30 Tahun Tanpa Sulinggih, Gria Dalem Batan Getas Angkat Rsi Bhujangga Waisnawa
DENPASAR, NusaBali
Setelah selama 30 tahun Gria Dalem Batan Getas, Desa Dauh Puri Kangin, Denpasar Barat, tidak memiliki sulinggih, warga Bhujangga Waisnawa akhirnya memilih salah satu trahnya diangkat menjadi Rsi Bhujangga Waisnawa yakni Guru Mangku Putu Gede Artha Negara, 72, bersama istrinya Biyang Mangku Luh Gede Karmini, 64.
Rsi Yadnya Padiksan akan digelar pada Wraspati Paing Dukut, Kamis (17/3) hari ini, di Gria Dalem Batan Getas yang rencananya akan dihadiri oleh Walikota Denpasar I Gusti Ngurah Jaya Negara, Ketua DPRD Kota Denpasar I Gusti Ngurah Gede, perwakilan dari Kementerian Agama RI, Ketua PHDI Kota Denpasar, Bendesa Madya Majelis Desa Adat (MDA) Kota Denpasar, Puri Pemecutan, Puri Gerenceng, dan Puri Satria.
Ketua Panitia Acara Nyoman Gede Arta Sagita didampingi ketua Moncol Mahawarga Bujangga Waisnawa Kota Denpasar, Kelian Banjar Adat Gelogor, I Ketut Bagus Kerta Negara, Rabu (16/3), mengungkapkan terkait Gria Dalem Batan Getas sudah 30 tahun tidak memiliki sulinggih. Padahal, Gria tersebut merupakan wed (gria pertama) dari gria-gria Bhujangga Waisnawa lainnya. Sebelumnya, Gria Dalem Batan Getas memiliki sulinggih Ida Rsi Bujangga Waisnawa Surya Atmaja. Namun karena lebar di tahun 1992, sampai saat ini belum ada penerus yang menggantikannya.
“Keduanya yang akan melakukan padiksan sekarang merupakan keturunan dari Ida Rsi Bujangga Waisnawa Surya Atmaja yang merupakan sulinggih sebelumnya. Dilakukan padiksan (madwijati) saat ini karena tuntutan keluarga, apalagi kondisi geria sudah 30 tahun diam. Ini juga merupakan petunjuk leluhur,” kata Gede Arta.
Dengan diangkatnya kembali Rai Bhujangga Waisnawa artinya, Gria Dalem Batan Getas akan kembali bangkit seperti sebelumnya. “Mengapa lama digantinya, karena dulu kakak dari Guru Mangku Putu Gede Artha Negara sempat ditunjuk, namun karena kegiatannya masih banyak terikat pekerjaan maka kembali ditunda sampai akhirnya meninggal,” ucapnya.
Setelah meninggal, kembali belum ada calon penerus sulinggih yang bisa menggantikan Rsi Bhujangga Waisnawa sebelumnya. Hingga akhirnya, lima tahun lalu pihak keluarga dan petunjuk leluhur memutuskan untuk menunjuk Guru Mangku Putu Gede Artha Negara sebagai penerusnya yang sekaligus juga sebagai pemangku di gria tersebut sejak 2015 lalu.
Namun, sejak ditunjuk itu, Guru Mangku Putu Gede Artha Negara meminta waktu untuk menjadi sulinggih dengan alasan karena masih berstatus pegawai negeri sipil (PNS) dan masih menanggung anaknya yang belum menikah. Berselang 5 tahun, akhirnya semua kewajiban itu terselesaikan dan barulah Guru Mangku Putu Gede Artha Negara dan istri bersedia diangkat sebagai Ida Rsi Bhujangga Waisnawa.
Persiapan padiksan ini membutuhkan waktu selama sebulan. Setelah Guru Mangku Putu Gede Artha Negara menyatakan siap untuk diangkat, pihak keluarga melakukan paruman khusus mulai 30 November 2021 lalu. Setelah mendapatkan kesepakatan proses berlanjut meminta petunjuk ke nabenya yakni Ida Rsi Nabe Oka Widnyana di Gria Yadnya Sari Ubung. Dari perjalanan itu diberikan restu dan dudonan.
“Dari dasar dudonan itu dibentuk panitia dan ditindaklanjuti dengan koordinasi ke moncol pusat Bhujangga Waisnawa. Setelah itu dilanjutkan dharma suaka (penggalangan) dengan Bhujangga sajebag Bali,” imbuh Gede Arta.
Selanjutnya persiapan dilanjutkan dengan proses suci yang dilaksanakan pada Desember 2021 lalu. Dilakukan pengujian dari moncol Maha Warga Bhujangga Waisnawa pusat mengenai kelengkapan gria dan kesiapan kedua calon untuk diksa pariksa.
“Setelah itu tirtayatra ke Setra Gandamayu, bilangan Besakih pada 21 Februari 2022, lanjut 22 Februari 2022 ke Pura Luhur Batu Bolong, Teratai Bang Bedugul, puncak sangkur ke Pura Luhur Bhujangga Waisnawa di Jatiluwih, Tabanan,” ujar Gede Arta.
Setelah itu pada 4 Maret 2022 dilakukan pepada dengan melakukan pembersihan di wewidangan gria. Pada 5 Maret 2022 pecaruan rsi gana di merajan, mecaru panca kelud dan panca rupa di natah (halaman). Pada 8 Maret 2022 dilakukan nyangling atau ngingsah balas dari keluarga Bhujangga Waisnawa.
Pada 11 Maret 2022 dilakukan diksa pariksa dari PHDI yang juga sudah menyetujui prosesi ini. Pada 16 Maret 2022 dilakukan pekeling Pura Kahyangan Tiga, prosesi mono bratha, melaspas Siwa Upakrana yang dilakukan pukul 19.00 Wita. Setelah itu digelar pacaruan di bale dauh atau adat. Setelah itu calon diksa akan melakukan nyeda raga pada pukul 22.00 Wita.
“Pada 17 Maret 2022 pukul 04.00 Wita yang merupakan prosesi puncak dilakukan atetangi, yakni dilakukan pembersihan yang langsung sulinggih welaka hanya akan memopong, setelah itu calon diksa selanjutnya akan dilakukan prosesi di gria, setelah itu dilakukan napak oleh nabe,” tandas Gede Arta. *mis
Komentar