MUTIARA WEDA: Jika Hal Itu Pasti?
Jātasya hi dhruvo mrtyur dhruvam janma mrtasya ca, Tasmād aparihārye’rthe na tvam socitum arhasi. (Bhagavad-gita, II.27)
Semua yang lahir pasti akan mati, dan sebaliknya kematian juga diikuti oleh kelahiran. Oleh karena itu, mengapa takut terhadap hal-hal yang tidak bisa dihindari?
GUNA membela dan mempertahankan kerajaan Hastina Pura, Bhisma tidak memihak kepada Yudistira dalam perang Mahabharata. Bahkan perang ini pun disinyalir terjadi oleh karena serangkaian kejadian akibat keputusan Bhisma sendiri, seperti tidak menikah, memenangkan sayembara tetapi hasilnya diserahkan kepada adiknya, dan yang lainnya. Alasannya adalah mempertahankan tradisi luhur kerajaan yang telah diwariskan oleh para pendahulunya. Dalam kisah berbeda, Kumbakarna juga membela kakaknya Rahvana, meskipun dia tahu situasi yang berkembang. Dengan alasan membela bangsa dan tanah air dia berjuang di bawah panji-panji Alengka. Kemudian, jika ditelusuri sejarah perkembangan berbagai peradaban yang pernah hadir di muka bumi, akan ditemui sederetan kisah yang sejenis. Apa artinya? Peradaban tersebut memunculkan pahlawan luar biasa. Tetapi, kehadirannya justru menjadi pemicu dan mempercepat proses kehancuran peradaban tersebut.
Mengapa bisa demikian? Jika mengacu teks di atas, maka kita dapat memahaminya. Seperti apa? Sesuatu yang pernah mengada lambat laun akan meniada. Sebaliknya, sesuatu yang meniada itu, pada masa tertentu akan mengada lagi dalam bentuk yang berbeda. Artinya, pada suatu masa akan ada peradaban yang muncul dan ada yang menghilang silih berganti. Kelahiran dan kematian adalah sesuatu yang absolut, memang telah ditentukan demikian. Tidak ada yang bisa mengelak darinya. Dia yang lahir akan mati, dan yang mati akan lahir kembali. Prinsip yang mendasarinya adalah deterministik absolut. Kita tidak punya pilihan selain menerimanya.
Berkaca dari hal tersebut, oleh karena bersifat deterministic, kita bisa memastikan bahwa kejadian itu pun akan terjadi di masa sekarang dan di masa yang akan datang. Ada suatu masa budaya atau peradaban tertentu muncul dan berkembang, serta pada saat bersamaan ada peradaban yang mengalami kehancuran. Jika sudah masanya untuk berkembang, maka kekuatan apapun yang berupaya menghalanginya akan terpental. Bahkan kekuatan itu rontok dengan sendirinya. Kekuatan itu melemah sendiri dari dalam sehingga pendukung peradaban yang sedang berkembang itu tidak perlu menggalang kekuatan untuk melawan penyerangnya itu. Misalnya contoh kasus kemarin. Beberapa komponen masyarakat menolak pemindahan ibu kota ke Kalimantan. Pemerintah belum melakukan counter apa-apa, tiba-tiba saat mereka press conference, dia sendiri yang terpeleset bicara sehingga menimbulkan kemarahan masyarakat Kalimantan tempat ibu kota baru tersebut dibangun. Kekuatan yang menolak pemindahan itu pun melemah dengan sendirinya karena mesti menghadapi kekuat
an luar yang datangnya tidak pernah diperhitungkan.
Jika pemerintah yang melakukan counter mungkin akan berbeda situasinya. Karena, kekuatan yang menolak pemindahan itu justru menunggu moment tersebut dan telah mempertimbangkannya dengan matang. Jadi, boleh dikatakan, jika ada sesuatu yang baru memang harus terbangun, maka setiap kekuatan yang menolaknya justru mengukuhkan keberadaannya untuk semakin kokoh terbangun. Dengan cara yang sama, jika ada sebuah peradaban harus mengalami kemunduran, maka pahlawan mana pun datang dan berupaya mengatasi kemunduran tersebut tidak akan bisa berbuat apa-apa. Malahan, kehadiran sang pahlawan itu justru mempercepat dan mengukuhkan kehancuran itu sendiri. Apapun strategi yang dibuatnya akan tetap memperlemah pondasi yang dibelanya. Seperti halnya penuaan wajah, sehebat apapun teknologi yang digunakan untuk anti-aging, penuaan akan tetap berlangsung dan bahkan teknologi tersebut kemungkinan besar dapat merusak sistem tubuh dan justru mempercepat proses kematiannya.
Oleh karena demikian, Krishna menyarankan kepada Arjuna agar tidak takut terhadap sesuatu yang memang sudah pasti. Jika kematian adalah kepastian bagi sesuatu yang pernah lahir, maka untuk apa takut akan kematian? Jika kemunculan hal baru adalah kepastian dari sesuatu yang pernah atau akan mati, lalu mengapa takut akan sesuatu yang baru? Namun, jika kita lihat situasi ini dari luar, maka kita dapat simpulkan bahwa, ‘seperti itulah lakon drama kehidupan itu’. Masing-masing telah diperuntukkan oleh Sang Sutradara untuk melakoni perannya. Tapi, bagi yang tidak mengambil peran, apa yang bisa dikerjakannya? Tentu menonton dan menikmati babak-babak drama itu! *
I Gede Suwantana
Komentar