Sempat 5 Hari Tak Berani Tidur
Ni Komang Wirati, PMI Ukraina
"Saat itu saya benar-benar ketakutan, listrik sempat padam. Saya dan teman saya lalu berlindung di bunker hotel tak lebih dari 2x2 meter,..."
SINGARAJA, NusaBali
Salah satu Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Banjar Dinas Munduk, Desa/Kecamatan Banjar Buleleng, Ni Komang Wirati,29, akhirnya tiba dengan selamat setelah dipulangkan dari Ukraina. Wanita kelahiran tahun 1992 ini mengaku bersyukur bisa berkumpul kembali bersama keluarga setelah mengalami pengalaman mencekam di negara yang terlibat perang. Wirati yang ditemui di rumahnya Rabu (9/3) kemarin, mengaku takut tidur selama lima hari, sebelum dievakuasi dari Ukraina.
Wirati sejak enam bulan terakhir memang bekerja sebagai spa terapis di salah satu hotel di pusat Kota Kiev. Keberangkatannya ke Ukraina pada September 2021 lalu, merupakan kali empatnya dia bekerja di luar negeri. Kesempatan untuk mengadu nasib di luar negeri tahun lalu pun diputuskan Wirati untuk memilih negara baru. “Kebetulan tahun lalu saya memilih negara baru untuk bekerja, sebelumnya di negara lain. Saya baru enam bulan disana dari kontrak satu tahun. Padahal sudah betah sekali di sana saya suka negaranya, orang-orangnya dan juga gajinya juga bagus,” ungkap anak bungsu tiga bersaudara pasangan I Made Sudira dengan Ni Nengah Ruji.
Menurutnya, perang pecah pada Kamis (24/2) lalu pada pukul 03.00 Wita. Wirati sebagai pekerja luar memang tinggal di hotel tempatnya bekerja bersama seorang PMI asal Gianyar Bali. Pecahnya perang antara Ukraina dengan Rusia sama sekali tanpa peringatan. Bahkan warga setempat pun terlihat sangat santai dan mengatakan kondisi aman setelah dua daerah wilayah Ukraina yang diklaim oleh Rusia. Bahkan sebelum perang meledak, Wirati yang mengikuti berita perselisihan dua negara itu sempat mendapatkan arahan dari managernya, bahwa situasi aman dan tidak akan terjadi perang.
Namun hal itu terpatahkan dengan ledakan mengejutkannya pada Kamis (24/2) dini hari. Suara dan getarannya dikatakannya sangat terasa, karena jarak ledakan bom berjarak hanya 20 kilometer dari hotel tempatnya bekerja. Perang antara Ukraina dengan Rusia pun tak ada peringatan dan langsung dengan serangan mendadak dari pihak Rusia.
“Saat itu saya benar-benar ketakutan, listrik sempat padam. Saya dan teman saya lalu berlindung di bunker hotel tak lebih dari 2x2 meter, kemudian tidur di sana sampai ada kabar evakuasi dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kiev,” tuturnya antusias. Kemudian setelah ada informasi dari KBRI, Wirati dan seorang temannya langsung dievakuasi hari itu juga, saat gencatan senjata berlangsung.
Dia pun hanya diperkenankan membawa satu koper kecil yang berisi barang-barang penting. Bahkan baju hanya yang melekat di tubuhnya saja. KBRI Kiev saat itu mengevakuasi 156 WNI yang tinggal di Ukraina, baik yang berstatus PMI, maupun WNI yang menikah dengan warga setempat juga ikut dievakuasi. Sebanyak 26 orang diantaranya berasal dari Bali.
Menurutnya, saat dievakuasi dari hotel tempatnya bekerja, situasi sangat mencekam, meskipun sedang dilakukan gencatan senjata. Namun pemandangan yang membuat perasaan tak nyaman terpampang jelas sepanjang proses evakuasi. “Orang militer saja yang ada di luar, tank, mayat-mayat juga mulai terlihat. Kota sudah sepi warga juga sudah mulai mengungsi,” imbuh dia.
Setelah berhasil dievakuasi dari hotel tempatnya bekerja, Wirati dan PMI lainnya dikumpulkan di gedung pengungsian milik KBRI, yang masih berada di wilayah Ukraina. Mereka berada di pengungsian cukup lama dari tanggal 24-28 Februari lalu. Sebab, sejumlah fasilitas umum termasuk airport telah hancur akibat perang itu. Selama berada di pengungsian lima hari, Wirati mengaku tak berani tidur. Meskipun tempat mengungsi yang telah disiapkan dinyatakan aman. Namun ledakan bom, tembakan senjata api hingga tembakan rudal di udara sangat mengancam keselamatan. “Kami hanya saling menguatkan bersama teman-teman. Karena walaupun menangis tidak akan ada artinya. Yang penting saat itu kami sudah berhasil dievakuasi,” tegas Wirati.
Kekroditan situasi itu pun membuat KBRI dan juga seratusan WNI harus menempuh jalur darat selama 25 jam untuk keluar dari Ukraina. Selama menempuh perjalanan darat tersebut Wirati dan teman-temannya harus menjalani pengecekan pasukan militer sebanyak enam kali dengan sangat ketat.
“Dalam perjalanan itu ada enam kali pengecekan. Selama ada di dalam mobil tidak boleh menoleh kanan kiri. Pandangan harus tetap lurus ke depan. Saat tiba di pos pengecekan juga semuanya harus tiarap dan merayap seperti pasukan militer walaupun sudah pakai bendera merah putih,” jelas Witari. Namun dia dan teman-temannya yang sudah menghubungi keluarga di Bali, mengabarkan dalam kondisi baik-baik saja, sebab mereka sudah bersama dan dalam proses evakuasi KBRI Kiev.
Setelah 25 jam menempuh perjalanan darat melalui negara Moldova, menuju Rumania. Lalu dari Rumania diterbangkan dengan pesawat Garuda dan tiba di Jakarta pada Kamis (3/3) lalu. Sesampainya di Jakarta mereka juga menjalani karantina selama 5 hari sebelum dipulangkan ke Bali dan tiba di Bandara Ngurah Rai Senin (7/3) lalu.
Pengalaman bekerja di luar negeri yang dialaminya saat ini tak membuat Wirati kapok. Dia mengaku masih ingin kembali ke Ukraina jika kondisi sudah kondusif dan aman. Wirati mengaku sudah jatuh cinta dengan negara itu, selain juga banyak barang dan juga kontrak kerjanya belum selesai. Minimal dia akan menunggu lima bulan ke depan saat waktu kontrak kerjanya habis, untuk memastikan akan memilih negara lain atau tetap tinggal di Bali. *k23
Wirati sejak enam bulan terakhir memang bekerja sebagai spa terapis di salah satu hotel di pusat Kota Kiev. Keberangkatannya ke Ukraina pada September 2021 lalu, merupakan kali empatnya dia bekerja di luar negeri. Kesempatan untuk mengadu nasib di luar negeri tahun lalu pun diputuskan Wirati untuk memilih negara baru. “Kebetulan tahun lalu saya memilih negara baru untuk bekerja, sebelumnya di negara lain. Saya baru enam bulan disana dari kontrak satu tahun. Padahal sudah betah sekali di sana saya suka negaranya, orang-orangnya dan juga gajinya juga bagus,” ungkap anak bungsu tiga bersaudara pasangan I Made Sudira dengan Ni Nengah Ruji.
Menurutnya, perang pecah pada Kamis (24/2) lalu pada pukul 03.00 Wita. Wirati sebagai pekerja luar memang tinggal di hotel tempatnya bekerja bersama seorang PMI asal Gianyar Bali. Pecahnya perang antara Ukraina dengan Rusia sama sekali tanpa peringatan. Bahkan warga setempat pun terlihat sangat santai dan mengatakan kondisi aman setelah dua daerah wilayah Ukraina yang diklaim oleh Rusia. Bahkan sebelum perang meledak, Wirati yang mengikuti berita perselisihan dua negara itu sempat mendapatkan arahan dari managernya, bahwa situasi aman dan tidak akan terjadi perang.
Namun hal itu terpatahkan dengan ledakan mengejutkannya pada Kamis (24/2) dini hari. Suara dan getarannya dikatakannya sangat terasa, karena jarak ledakan bom berjarak hanya 20 kilometer dari hotel tempatnya bekerja. Perang antara Ukraina dengan Rusia pun tak ada peringatan dan langsung dengan serangan mendadak dari pihak Rusia.
“Saat itu saya benar-benar ketakutan, listrik sempat padam. Saya dan teman saya lalu berlindung di bunker hotel tak lebih dari 2x2 meter, kemudian tidur di sana sampai ada kabar evakuasi dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kiev,” tuturnya antusias. Kemudian setelah ada informasi dari KBRI, Wirati dan seorang temannya langsung dievakuasi hari itu juga, saat gencatan senjata berlangsung.
Dia pun hanya diperkenankan membawa satu koper kecil yang berisi barang-barang penting. Bahkan baju hanya yang melekat di tubuhnya saja. KBRI Kiev saat itu mengevakuasi 156 WNI yang tinggal di Ukraina, baik yang berstatus PMI, maupun WNI yang menikah dengan warga setempat juga ikut dievakuasi. Sebanyak 26 orang diantaranya berasal dari Bali.
Menurutnya, saat dievakuasi dari hotel tempatnya bekerja, situasi sangat mencekam, meskipun sedang dilakukan gencatan senjata. Namun pemandangan yang membuat perasaan tak nyaman terpampang jelas sepanjang proses evakuasi. “Orang militer saja yang ada di luar, tank, mayat-mayat juga mulai terlihat. Kota sudah sepi warga juga sudah mulai mengungsi,” imbuh dia.
Setelah berhasil dievakuasi dari hotel tempatnya bekerja, Wirati dan PMI lainnya dikumpulkan di gedung pengungsian milik KBRI, yang masih berada di wilayah Ukraina. Mereka berada di pengungsian cukup lama dari tanggal 24-28 Februari lalu. Sebab, sejumlah fasilitas umum termasuk airport telah hancur akibat perang itu. Selama berada di pengungsian lima hari, Wirati mengaku tak berani tidur. Meskipun tempat mengungsi yang telah disiapkan dinyatakan aman. Namun ledakan bom, tembakan senjata api hingga tembakan rudal di udara sangat mengancam keselamatan. “Kami hanya saling menguatkan bersama teman-teman. Karena walaupun menangis tidak akan ada artinya. Yang penting saat itu kami sudah berhasil dievakuasi,” tegas Wirati.
Kekroditan situasi itu pun membuat KBRI dan juga seratusan WNI harus menempuh jalur darat selama 25 jam untuk keluar dari Ukraina. Selama menempuh perjalanan darat tersebut Wirati dan teman-temannya harus menjalani pengecekan pasukan militer sebanyak enam kali dengan sangat ketat.
“Dalam perjalanan itu ada enam kali pengecekan. Selama ada di dalam mobil tidak boleh menoleh kanan kiri. Pandangan harus tetap lurus ke depan. Saat tiba di pos pengecekan juga semuanya harus tiarap dan merayap seperti pasukan militer walaupun sudah pakai bendera merah putih,” jelas Witari. Namun dia dan teman-temannya yang sudah menghubungi keluarga di Bali, mengabarkan dalam kondisi baik-baik saja, sebab mereka sudah bersama dan dalam proses evakuasi KBRI Kiev.
Setelah 25 jam menempuh perjalanan darat melalui negara Moldova, menuju Rumania. Lalu dari Rumania diterbangkan dengan pesawat Garuda dan tiba di Jakarta pada Kamis (3/3) lalu. Sesampainya di Jakarta mereka juga menjalani karantina selama 5 hari sebelum dipulangkan ke Bali dan tiba di Bandara Ngurah Rai Senin (7/3) lalu.
Pengalaman bekerja di luar negeri yang dialaminya saat ini tak membuat Wirati kapok. Dia mengaku masih ingin kembali ke Ukraina jika kondisi sudah kondusif dan aman. Wirati mengaku sudah jatuh cinta dengan negara itu, selain juga banyak barang dan juga kontrak kerjanya belum selesai. Minimal dia akan menunggu lima bulan ke depan saat waktu kontrak kerjanya habis, untuk memastikan akan memilih negara lain atau tetap tinggal di Bali. *k23
1
Komentar