RUU Provinsi Bali Lolos di Baleg DPR
Disetujui Jadi RUU Inisiatif DPR RI
Sesuai mekanisme setelah RUU Provinsi Bali disetujui Baleg, maka akan diplenokan di Komisi II DPR RI sebagai komisi pengusul RUU tersebut.
JAKARTA, NusaBali
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menyetujui usulan Rancangan Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Pemerintahan Provinsi Bali diajukan sebagai RUU inisiatif DPR RI. Keputusan tersebut diambil setelah masing-masing fraksi menyampaikan pandangan mininya dalam Rapat Pleno Baleg DPR RI di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (28/3) pukul 10.30 Wita. Seluruh fraksi menyatakan setuju RUU Provinsi Bali sebagai RUU inisiatif DPR RI.
“Setelah kita bersama-sama mendengarkan pendapat dan pandangan fraksi-fraksi, Badan Legislasi DPR RI setuju Rancangan Undang-Undang tentang Provinsi Bali untuk dilanjutkan dalam tingkat pembahasan selanjutnya,” kata Wakil Ketua Baleg DPR RI, M Nurdin selaku pimpinan rapat pleno Baleg DPR RI, Senin kemarin.
Pandangan mini Fraksi PDIP disampaikan melalui anggota Baleg yang asal Dapil Bali I Nyoman Parta dan dihadiri oleh Anggota Baleg lainnya dari Bali I Ketut Kariyasa Adnyana. Saat menyampaikan pandangan mini Fraksi PDIP, Nyoman Parta mengatakan UU yang mengatur tentang dasar hukum pembentukan Provinsi Bali masih disatukan bersama dengan provinsi lain, yakni NTT dan NTB. Artinya belum ada UU yang mengatur provinsi tersebut secara sendiri-sendiri.
UU pembentukan itu juga telah berlaku sangat lama. Sedangkan dalam kurun waktu keberlakuannya hingga saat ini, dasar hukum UUD 1945 yang digunakan sebagai landasan pengaturannya telah mengalami empat kali amandemen. Terutama ketentuan pasal mengenai bentuk pemerintahan dan mengenai pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam UUD NRI Tahun 1945.
"Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka diperlukan RUU tentang Provinsi Bali. Berkaitan dengan RUU Provinsi Bali tersebut, Fraksi PDIP memberikan beberapa catatan. Pertama, Fraksi PDIP berpandangan materi muatan dalam RUU tentang Provinsi Bali seyogjanya tetap dalam koridor implementasi pada pasal 18 ayat 1 UUD NRI 1945 dengan mengacu pada materi muatan UU provinsi lainnya yang telah dibahas dalam rapat sebelumnya," ujar Nyoman Parta yang juga Anggota Komisi VI DPR RI ini. Kedua, lanjut Nyoman Parta, Fraksi PDIP berpandangan RUU tentang Provinsi Bali secara yuridis formal merupakan korelasi sekaligus penyempurnaan dari sejumlah dasar hukum pembentukannya untuk diselaraskan dengan jiwa dan semangat UU NRI Tahun 1945. Melalui RUU tentang Provinsi Bali dipandang dapat memberikan dasar hukum kuat bagi Provinsi Bali. Juga menjadi kebanggaan masyarakat daerah setempat dalam mengembangkan provinsinya.
Ketiga, Fraksi PDIP berpandangan Provinsi Bali tidak memiliki Sumber Daya Alam (SDA) sehingga tidak mendapatkan dana bagi hasil dari pemerintah pusat sesuai UU No 34 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Bali hanya mengandalkan pariwisata sebagai pendapatan daerah. Oleh karena itu, perlu diberikan wewenang untuk memungut retribusi dan kontribusi pariwisata agar dapat mengembangkan pariwisata dan pelestarian lingkungan alam Provinsi Bali.
Selain itu juga memberi jawaban terhadap penyelesaian masalah ketimpangan ekstrim pembangunan yang terjadi antara Bali selatan dan Bali utara. Selain itu, pariwisata Provinsi Bali yang berlatarkan budaya harus dibantu oleh pemerintah pusat dengan memberikan pendanaan pemajuan kebudayaan sesuai dengan Pasal 48 ayat 2 UU No 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
"Berkaitan dengan hasil pembahasan RUU tentang Provisi Bali, maka Fraksi PDIP DPR RI menyetujui RUU tentang Provinsi Bali untuk dapat disahkan menjadi usul inisiatif DPR RI. Fraksi PDIP menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada seluruh pimpinan dan anggota yang telah melakukan pembahasan konsepsi RUU tentang Provinsi Bali," ucap politisi PDIP asal Desa Guwang, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar ini.
Hal sama dikatakan oleh Anggota Baleg DPR RI lainnya dari daerah pemilihan Bali, I Ketut Kariyasa Adnyana. Dia menyatakan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan menyetujui RUU tentang Provinsi Bali untuk dibahas lebih lanjut menjadi UU. "Atas nama masyarakat Bali, kami ucapkan terima kasih kepada pimpinan, anggota Baleg, tenaga ahli, pengusul dan seluruh fraksi yang mendukung," papar Ketut Kariyasa. Dalam Rapat Pleno tersebut, hadir pula Gubernur Bali Wayan Koster secara virtual. Gubernur Koster pun, diberi kesempatan bicara.
"Terima kasih setulusnya kepada sembilan fraksi yang mendukung. Keputusan pleno Baleg ini merupakan awal yang baik. Apalagi, saya bukan peserta rapat. Namun diberi kesempatan bicara. Kami apresiasi setinggi-tinggi kepada pimpinan dan anggota Baleg DPR RI," ucap Gubernur Koster. Menurut Gubernur Koster, untuk memajukan daerah perlu mengedepankan regulasi. Dia berharap nantinya pembahasan akan lebih fokus memajukan Bali dan Indonesia secara keseluruhan.
Setelah seluruh fraksi menyampaikan pandangan mini fraksinya dan setuju, maka Pimpinan Rapat M Nurdin putuskan RUU Provinsi Bali diajukan sebagai RUU Inisiatif DPR RI. Sementara usai Rapat Pleno Baleg DPR RI, Kariyasa Adnyana menambahkan sesuai mekanisme setelah RUU Provinsi Bali disetujui Baleg, maka akan diplenokan di Komisi II DPR RI. Lantaran Komisi II DPR RI adalah pengusul RUU tersebut. "Selanjutnya diusulkan ke Badan Musyawarah (Bamus) untuk diparipurnakan. Baru pemerintah mengeluarkan surat presiden (Surpres). Bila tidak ada koreksi secara prinsip sekali akan cepat selesai. Mudah-mudahan dalam masa sidang ini sudah selesai," terang politisi asal Desa Busungbiu, Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng ini.
Bagi Kariyasa, kelak bila UU Provinsi Bali telah diundangkan akan memberi peluang secara maksimal untuk mengoptimalkan potensi kearifan lokal yang dimiliki Provinsi Bali. Terlebih Bali tidak memiliki tambang. Melainkan lebih banyak bertumpu pada pariwisata. "Melalui UU ini, ada cantolan hukum mengenai retribusi dan kontribusi pariwisata," jelas Anggota Komisi IX DPR RI ini.
Rancangan Revisi Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Pemerintahan Provinsi Bali sendiri merupakan perjuangan panjang sejak lama. Namun RUU ini baru secara resmi dibawa ke Senayan untuk diperjuangkan pembahasannya pada tahun 2019 lalu. Saat ini dalam UU 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Provinsi Bali masih menjadi satu dengan Provinsi NTB dan NTT. *k22
“Setelah kita bersama-sama mendengarkan pendapat dan pandangan fraksi-fraksi, Badan Legislasi DPR RI setuju Rancangan Undang-Undang tentang Provinsi Bali untuk dilanjutkan dalam tingkat pembahasan selanjutnya,” kata Wakil Ketua Baleg DPR RI, M Nurdin selaku pimpinan rapat pleno Baleg DPR RI, Senin kemarin.
Pandangan mini Fraksi PDIP disampaikan melalui anggota Baleg yang asal Dapil Bali I Nyoman Parta dan dihadiri oleh Anggota Baleg lainnya dari Bali I Ketut Kariyasa Adnyana. Saat menyampaikan pandangan mini Fraksi PDIP, Nyoman Parta mengatakan UU yang mengatur tentang dasar hukum pembentukan Provinsi Bali masih disatukan bersama dengan provinsi lain, yakni NTT dan NTB. Artinya belum ada UU yang mengatur provinsi tersebut secara sendiri-sendiri.
UU pembentukan itu juga telah berlaku sangat lama. Sedangkan dalam kurun waktu keberlakuannya hingga saat ini, dasar hukum UUD 1945 yang digunakan sebagai landasan pengaturannya telah mengalami empat kali amandemen. Terutama ketentuan pasal mengenai bentuk pemerintahan dan mengenai pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam UUD NRI Tahun 1945.
"Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka diperlukan RUU tentang Provinsi Bali. Berkaitan dengan RUU Provinsi Bali tersebut, Fraksi PDIP memberikan beberapa catatan. Pertama, Fraksi PDIP berpandangan materi muatan dalam RUU tentang Provinsi Bali seyogjanya tetap dalam koridor implementasi pada pasal 18 ayat 1 UUD NRI 1945 dengan mengacu pada materi muatan UU provinsi lainnya yang telah dibahas dalam rapat sebelumnya," ujar Nyoman Parta yang juga Anggota Komisi VI DPR RI ini. Kedua, lanjut Nyoman Parta, Fraksi PDIP berpandangan RUU tentang Provinsi Bali secara yuridis formal merupakan korelasi sekaligus penyempurnaan dari sejumlah dasar hukum pembentukannya untuk diselaraskan dengan jiwa dan semangat UU NRI Tahun 1945. Melalui RUU tentang Provinsi Bali dipandang dapat memberikan dasar hukum kuat bagi Provinsi Bali. Juga menjadi kebanggaan masyarakat daerah setempat dalam mengembangkan provinsinya.
Ketiga, Fraksi PDIP berpandangan Provinsi Bali tidak memiliki Sumber Daya Alam (SDA) sehingga tidak mendapatkan dana bagi hasil dari pemerintah pusat sesuai UU No 34 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Bali hanya mengandalkan pariwisata sebagai pendapatan daerah. Oleh karena itu, perlu diberikan wewenang untuk memungut retribusi dan kontribusi pariwisata agar dapat mengembangkan pariwisata dan pelestarian lingkungan alam Provinsi Bali.
Selain itu juga memberi jawaban terhadap penyelesaian masalah ketimpangan ekstrim pembangunan yang terjadi antara Bali selatan dan Bali utara. Selain itu, pariwisata Provinsi Bali yang berlatarkan budaya harus dibantu oleh pemerintah pusat dengan memberikan pendanaan pemajuan kebudayaan sesuai dengan Pasal 48 ayat 2 UU No 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
"Berkaitan dengan hasil pembahasan RUU tentang Provisi Bali, maka Fraksi PDIP DPR RI menyetujui RUU tentang Provinsi Bali untuk dapat disahkan menjadi usul inisiatif DPR RI. Fraksi PDIP menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada seluruh pimpinan dan anggota yang telah melakukan pembahasan konsepsi RUU tentang Provinsi Bali," ucap politisi PDIP asal Desa Guwang, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar ini.
Hal sama dikatakan oleh Anggota Baleg DPR RI lainnya dari daerah pemilihan Bali, I Ketut Kariyasa Adnyana. Dia menyatakan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan menyetujui RUU tentang Provinsi Bali untuk dibahas lebih lanjut menjadi UU. "Atas nama masyarakat Bali, kami ucapkan terima kasih kepada pimpinan, anggota Baleg, tenaga ahli, pengusul dan seluruh fraksi yang mendukung," papar Ketut Kariyasa. Dalam Rapat Pleno tersebut, hadir pula Gubernur Bali Wayan Koster secara virtual. Gubernur Koster pun, diberi kesempatan bicara.
"Terima kasih setulusnya kepada sembilan fraksi yang mendukung. Keputusan pleno Baleg ini merupakan awal yang baik. Apalagi, saya bukan peserta rapat. Namun diberi kesempatan bicara. Kami apresiasi setinggi-tinggi kepada pimpinan dan anggota Baleg DPR RI," ucap Gubernur Koster. Menurut Gubernur Koster, untuk memajukan daerah perlu mengedepankan regulasi. Dia berharap nantinya pembahasan akan lebih fokus memajukan Bali dan Indonesia secara keseluruhan.
Setelah seluruh fraksi menyampaikan pandangan mini fraksinya dan setuju, maka Pimpinan Rapat M Nurdin putuskan RUU Provinsi Bali diajukan sebagai RUU Inisiatif DPR RI. Sementara usai Rapat Pleno Baleg DPR RI, Kariyasa Adnyana menambahkan sesuai mekanisme setelah RUU Provinsi Bali disetujui Baleg, maka akan diplenokan di Komisi II DPR RI. Lantaran Komisi II DPR RI adalah pengusul RUU tersebut. "Selanjutnya diusulkan ke Badan Musyawarah (Bamus) untuk diparipurnakan. Baru pemerintah mengeluarkan surat presiden (Surpres). Bila tidak ada koreksi secara prinsip sekali akan cepat selesai. Mudah-mudahan dalam masa sidang ini sudah selesai," terang politisi asal Desa Busungbiu, Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng ini.
Bagi Kariyasa, kelak bila UU Provinsi Bali telah diundangkan akan memberi peluang secara maksimal untuk mengoptimalkan potensi kearifan lokal yang dimiliki Provinsi Bali. Terlebih Bali tidak memiliki tambang. Melainkan lebih banyak bertumpu pada pariwisata. "Melalui UU ini, ada cantolan hukum mengenai retribusi dan kontribusi pariwisata," jelas Anggota Komisi IX DPR RI ini.
Rancangan Revisi Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Pemerintahan Provinsi Bali sendiri merupakan perjuangan panjang sejak lama. Namun RUU ini baru secara resmi dibawa ke Senayan untuk diperjuangkan pembahasannya pada tahun 2019 lalu. Saat ini dalam UU 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Provinsi Bali masih menjadi satu dengan Provinsi NTB dan NTT. *k22
Komentar