Desa Pakraman Kertha Jaya Pendem, Jembrana, Miliki 4 Pecalang Perempuan
‘Misi’ pecalang perempuan antara lain menekan kasus KDRT. Desa Pakraman Kertha Jaya Pendem memiliki 12 ribu jiwa, jumlah perempuan 4 banding 1 dengan laki-laki.
NEGARA, NusaBali
Desa Pakraman Kertha Jaya Pendem, Kelurahan Pendem, Kecamatan/Kabupaten Jembrana, mengukuhkan 25 pecalang, Sabtu (4/3). Uniknya, empat di antara 25 orang petugas keamanan adat ini adalah perempuan. Keberadaan perempuan dalam pasukan yang identik dengan saput poleng ini, kemungkinan menjadi pertama di Bali. ‘Beban tugas’ empat pecalang perempuan tersebut antara lain menekan kasus KDRT, kenakalan remaja, dan pelecehan seksual.
Pecalang perempuan yang telah dikukuhkan di Pura Puseh Desa Pakraman Kertha Jaya Pendem oleh Wakil Bupati Jembrana I Made Kembang Hartawan, adalah Ni Ketut Sudiartini, 35, dari Lingkungan Satria, Ni Wayan Suami, 49, dari Lingkungan Pendem, Iluh Mariani, 35, dari Lingkungan Pancardawa, dan Ni Komang Mertawati, 40, dari Lingkugan Dewasana.
Pengukuhan tersebut ditandai dengan penyematan kaos serta selendang oleh Wabup Kembang Hartawan, serta penyematan rompi oleh Kapolres Jembrana AKBP Djoni Widodo. Pengukuhan tersebut juga dihadiri anggota DPRD Jembrana asal Desa Pakraman Kertha Jaya Pendem IB Susrama, perwakilan Kodim 1617 Jembrana, Camat Jembrana I Gusti Putu Anom Saputra, Lurah Pendem I Wayan Putra Mahardika, dan krama desa setempat.
Bendesa Pakraman Kertha Jaya Pendem I Wayan Diandra, mengatakan, inisiatif memunculkan pecalangan perempuan, karena merasa kehadiran sosok yang memiliki sifat keibuan diperlukan dalam menjaga keamanan desa pakraman. Pecalang perempuan yang telah dikukuhkan ini, sebelumnya telah melalui seleksi yang digelar pihak desa pakraman setempat. Sejumlah syarat harus dipenuhi, di antaranya, calon pecalang adalah krama desa setempat, harus siap ngayah, dan memiliki dedikasi dalam artian memang dipilih orang yang memiliki track record cukup baik, memiliki wawasan pergaulan.
Menurutnya, dengan kehadiran pecalang perempuan, dapat memberikan pengayoman lebih maksimal kepada krama, khusunya krama istri (wanita). Dicontohkan, sebenarnya selama ini banyak muncul permasalah adat melibatkan krama istri, yang sebenarnya dapat dicegah lebih dini.
“Ya biasa ada krama istri yang memiliki permasalahan keluarga, sering merasa ewuh-pakewuh kalau bercerita kepada pecalang pria. Dengan adanya pecalang perempuan, masalah-masalah kecil di keluarga yang bisa diselesaikan di tingkat desa, akan lebih baik diselesaikan di tingkat desa dan tidak harus sampai melapor ke kepolisian,” ujar Diandra.
Salah seorang pecalang perempuan, Ni Ketut Sudiartini, mengatakan, dia menjadi pecalang karena dia dan suaminya, Joko Pribadi, 37, kerap menyaksikan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), baik dalam kehidupan sehari-hari maupun di televisi.
“Jauh sebelum ditunjuk untuk menjadi pecalang, suami sering bilang, kalau di Desa Pakraman Kertha Jaya Pendem ada pecalang perempuan, saya disuruh ikut,” ujar Sudiartini, ketika ditemui NusaBali, Sabtu malam.
Dorongan suaminya makin menguatkan niatnya untuk menjadi bagian dari pecalang Desa Pakraman Kertha Jaya Pendem. “Makanya saat diminta (untuk menjaid pecalang), suami saya langsung setuju. Karena memang cita-citanya dia, dan saya juga tidak masalah karena memang dibutuhkan,” tutur Sudiartini, ibu dua orang anak, masing-masing berumur 14 tahun (kelas VII SMP) dan 10 tahun (kelas III SD).
Bendesa Wayan Diandra, menambahkan, sejatinya ide untuk merekrut pecalang perempuan yang tersebar di empat wilayah banjar adat, antara lain untuk menekan kasus KDRT di wilayah desa pakraman. Sebelumnya dia meminta kepada Kapolres Jembrana, agar ditempatkan polwan sebagai Babinkamtibmas.
“Hasil paruman desa pada 17 Februari lalu, diputuskan untuk membentuk pecalang perempuan ini,” kata Diandra.
“Intinya motivasi kami di desa adat, antara lain mencegah kasus KDRT di wilayah kami. Selama ini, kami lihat banyak krama istri yang sebenarnya memiliki masalah di keluarganya, tetapi tertutup, dan ujung-ujungnya ketika ada kasus KDRT langsung lapor polisi. Ya itu, kami lihat karena terakumulasi kemarahan yang terpendam. Minimal dengan Babinkamtibmas termasuk pecalangan perempuan, jadi ada tempat mengadu, karena tidak mungkin kan mengadu kepada pecalang yang pria,” imbuh Diandra.
Dalam cakupan lebih luas, lanjut Diandra, empat pecalang perempuan itu membawa misi menekan kasus-kasus pelecehan seksual. Juga dengan kasus kenakalan remaja. "Penduduk kami di sini kebetulan kebanyakan perempuan. Ada sebanyak 12 ribu jiwa, dan yang perempuannya hampir 4 berbanding 1 dengan yang lelaki,” ungkapnya.
Kehadiran empat pecalang perempuan ini, semakin menambah keterlibatan wanita dalam pengaman wilayah. Pada awal Februari lalu, Kapolres AKBP Djoni Widodo menempatkan Aipda Ni Ketut Wartini sebagai Babinkamtibmas Kelurahan Pendem. Aipda Wartini yang sebelumnya menjadi penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Sat Reskrim Polres Jembrana, merupakan warga setempat, dan sempat ikut dilantik Sabtu kemarin.
Kapolres AKBP Djoni Widodo sangat menyambut baik pengukuhan pecalang perempuan, yang merupakan wujud emansipasi. Menurutnya, banyak contoh peranan wanita di dalam mempertahankan NKRI, seperti di TNI/Polri ada Kowad, Kowal, Polwan. Nantinya, pecalang wanita yang baru mulai dimunculkan ini, diminta berperan maksimal seperti pecalang pria. Jika terjadi pelanggaran harus berani menegur. "Memang seorang wanita memiliki kodrat yang berbeda dengan pria, namun di zaman sekarang sudah banyak profesi pria dilakukan oleh wanita. Hal itu tentunya merupakan hal yang luar biasa. Namun jangan lupa setinggi-tingginya jabatan seorang wanita, begitu di rumah tangga tetaplah pria yang menjadi pemimpin," pesannya.
Wabup Kembang mengatakan, setiap pecalang memang harus peka dan waspada terhadap hal-hal yang negatif di lingkungannya. Apalagi dinamikan sekarang banyak hal yang terjadi di desa. Ada kasus narkoba, KDRT, pelecehan seksual, dan masalah lainnya.
“Pecalang tidak hanya mengamankan kegiatan upacara adat, namun juga harus waspada akan hal-hal negatif di sekelilingnya. Pecalang juga harus menjadi contoh di masyarakat, jangan sampai justru pecalangnya tertangkap basah berjudi, selingkuh, dan melakukan hal negatif lainnya,” ujar Wabup Kembang Hartawan. * ode
Desa Pakraman Kertha Jaya Pendem, Kelurahan Pendem, Kecamatan/Kabupaten Jembrana, mengukuhkan 25 pecalang, Sabtu (4/3). Uniknya, empat di antara 25 orang petugas keamanan adat ini adalah perempuan. Keberadaan perempuan dalam pasukan yang identik dengan saput poleng ini, kemungkinan menjadi pertama di Bali. ‘Beban tugas’ empat pecalang perempuan tersebut antara lain menekan kasus KDRT, kenakalan remaja, dan pelecehan seksual.
Pecalang perempuan yang telah dikukuhkan di Pura Puseh Desa Pakraman Kertha Jaya Pendem oleh Wakil Bupati Jembrana I Made Kembang Hartawan, adalah Ni Ketut Sudiartini, 35, dari Lingkungan Satria, Ni Wayan Suami, 49, dari Lingkungan Pendem, Iluh Mariani, 35, dari Lingkungan Pancardawa, dan Ni Komang Mertawati, 40, dari Lingkugan Dewasana.
Pengukuhan tersebut ditandai dengan penyematan kaos serta selendang oleh Wabup Kembang Hartawan, serta penyematan rompi oleh Kapolres Jembrana AKBP Djoni Widodo. Pengukuhan tersebut juga dihadiri anggota DPRD Jembrana asal Desa Pakraman Kertha Jaya Pendem IB Susrama, perwakilan Kodim 1617 Jembrana, Camat Jembrana I Gusti Putu Anom Saputra, Lurah Pendem I Wayan Putra Mahardika, dan krama desa setempat.
Bendesa Pakraman Kertha Jaya Pendem I Wayan Diandra, mengatakan, inisiatif memunculkan pecalangan perempuan, karena merasa kehadiran sosok yang memiliki sifat keibuan diperlukan dalam menjaga keamanan desa pakraman. Pecalang perempuan yang telah dikukuhkan ini, sebelumnya telah melalui seleksi yang digelar pihak desa pakraman setempat. Sejumlah syarat harus dipenuhi, di antaranya, calon pecalang adalah krama desa setempat, harus siap ngayah, dan memiliki dedikasi dalam artian memang dipilih orang yang memiliki track record cukup baik, memiliki wawasan pergaulan.
Menurutnya, dengan kehadiran pecalang perempuan, dapat memberikan pengayoman lebih maksimal kepada krama, khusunya krama istri (wanita). Dicontohkan, sebenarnya selama ini banyak muncul permasalah adat melibatkan krama istri, yang sebenarnya dapat dicegah lebih dini.
“Ya biasa ada krama istri yang memiliki permasalahan keluarga, sering merasa ewuh-pakewuh kalau bercerita kepada pecalang pria. Dengan adanya pecalang perempuan, masalah-masalah kecil di keluarga yang bisa diselesaikan di tingkat desa, akan lebih baik diselesaikan di tingkat desa dan tidak harus sampai melapor ke kepolisian,” ujar Diandra.
Salah seorang pecalang perempuan, Ni Ketut Sudiartini, mengatakan, dia menjadi pecalang karena dia dan suaminya, Joko Pribadi, 37, kerap menyaksikan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), baik dalam kehidupan sehari-hari maupun di televisi.
“Jauh sebelum ditunjuk untuk menjadi pecalang, suami sering bilang, kalau di Desa Pakraman Kertha Jaya Pendem ada pecalang perempuan, saya disuruh ikut,” ujar Sudiartini, ketika ditemui NusaBali, Sabtu malam.
Dorongan suaminya makin menguatkan niatnya untuk menjadi bagian dari pecalang Desa Pakraman Kertha Jaya Pendem. “Makanya saat diminta (untuk menjaid pecalang), suami saya langsung setuju. Karena memang cita-citanya dia, dan saya juga tidak masalah karena memang dibutuhkan,” tutur Sudiartini, ibu dua orang anak, masing-masing berumur 14 tahun (kelas VII SMP) dan 10 tahun (kelas III SD).
Bendesa Wayan Diandra, menambahkan, sejatinya ide untuk merekrut pecalang perempuan yang tersebar di empat wilayah banjar adat, antara lain untuk menekan kasus KDRT di wilayah desa pakraman. Sebelumnya dia meminta kepada Kapolres Jembrana, agar ditempatkan polwan sebagai Babinkamtibmas.
“Hasil paruman desa pada 17 Februari lalu, diputuskan untuk membentuk pecalang perempuan ini,” kata Diandra.
“Intinya motivasi kami di desa adat, antara lain mencegah kasus KDRT di wilayah kami. Selama ini, kami lihat banyak krama istri yang sebenarnya memiliki masalah di keluarganya, tetapi tertutup, dan ujung-ujungnya ketika ada kasus KDRT langsung lapor polisi. Ya itu, kami lihat karena terakumulasi kemarahan yang terpendam. Minimal dengan Babinkamtibmas termasuk pecalangan perempuan, jadi ada tempat mengadu, karena tidak mungkin kan mengadu kepada pecalang yang pria,” imbuh Diandra.
Dalam cakupan lebih luas, lanjut Diandra, empat pecalang perempuan itu membawa misi menekan kasus-kasus pelecehan seksual. Juga dengan kasus kenakalan remaja. "Penduduk kami di sini kebetulan kebanyakan perempuan. Ada sebanyak 12 ribu jiwa, dan yang perempuannya hampir 4 berbanding 1 dengan yang lelaki,” ungkapnya.
Kehadiran empat pecalang perempuan ini, semakin menambah keterlibatan wanita dalam pengaman wilayah. Pada awal Februari lalu, Kapolres AKBP Djoni Widodo menempatkan Aipda Ni Ketut Wartini sebagai Babinkamtibmas Kelurahan Pendem. Aipda Wartini yang sebelumnya menjadi penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Sat Reskrim Polres Jembrana, merupakan warga setempat, dan sempat ikut dilantik Sabtu kemarin.
Kapolres AKBP Djoni Widodo sangat menyambut baik pengukuhan pecalang perempuan, yang merupakan wujud emansipasi. Menurutnya, banyak contoh peranan wanita di dalam mempertahankan NKRI, seperti di TNI/Polri ada Kowad, Kowal, Polwan. Nantinya, pecalang wanita yang baru mulai dimunculkan ini, diminta berperan maksimal seperti pecalang pria. Jika terjadi pelanggaran harus berani menegur. "Memang seorang wanita memiliki kodrat yang berbeda dengan pria, namun di zaman sekarang sudah banyak profesi pria dilakukan oleh wanita. Hal itu tentunya merupakan hal yang luar biasa. Namun jangan lupa setinggi-tingginya jabatan seorang wanita, begitu di rumah tangga tetaplah pria yang menjadi pemimpin," pesannya.
Wabup Kembang mengatakan, setiap pecalang memang harus peka dan waspada terhadap hal-hal yang negatif di lingkungannya. Apalagi dinamikan sekarang banyak hal yang terjadi di desa. Ada kasus narkoba, KDRT, pelecehan seksual, dan masalah lainnya.
“Pecalang tidak hanya mengamankan kegiatan upacara adat, namun juga harus waspada akan hal-hal negatif di sekelilingnya. Pecalang juga harus menjadi contoh di masyarakat, jangan sampai justru pecalangnya tertangkap basah berjudi, selingkuh, dan melakukan hal negatif lainnya,” ujar Wabup Kembang Hartawan. * ode
Komentar