Dari Top Manajer Kapal Wisata Kini Urus Sampah Plastik
Pengabdian Mank Adi di Bali Recycling untuk Bumi Pertiwi
Dari aktivitasnya menggeluti sampah plastik, Nyoman Adi Artana terlibat dalam aksi ‘Plastic Exchange’, yakni sampah plastik yang dikumpulkan oleh warga ditukar dengan beras.
GIANYAR, NusaBali
Sampah plastik yang mengotori permukaan dan alam bawah laut Bali, menggiring seorang top manajer di sebuah perusahaan kapal wisata di Pelabuhan Benoa, Denpasar, Nyoman Adi Artana, 48, beralih pekerjaan. Mank Adi, demikian dia akrab disapa, sejak 2015 mulai tergugah mengurus sampah plastik. Siapa sangka, saat pariwisata Bali terpuruk karena pandemi Covid-19, Mank Adi justru mendapat berkah dari mengurus sampah.
Ceritanya, bermula ketika dia bersama tim kapal wisatanya seperti biasa berlayar membawa wisatawan. Pelayaran bisa berlangsung selama 7 hari sampai 10 hari. Beragam aktivitas wisata disajikan untuk tamu. Paling sering, diving menikmati keindahan terumbu karang dan ikan.
Namun, sepanjang pelayaran ternyata terumbu karang yang jadi objek wisata relatif sering dihiasi sampah plastik. Mank Adi yang prihatin langsung membersihkan. Namun semakin sering dibersihkan justru sampah plastik semakin banyak.
Bahkan pria kelahiran Lampung Tengah, 10 September 1974, yang kini tinggal di Banjar Dlodtunon, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Gianyar, ini sampai menyiapkan jaring sampah di kapal wisata. Sekali pelayaran, jaring kapal wisatanya bisa mengangkut antara 500–700 kilogram sampah plastik dalam kondisi basah. Lama kelamaan Mank Adi mulai bosan. Sebab, sebanyak apapun sampah plastik yang berhasil dibersihkan, jika yang buang masih banyak, sampah tetap akan menumpuk.
“Sejak itu saya kepikiran harus berbuat sesuatu,” ucapnya saat ditemui di gudang Mank Adi Bali Recycling di Jalan Raya Tegenungan, Banjar Peninjoan, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Gianyar, Sabtu (12/3).
Mank Adi mendapat ide untuk menjaring sampah plastik dari sumber, agar sampah plastik tidak sampai hanyut ke laut. Mengikhlaskan pendapatannya dari pariwisata, Mank Adi mendirikan gudang kecil berukuran 7 meter x 5 meter. Mempekerjakan satu orang untuk menghimpun sampah plastik dari rumah tangga kemudian memilah. Tanpa memikirkan profit, Mank Adi memberikan gaji karyawannya ini Rp 2.500.000 per bulan.
Sampah yang sudah terkumpul, belum tahu harus dibawa ke mana. Jadilah Mank Adi terjerumus untuk belajar segala hal tentang persampahan. “Saya mulai cari link. Cari solusi. Cari teman, bergaul ke pelapak. Singgah ke TPA Suwung (Denpasar). Dan ternyata saya baru tahu semua jenis sampah plastik ada salurannya,” kata suami dari Ni Wayan Dosiskana, ini.
Dari gudang sederhana, Mank Adi mulai mengepakkan sayap. Merakit mesin pres bersama temannya seorang mekanik, hingga memperluas gudang yang kini luasnya sekitar 8 are. “Buat mesin pres sekitar tahun 2016 akhir, rakit sendiri, dibantu teman mekanik. Dimensi disesuaikan ukuran badan truk. Bisa masuk tiga ke samping, empat ke atas,” jelasnya.
Setelah punya mesin pres, Mank Adi mulai menganalisa potensi sumber material sampah plastik. “Saya jalin kerjasama dengan pengepul, ambil sampah plastik di banjar, pribadi, lembaga, kantor, bank, dan hotel,” imbuhnya.
Merasa tidak selamanya hidup sebagai praktisi pariwisata, Mank Adi sejak 2018 memilih fokus mengelola usaha barunya, mendaur ulang sampah plastik. “Saya mantapkan di sini. Eh, ternyata 2019-2020 pandemi. Pariwisata down, saya sibuk urus sampah,” kata bapak tiga orang anak, ini.
Dari aktivitasnya menggeluti sampah plastik, Mank Adi terlibat dalam aksi ‘Plastic Exchange’ yang dicetuskan oleh penggiat lingkungan Made Januryasa. Mank Adi lah yang mengangkut sampah plastik yang dikumpulkan oleh warga untuk ditukar beras. Selama pandemi, Mank Adi melakukan pengangkutan 65 sampai 70 kali per bulan dari banjar ke banjar. Sampah plastik yang terkumpul dikirim ke Jember, Jawa Timur. Dicacah menjadi bijih plastik. Dilelehkan menjadi palet sebagai bahan baku tekstil maupun perabotan. “Desa yang menginisiasi plastik exchange, lingkungannya sudah bersih. Motivasinya dapat beras, sehingga mereka mencari sampah plastik sampai di got-got,” ungkap Mank Adi.
Mank Adi pernah berangan-angan mendirikan perusahaan daur ulang yang komplet. Namun dia merasa belum mampu. “Karena ada limbah yang betul-betul harus dikelola dengan baik. Saya pikir belum mampu untuk itu. Ya akhirnya realistis s saja. Di Jawa, pabrik banyak, mereka kekurangan bahan baku bahkan sampai impor,” jelasnya.
Ke depan, Mank Adi mengaku akan terus berinovasi. Baginya seberapa banyak pengelolaan, timbulan sampah tidak berhenti. “Saya akan ambil sampah yang mencemari lingkungan. Kalau bukan kita siapa lagi?” tuturnya.
Selain terlibat pada aksi Plastic Exchange, Mank Adi juga bekerjasama dengan sponsor untuk mengelola sampah plastik Pasar Yadnya Blahbatuh. “Setiap pojokan kami taruh keranjang besar khusus sampah plastik. Kepala pasar memberikan aturan pada petugas kebersihan dan pedagang untuk mengumpulkan sampah plastik di keranjang,” kata Mank Adi.
Selanjutnya menjadi tugas Mank Adi untuk mengangkut. “Saya angkut setiap hari Sabtu, rata-rata bisa terkumpul 100 kilogram,” kata Mank Adi. Jika saja pemerintah mau menerapkan hal serupa, Mank Adi yakin setiap pasar akan memiliki pengelolaan sampah yang tepat. *nvi
Ceritanya, bermula ketika dia bersama tim kapal wisatanya seperti biasa berlayar membawa wisatawan. Pelayaran bisa berlangsung selama 7 hari sampai 10 hari. Beragam aktivitas wisata disajikan untuk tamu. Paling sering, diving menikmati keindahan terumbu karang dan ikan.
Namun, sepanjang pelayaran ternyata terumbu karang yang jadi objek wisata relatif sering dihiasi sampah plastik. Mank Adi yang prihatin langsung membersihkan. Namun semakin sering dibersihkan justru sampah plastik semakin banyak.
Bahkan pria kelahiran Lampung Tengah, 10 September 1974, yang kini tinggal di Banjar Dlodtunon, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Gianyar, ini sampai menyiapkan jaring sampah di kapal wisata. Sekali pelayaran, jaring kapal wisatanya bisa mengangkut antara 500–700 kilogram sampah plastik dalam kondisi basah. Lama kelamaan Mank Adi mulai bosan. Sebab, sebanyak apapun sampah plastik yang berhasil dibersihkan, jika yang buang masih banyak, sampah tetap akan menumpuk.
“Sejak itu saya kepikiran harus berbuat sesuatu,” ucapnya saat ditemui di gudang Mank Adi Bali Recycling di Jalan Raya Tegenungan, Banjar Peninjoan, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Gianyar, Sabtu (12/3).
Mank Adi mendapat ide untuk menjaring sampah plastik dari sumber, agar sampah plastik tidak sampai hanyut ke laut. Mengikhlaskan pendapatannya dari pariwisata, Mank Adi mendirikan gudang kecil berukuran 7 meter x 5 meter. Mempekerjakan satu orang untuk menghimpun sampah plastik dari rumah tangga kemudian memilah. Tanpa memikirkan profit, Mank Adi memberikan gaji karyawannya ini Rp 2.500.000 per bulan.
Sampah yang sudah terkumpul, belum tahu harus dibawa ke mana. Jadilah Mank Adi terjerumus untuk belajar segala hal tentang persampahan. “Saya mulai cari link. Cari solusi. Cari teman, bergaul ke pelapak. Singgah ke TPA Suwung (Denpasar). Dan ternyata saya baru tahu semua jenis sampah plastik ada salurannya,” kata suami dari Ni Wayan Dosiskana, ini.
Dari gudang sederhana, Mank Adi mulai mengepakkan sayap. Merakit mesin pres bersama temannya seorang mekanik, hingga memperluas gudang yang kini luasnya sekitar 8 are. “Buat mesin pres sekitar tahun 2016 akhir, rakit sendiri, dibantu teman mekanik. Dimensi disesuaikan ukuran badan truk. Bisa masuk tiga ke samping, empat ke atas,” jelasnya.
Setelah punya mesin pres, Mank Adi mulai menganalisa potensi sumber material sampah plastik. “Saya jalin kerjasama dengan pengepul, ambil sampah plastik di banjar, pribadi, lembaga, kantor, bank, dan hotel,” imbuhnya.
Merasa tidak selamanya hidup sebagai praktisi pariwisata, Mank Adi sejak 2018 memilih fokus mengelola usaha barunya, mendaur ulang sampah plastik. “Saya mantapkan di sini. Eh, ternyata 2019-2020 pandemi. Pariwisata down, saya sibuk urus sampah,” kata bapak tiga orang anak, ini.
Dari aktivitasnya menggeluti sampah plastik, Mank Adi terlibat dalam aksi ‘Plastic Exchange’ yang dicetuskan oleh penggiat lingkungan Made Januryasa. Mank Adi lah yang mengangkut sampah plastik yang dikumpulkan oleh warga untuk ditukar beras. Selama pandemi, Mank Adi melakukan pengangkutan 65 sampai 70 kali per bulan dari banjar ke banjar. Sampah plastik yang terkumpul dikirim ke Jember, Jawa Timur. Dicacah menjadi bijih plastik. Dilelehkan menjadi palet sebagai bahan baku tekstil maupun perabotan. “Desa yang menginisiasi plastik exchange, lingkungannya sudah bersih. Motivasinya dapat beras, sehingga mereka mencari sampah plastik sampai di got-got,” ungkap Mank Adi.
Mank Adi pernah berangan-angan mendirikan perusahaan daur ulang yang komplet. Namun dia merasa belum mampu. “Karena ada limbah yang betul-betul harus dikelola dengan baik. Saya pikir belum mampu untuk itu. Ya akhirnya realistis s saja. Di Jawa, pabrik banyak, mereka kekurangan bahan baku bahkan sampai impor,” jelasnya.
Ke depan, Mank Adi mengaku akan terus berinovasi. Baginya seberapa banyak pengelolaan, timbulan sampah tidak berhenti. “Saya akan ambil sampah yang mencemari lingkungan. Kalau bukan kita siapa lagi?” tuturnya.
Selain terlibat pada aksi Plastic Exchange, Mank Adi juga bekerjasama dengan sponsor untuk mengelola sampah plastik Pasar Yadnya Blahbatuh. “Setiap pojokan kami taruh keranjang besar khusus sampah plastik. Kepala pasar memberikan aturan pada petugas kebersihan dan pedagang untuk mengumpulkan sampah plastik di keranjang,” kata Mank Adi.
Selanjutnya menjadi tugas Mank Adi untuk mengangkut. “Saya angkut setiap hari Sabtu, rata-rata bisa terkumpul 100 kilogram,” kata Mank Adi. Jika saja pemerintah mau menerapkan hal serupa, Mank Adi yakin setiap pasar akan memiliki pengelolaan sampah yang tepat. *nvi
Komentar