Ahli Waris Tembok Jalan Menuju Water Sport Serangan
DENPASAR, NusaBali
Ancaman ahli waris untuk menutup Jalan Tukad Punggawa, Serangan, Denpasar Selatan yang merupakan akses jalan menuju water sport Serangan bukan isapan jempol semata.
Siti Sapura atau yang akrab disapa Ipung menembok jalan yang diklaim sebagai tanah miliknya pada Rabu (9/3). Pantauan NusaBali, Ipung dan beberapa buruh sudah terlihat di lokasi yang berada di sebelah aliran sungai yang membelah Serangan dan BTID (Bali Turtle Island Developmen) Serangan sekitar pukul 09.00 Wita. Nampak pula mobil pick up yang membawa material bangunan mulai dari semen, batako dan pasir. Ipung lalu memerintahkan tiga buruh bangunan ini untuk menembok jalan setinggi satu meter.
Ipung mengatakan sudah lelah karena tanah miliknya terus menerus diganggu oleh oknum-oknum sejak tahun 1974, setelah ayahnya Daeng Abdul Kadir meninggal dunia. Dijelaskan Ipung, tanah seluas 700 m2 tersebut adalah miliknya sesuai dengan bukti-bukti yang dimilikinya.
Tanah tersebut merupakan tanah sisa dari tanah yang sudah dijual dan dieksekusi beberapa waktu lalu. "Tanah yang diributkan itu adalah tanah sisa dari yang dieksekusi beberapa waktu lalu. Dari luas tanah awal seluas 11200 m2 sudah disertifikatkan dan dijual seluas 9400 m2. Sisanya yang belum disertifikatkan ini yang diklaim beberapa pihak," tegas aktivis anak dan perempuan ini.
Ipung dengan tegas menyatakan bukan orang jahat dan tidak mau bertoleransi. Sebagai anak Daeng Abdul Kadir, dirinya mengaku bisa diajak bicara. Karena ketika membeli tanah pada tahun 1957, ayahnya menggunakan uang, bukan memakai kertas.
"Kalau anda mau pakai jalan umum, tolong dong ngomong sama saya. Mau bagaimana, tapi kalau sampai mau pakai jalan 1 sampai 3 meter aku ikhlaskan kok. Tapi ini 112 meter x 6 meter, logikanya bagaimana, saya bukan orang jahat, ajak saya bicara," tandas pengacara senior ini.
Setelah menembok jalan menuju water sport ini, Ipung mengaku diundang Sekda Kota Denpasar, Camat Densel dan Lurah Serangan untuk mencari solusi masalah ini. Namun dikarenakan undangan tersebut tak layak karena merasa dipanggil seenaknya, Ipung memilih untuk tidak datang.
"Saya bertanya begini, apa dipikir saya anak pembantumu yang bisa dipanggil seenak hatimu. Apakah itu menghargai saya sebagai anak manusia. Bukannya saya minta dihargai terlalu tinggi, tapi etika kalian yang gak ada. Polisi saja loh, memanggil seorang terlapor atau saksi pakai surat, kok ini seenak udelnya," tegasnya.
Sementara itu, Bendesa Adat Serangan, I Made Sedana yang ditemui di lokasi mengaku tidak tahu menahu soal asal usul tanah tersebut. Informasi awal tanah tersebut merupakan milik BTID dan sudah diserahkan untuk jalan dan baru beberapa waktu lalu di aspal hotmix oleh Pemkot Denpasar. “Kami berharap tembok ini bisa dibongkar karena merupakan akses vital warga Serangan,” ujarnya. *rez
1
Komentar