Sudirta Dorong Pembentukan Komisi Pemberantasan Mafia Tanah
Komisi II Sebut Keterlibatan Oknum Sangat Masif
JAKARTA, NusaBali
Maraknya penguasaan tanah oleh mafia tanah mengundang rasa prihatin Anggota Komisi III DPR RI, Fraksi PDIP dari daerah pemilihan (dapil) Bali Wayan Sudirta.
Terlebih tanah yang dikuasai oleh para mafia adalah tanah milik rakyat. Mereka pun, menguasai dengan berbagai cara.
Modus para mafia untuk menguasai tanah milik rakyat ini kata Sudirta harus ada solusi, supaya tidak rakyat jadi korban. "Jadi, sudah tiba waktunya membuat Komisi Pemberantasan Mafia Tanah," ujar Sudirta di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (15/3).
Menurut Sudirta, para mafia tanah menguasai tanah dengan cara fisik dan melalui pengadilan dengan cara memalsukan dokumen-dokumen.
Kemudian bila mafia tanah kalah di pengadilan, mereka berusaha agar putusan tidak dapat diesekusi. Mereka pun, bermain tidak sendirian. Oleh karena itu, aparat baik Kepolisian dan Kejaksaan diminta berani menindak para mafia tanah. "UU Agraria bagi saya sudah memadai. Tinggal aparat mau tidak melalukan penyilidikan terhadap mafia tanah. Sehebat apapun UU, jika pelaksananya tidak bisa melakukan pencegahan akan kurang subtansinya," papar advokat senior ini.
Untuk itu, lanjut Sudirta, pembentukan Komisi Pemberantasan Mafia Tanah menjadi mendesak. Orang-orangnya pun harus dipilih orang hebat seperti di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Jika tidak, tak akan jalan. Terlebih bila yang memimpin adalah orang yang sibuk dengan tugas lainnya sehingga tidak fokus menangani mafia tanah," ucap politisi asal Desa Pidpid, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem yang menjabat Ketua Panitia Perancang Undang-undang (PPUU) DPD RI 2004-2009 dan 2009-2014 ini.
Sementara Anggota Komisi II DPR RI Sodik Mujahid yang membidangi Pertanahan mendukung wacana pembentukan Komisi Pemberantasan Mafia Tanah. Dia menjelaskan, hasil survei Komisi II DPR RI, mafia tanah berasal dari beberapa oknum. Pertama, oknum Badan Pertanahan Nasional (BPN). Kedua, oknum-oknum pejabat akte tanah, termasuk oknum pensiunan.
Ketiga, oknum camat, oknum lurah dan oknum di pemerintah daerah. Keempat, ada juga masyarakat atau tokoh-tokoh tuan tanah. Lalu, terakhir yang menjadi kekhawatiran adalah oknum-oknum penegak hukum seperti oknum polisi, oknum jaksa dan oknum hakim. Keterkaitan para oknum ini sangat masif. “Maka semakin lengkaplah mafia tanah itu. Bagaimana kita mengatasinya? Yaitu dengan cara penegakan kekuatan hukumnya. Sebenarnya sudah ada satgas tetapi belum maksimal kerjanya. Maka benar, jika ada Komisi pemberantasan Mafia Tanah, itu luar biasa bagus dan kami dukung,” tegas politisi dari Fraksi Gerindra ini. *k22
Menurut Sudirta, para mafia tanah menguasai tanah dengan cara fisik dan melalui pengadilan dengan cara memalsukan dokumen-dokumen.
Kemudian bila mafia tanah kalah di pengadilan, mereka berusaha agar putusan tidak dapat diesekusi. Mereka pun, bermain tidak sendirian. Oleh karena itu, aparat baik Kepolisian dan Kejaksaan diminta berani menindak para mafia tanah. "UU Agraria bagi saya sudah memadai. Tinggal aparat mau tidak melalukan penyilidikan terhadap mafia tanah. Sehebat apapun UU, jika pelaksananya tidak bisa melakukan pencegahan akan kurang subtansinya," papar advokat senior ini.
Untuk itu, lanjut Sudirta, pembentukan Komisi Pemberantasan Mafia Tanah menjadi mendesak. Orang-orangnya pun harus dipilih orang hebat seperti di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Jika tidak, tak akan jalan. Terlebih bila yang memimpin adalah orang yang sibuk dengan tugas lainnya sehingga tidak fokus menangani mafia tanah," ucap politisi asal Desa Pidpid, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem yang menjabat Ketua Panitia Perancang Undang-undang (PPUU) DPD RI 2004-2009 dan 2009-2014 ini.
Sementara Anggota Komisi II DPR RI Sodik Mujahid yang membidangi Pertanahan mendukung wacana pembentukan Komisi Pemberantasan Mafia Tanah. Dia menjelaskan, hasil survei Komisi II DPR RI, mafia tanah berasal dari beberapa oknum. Pertama, oknum Badan Pertanahan Nasional (BPN). Kedua, oknum-oknum pejabat akte tanah, termasuk oknum pensiunan.
Ketiga, oknum camat, oknum lurah dan oknum di pemerintah daerah. Keempat, ada juga masyarakat atau tokoh-tokoh tuan tanah. Lalu, terakhir yang menjadi kekhawatiran adalah oknum-oknum penegak hukum seperti oknum polisi, oknum jaksa dan oknum hakim. Keterkaitan para oknum ini sangat masif. “Maka semakin lengkaplah mafia tanah itu. Bagaimana kita mengatasinya? Yaitu dengan cara penegakan kekuatan hukumnya. Sebenarnya sudah ada satgas tetapi belum maksimal kerjanya. Maka benar, jika ada Komisi pemberantasan Mafia Tanah, itu luar biasa bagus dan kami dukung,” tegas politisi dari Fraksi Gerindra ini. *k22
Komentar