mendapatkan kompensasi yang sesuai. Apalagi lokasi lahannya berada di pinggir jalan raya merupakan lokasi strategis. Sehingga dirinya pun berharap harga kompensasi yang ditawarkan juga disesuaikan.
“Belum ada informasi berapa kami akan dapat kompensasi atau akan ditukar dengan lahan di tempat lain. Kalau memang mau digunakan untuk jalan tol, saya hanya bisa berharap mendapat pembayaran dengan harga sesuai pasaran. Sehingga ada yang saya gunakan untuk membuka usaha kembali,” tuturnya.
Selain itu, Darta dan warga lain juga berharap ketika ada lahan sisa agar diberikan akses untuk dimanfaat masyarakat terdampak. Selama ini, banyak jalan tol yang langsung dipasangi pagar, sehingga lahan sisa milik warga terdampak sulit untuk memanfaatkan lagi.
“Saya dan beberapa warga lain juga berharap ketika ada sisa lahan, kami diberikan akses untuk menuju tempat kami itu. Sebelum memasuki gerbang tol sepanjang jalan agar tidak isi dipasangi pagar, sehingga kami bisa memanfaatkan lahan tersisa itu. Kami juga tidak ingin pembangunan tol, tapi kami sebagai warga di sini malah tidak bisa menikmati,” harapnya.
Sementara itu, Perbekel Desa Sembung, I Ketut Sukerta mengaku tidak mengetahui luas keseluruhan lahan warganya yang akan terdampak. Namun, secara sertifikat, kata dia, sekitar 80 bidang lahan milik warga yang akan digunakan untuk jalan tol.
“Saat ini masih pendataan awal. Biar tidak salah, nanti lebih tepatnya akan ada penetapan lokasi. Untuk lokasi sementara berada di perbatasan antara Desa Sembung dan Werdi Bhuana. Namun untuk lahan yang lebih banyak digunakan berada di Desa Sembung. Tepatnya pada Subak Cani Selatan,” terang Sukerta.
Dari lahan tersebut, diakui ada beberapa rumah dan usaha milik warga yang akan terkena dampak dari pembangunan tol tersebut. Sisanya merupakan lahan persawahan. Terkait kompensasi dari penggunaan lahan warga, kata Sukerta, memang belum ada pembahasan. Namun pihaknya berharap, warganya mendapatkan harga yang sesuai. “Dibilangnya sih bukan diberi ganti rugi, tapi ganti untung. Mudah-mudahan kompensasi yang diberikan memang benar sesuai. Jangan sampai nanti realiasinya dari ganti untung menjadi ganti rugi,” tandasnya. *ind
Komentar