Ajarkan Bapang Barong Hingga Majejahitan
Pasraman Paguyuban Kanda Pat di Desa Sedang, Badung
Pelestarian pakem tari Bapang Barong itu penting. Karena di Bali banyak pura memiliki tapakan Barong yang disakralkan.
MANGUPURA, NusaBali
Tradisi budaya Bali yang kian terkikis, terutama akibat kemajuan ekonomi dan teknologi, telah menjadi kekhawatiran Bali. Krama Bali baik secara pribadi dan komunal terus berjuang menghalau keterkikisan itu. Caranya, konsisten berjuang dengan melakoni segenap pratik tradisi budaya dan agama Hindu dresta Bali.
Salah satunya melalui kegiatan pasraman non formal sebagaimana dilakukan Desa Adat Sedang, Kecamatan Abiansemal, Badung. Sejumlah aktivitas pembelajaran seni budaya dan agama digelar.“Kami mengawali dengan visi dan misi bagaimana ngajegang (mengokohkan) seni budaya dan agama Hindu Bali,” ujar I Putu Gede Hendrawan alias Jro Hendra, Ketua Yayasan Paguyuban Kanda Pat di Desa/Adat Sedang, Senin (28/2).
Salah satu praktik ngajegang seni budaya dan agama Hindu Bali yang dengan menggelar Sedang Barong Festival (SBF) atau Festival Barong Sedang. SBF ini mulai tahun 2018 dan 2019. Karena pandemi Covid-19, SBF III ditunda. SBF bersifat terbuka dengan mengundang anak-anak penari Bapang Barong dan Kendang Tunggal untuk tampil. “Jadi kami buka wahana bagi-anak-anak untuk tampil berkreasi,” jelasnya.
Salah satu tujuan pokok SBF yakni melestarikan seni tari Bapang Barong sesuai pakem. “Bapang Barong itu ada pakem, tidak asal nyolahang (menarikan). Apalagi berkaitan dengan taksu,” jelas Jro Hendra. Pelestarian pakem tari Bapang Barong itu penting. Karena di Bali banyak pura memiliki tapakan Barong yang disakralkan.
Akivitas pasraman yang lain yakni majejahitan, membuat peralatan upakara dan yoga. Untuk majejahitan mulai dari ngreka (membuat pola), menjahit, matanding sampai ngaturang. “Ini kegiatan sehari-hari, terutama pada hari Kajeng Kliwon, Purnama, dan Tilem” terang praktisi pariwisata ini. Sedang yoga dan semadi untuk relaksasi kesehatan raga dan rohani. Dengan gerakan yoga akan bisa menanggulangi stres dan menetralisir pikiran agar kembali hening. Ada juga akvitas membuat perangkat Banten, seperti Katik Sate, klakat, dan yang lain. “Kami sampaikan kepada anak-anak muda juga agar terbiasa membuat uparengga,” terang Jro Hendra.
Kegiatan pasraman non formal di Desa Sedang diapresiasi dan didukung desa adat maupun Desa Sedang. “Kami di desa adat sangat mendukung (kegiatan pasraman non formal) sebagai salah satu upaya mengajegkan agama adat dan budaya Bali,” ucap Bendesa Adat Sedang I Gusti Ngurah Jaya Putra,47.
Pasraman non formal , lanjut I Gusti Ngurah Jaya Putra, sejalan dengan program di Desa Adat Sedang, terutama untuk kalangan yowana. Diantaranya, persembahyangan Purnama dan Tilem ke pura kahyangan tiga.
Desa Adat Sedang terdiri dari 6 banjar adat dengan 237 pekarangan dan 1.252 KK. Perbekel Sedang I Gede Budi Yoga,44, menyampaikan hal senada. Kata dia,
antara Desa Dinas dan Desa Adat Sedang bersinergi. Desa Sedang sesuai kewenangan mendukung penuh setiap kegiatan di desa. “Termasuk kegiatan pasraman tersebut,” jelasnya.
Melalui pasraman non formal, pemerintah desa juga bisa menyampaikan visi dan misi pemerintahan desa. Salah satunya mengajegkan agama, seni, adat dan budaya. Kolaborasi dan sinergi antara desa dinas dan adat di Desa Sedang inilah, kata Perbekel Gede Budi Yoga ibarat pasangan suami -istri. Desa dinas sebagai suami atau purusa, desa adat sebagai istri atau pihak pradana.
Terkait itu, Kantor Kementerian Agama Kabupaten Badung mendukung keberadaan pasraman non formal sebagaimana dilaksanakan Paguyuban Kanda Pat di Desa Sedang. “Pastinya kami sangat mendukung,” ujar Ida Bagus Putu Anom Arisudana, Plt Kasi Pendidikan Agama Hindu (Kasi Pena Hindu) Kantor Kementerian Agama Kabupaten Badung. Apalagi menyangkut seni dan budaya Bali yang mesti dilestarikan,Kantor Kementerian Agama Badung, tentu mensuportnya.
Di Kabupaten Badung, kata Ida Bagus Anom Arisudana, sudah ada 8 pasraman non formal yang sudah terdaftar. Sedang yang sudah terbantu 4 pasraman. Sedang bantuan untuk 4 pasraman non formal yang lain masih dalam proses. “Karena terdaftarnya baru masuk tahun 2021,” jelasnya.
IB Anom Arisudana mengajak kalangan generasi muda melestarikan seni dan budaya Bali. Karena apa yang dilihat oleh orang luar ke Bali adalah melihat seni dan budayanya. “Kita bangga melihat ada orang bisa majejahitan, mageguntangan, yoga dan lainnya,” kata IB Anom Arisudana.*k17
Salah satunya melalui kegiatan pasraman non formal sebagaimana dilakukan Desa Adat Sedang, Kecamatan Abiansemal, Badung. Sejumlah aktivitas pembelajaran seni budaya dan agama digelar.“Kami mengawali dengan visi dan misi bagaimana ngajegang (mengokohkan) seni budaya dan agama Hindu Bali,” ujar I Putu Gede Hendrawan alias Jro Hendra, Ketua Yayasan Paguyuban Kanda Pat di Desa/Adat Sedang, Senin (28/2).
Salah satu praktik ngajegang seni budaya dan agama Hindu Bali yang dengan menggelar Sedang Barong Festival (SBF) atau Festival Barong Sedang. SBF ini mulai tahun 2018 dan 2019. Karena pandemi Covid-19, SBF III ditunda. SBF bersifat terbuka dengan mengundang anak-anak penari Bapang Barong dan Kendang Tunggal untuk tampil. “Jadi kami buka wahana bagi-anak-anak untuk tampil berkreasi,” jelasnya.
Salah satu tujuan pokok SBF yakni melestarikan seni tari Bapang Barong sesuai pakem. “Bapang Barong itu ada pakem, tidak asal nyolahang (menarikan). Apalagi berkaitan dengan taksu,” jelas Jro Hendra. Pelestarian pakem tari Bapang Barong itu penting. Karena di Bali banyak pura memiliki tapakan Barong yang disakralkan.
Akivitas pasraman yang lain yakni majejahitan, membuat peralatan upakara dan yoga. Untuk majejahitan mulai dari ngreka (membuat pola), menjahit, matanding sampai ngaturang. “Ini kegiatan sehari-hari, terutama pada hari Kajeng Kliwon, Purnama, dan Tilem” terang praktisi pariwisata ini. Sedang yoga dan semadi untuk relaksasi kesehatan raga dan rohani. Dengan gerakan yoga akan bisa menanggulangi stres dan menetralisir pikiran agar kembali hening. Ada juga akvitas membuat perangkat Banten, seperti Katik Sate, klakat, dan yang lain. “Kami sampaikan kepada anak-anak muda juga agar terbiasa membuat uparengga,” terang Jro Hendra.
Kegiatan pasraman non formal di Desa Sedang diapresiasi dan didukung desa adat maupun Desa Sedang. “Kami di desa adat sangat mendukung (kegiatan pasraman non formal) sebagai salah satu upaya mengajegkan agama adat dan budaya Bali,” ucap Bendesa Adat Sedang I Gusti Ngurah Jaya Putra,47.
Pasraman non formal , lanjut I Gusti Ngurah Jaya Putra, sejalan dengan program di Desa Adat Sedang, terutama untuk kalangan yowana. Diantaranya, persembahyangan Purnama dan Tilem ke pura kahyangan tiga.
Desa Adat Sedang terdiri dari 6 banjar adat dengan 237 pekarangan dan 1.252 KK. Perbekel Sedang I Gede Budi Yoga,44, menyampaikan hal senada. Kata dia,
antara Desa Dinas dan Desa Adat Sedang bersinergi. Desa Sedang sesuai kewenangan mendukung penuh setiap kegiatan di desa. “Termasuk kegiatan pasraman tersebut,” jelasnya.
Melalui pasraman non formal, pemerintah desa juga bisa menyampaikan visi dan misi pemerintahan desa. Salah satunya mengajegkan agama, seni, adat dan budaya. Kolaborasi dan sinergi antara desa dinas dan adat di Desa Sedang inilah, kata Perbekel Gede Budi Yoga ibarat pasangan suami -istri. Desa dinas sebagai suami atau purusa, desa adat sebagai istri atau pihak pradana.
Terkait itu, Kantor Kementerian Agama Kabupaten Badung mendukung keberadaan pasraman non formal sebagaimana dilaksanakan Paguyuban Kanda Pat di Desa Sedang. “Pastinya kami sangat mendukung,” ujar Ida Bagus Putu Anom Arisudana, Plt Kasi Pendidikan Agama Hindu (Kasi Pena Hindu) Kantor Kementerian Agama Kabupaten Badung. Apalagi menyangkut seni dan budaya Bali yang mesti dilestarikan,Kantor Kementerian Agama Badung, tentu mensuportnya.
Di Kabupaten Badung, kata Ida Bagus Anom Arisudana, sudah ada 8 pasraman non formal yang sudah terdaftar. Sedang yang sudah terbantu 4 pasraman. Sedang bantuan untuk 4 pasraman non formal yang lain masih dalam proses. “Karena terdaftarnya baru masuk tahun 2021,” jelasnya.
IB Anom Arisudana mengajak kalangan generasi muda melestarikan seni dan budaya Bali. Karena apa yang dilihat oleh orang luar ke Bali adalah melihat seni dan budayanya. “Kita bangga melihat ada orang bisa majejahitan, mageguntangan, yoga dan lainnya,” kata IB Anom Arisudana.*k17
Komentar