Prajuru dan Tokoh Masyarakat Ungasan Gelar Rapat
Adanya Laporan di Kepolisian Dugaan Pelanggaran Tata Ruang di Pantai Melasti
MANGUPURA, NusaBali
Prajuru dan tokoh masyarakat Desa Adat Ungasan menggelar rapat, Kamis (24/3) di Gedung Serba Guna Desa Adat Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan.
Rapat tersebut digelar untuk mencari solusi pasca adanya laporan kepolisian terhadap dugaan pelanggaran tata ruang di Pantai Melasti. Ketua Sabha Desa Adat Ungasan, I Wayan Karba, mengatakan penataan Pantai Melasti dilakukan atas dasar UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Dalam Pasal 21 menyatakan bahwa pemanfaatan ruang dan sumber daya perairan pesisir, perairan pulau kecil di wilayah masyarakat hukum adat oleh masyarakat hukum adat, menjadi kewenangan masyarakat hukum adat setempat. Kemudian pada Pasal 22 menerangkan bahwa kewajiban memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, baik itu selaku pribadi atau lembaga diwajibkan untuk mengurus izin lokasi atau pemanfaatan. Kewajiban memiliki izin yang dimaksud itu dikecualikan bagi masyarakat hukum adat. “Masyarakat hukum sebagaimana yang dimaksud ayat 1, ditetapkan pengakuannya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” jelasnya.
Masih menurut Wayan Karba, pengelolaan itu dikuatkan dengan Perda No 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali. Dalam Pasal 85 menyatakan bahwa kerja sama desa adat dengan pihak lain sah secara hukum. Kerja sama yang dilakukan desa adat yang dimaksud adalah dalam rangka mempercepat dan meningkatkan pelaksanaan pembangunan desa adat dan pemberdayaan desa adat. Kerja sama dengan pihak lain sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1, itu juga sudah dimusyawarahkan dalam paruman. Hal itu juga dilakukan mengacu pada ayat 1, yang mana penataan itu dilakukan tanpa bertentangan dengan nilai-nilai adat, agama, dan tradisi kearifan lokal setempat dan itu sudah mengikuti konsep Tri Hita Karana.
“Untuk dana-dana yang diperoleh, hal itu sudah dijabarkan dalam rencana kerja dan anggaran pertanggungjawaban. Pemanfaatan dana itu secara umum sudah diatur untuk Phyangan, Pawongan, dan Pelemahan, serta kegiatan pelestarian adat dan budaya. Di sana juga tercantum juga pihak-pihak yang diajak bekerja sama,” urai Wayan Karba.
Untuk mengatasi polemik tersebut, dia menyarankan agar dibuat sebuah tim konsolidasi, yang nantinya terdiri anggota DPRD dari Desa Ungasan, tokoh masyarakat, Kertha Desa, Sabha Desa, dan Prajuru. Tim itulah yang nantinya mengupayakan agar permasalah itu bisa diselesaikan dengan musyawarah mufakat dan tidak berlarut-larut. “Mari kita sikapi masalah ini bersama-sama agar ini dapat terselesaikan dengan baik,” imbuhnya.
Sementara, Bendesa Adat Ungasan I Wayan Disel Astawa, mengatakan penataan Pantai Melasti dilakukan dalam upaya memulihkan perekonomian Desa Adat Ungasan. Terlepas dari kekurangan pengelolaan yang dilakukan, desa adat selaku anak dan pemerintah selaku orang tua diharapkan bisa saling memaafkan. Sebab, pada dasarnya setiap orang memiliki kekurangan. Terkait dengan apa yang menjadi kekurangan pengelolaan kawasan DTW Pantai Melasti, dia berharap hal itu bisa diselesaikan dengan cara komunikasi.
Pihaknya juga meminta agar bisa dibukakan ruang melakukan audensi dengan Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta. “Semoga masalah ini bisa menemukan jalan yang terbaik, agar adanya titik temu antara pemerintah Kabupaten Badung dengan Desa Ungasan, sehingga ke depan tercipta kedamaian, kesukertan, santih, dan jagadhita. Apa yang kita lakukan ini adalah untuk kesejahteraan masyarakat Ungasan dan tentunya Kabupaten Badung,” kata Disel. *dar
Komentar