Potensi Penangkapan Ikan Terukur Rp12 T
Belum punya produk hukum, nilai penangkapan ikan hanya kisaran Rp 2 triliun.
JAKARTA, NusaBali
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyebut kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota berpotensi mendatangkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) hingga Rp12 triliun dalam setahun apabila sudah berjalan dengan optimal.
"Jadi kalau misalnya 6 juta ton bisa terangkat semua, maka potensinya kira-kira Rp12 triliun," kata Trenggono usai Rakernas Pengawasan dan Penegakan Hukum di Bidang Kelautan dan Perikanan di Jakarta, seperti dilansir Antara, Selasa (29/3).
Trenggono menyebutkan bahwa PNBP di bidang perikanan pada tahun 2022 belum bisa optimal lantaran masih harus menyelesaikan payung hukum kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota serta harus melakukan berbagai persiapan.
Dia menyebut PNBP Kementerian Kelautan dan Perikanan bisa lebih optimal pada tahun 2023 pada saat seluruh sistem kebijakan telah beroperasi.
KKP membatasi penangkapan sumber daya ikan di seluruh wilayah Indonesia sebanyak 6 juta ton per tahunnya, dari total 12 juta ton yang tersedia. Trenggono menggambarkan apabila setiap kilogram ikan bernilai Rp20 ribu dan PNBP yang diterima KKP sebesar 10 persen, maka potensi penerimaan negara dari kegiatan penangkapan ikan bisa mencapai Rp12 triliun setahun.
Untuk tahun 2022, Trenggono memperkirakan penangkapan ikan secara terukur tidak lebih dari 1 juta ton sehingga potensi paling banyak yang bisa diterima negara sebesar Rp2 triliun.
Hal itu dikarenakan payung hukum kebijakan penangkapan ikan terukur baru bisa diselesaikan pada akhir April, dan butuh persiapan sarana dan prasarana sekitar tiga hingga empat bulan. "Bisa 1 juta saja keangkat itu sudah luar biasa," kata Trenggono.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan menerapkan kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota dalam rangka tata kelola perikanan tangkap secara lebih baik dengan menyeimbangkan antara ekonomi dan ekologi. Penangkapan ikan terukur dilakukan pada enam zona di 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI).
Setiap kapal yang ingin menangkap ikan wilayah perairan Indonesia harus terdaftar dan diperbolehkan mengambil sumber daya ikan sesuai kontrak yang telah ditetapkan. Setiap hasil tangkapan ikan dikenakan PNBP, kecuali untuk kuota penangkapan ikan oleh nelayan tradisional tidak dikenakan PNBP sama sekali.
Pemerintah juga membuka kapal ikan dari internasional untuk bisa berinvestasi dengan menangkap ikan di wilayah perairan Indonesia dengan kuota dan syarat yang telah ditetapkan.
Selain itu, lanjut Trenggono, praktik penangkapan ikan ilegal yang dilakukan oleh nelayan di dalam negeri akan ditata agar sumber daya ikan Indonesia memiliki keberlanjutan di masa depan.
"Penangkapan ikan yang tidak tercatat atau overfishing lokal sendiri yang justru sekarang ini harus kita tata," katanya. Menteri Trenggono menjelaskan bahwa penangkapan ikan ilegal yang dilakukan oleh kapal asing atau kapal ikan dari negara tetangga semakin tahun semakin berkurang. Dia mencontohkan pada bulan Maret tahun lalu sudah terjadi penangkapan hingga ratusan kapal asing, sementara untuk tahun 2022 baru tercatat penangkapan enam kapal asing.
"Empat dari Malaysia, dua Filipina. Jadi saya kira sudah semakin menurun," kata Trenggono. Dia menerangkan saat ini KKP berfokus untuk menata praktik penangkapan ikan oleh kapal ikan dalam negeri agar tidak terjadi overfishing. Salah satu praktik penangkapan ikan berlebih yang harus dibenahi adalah waktu penangkapan ikan.
Dia menekankan bahwa ikan-ikan kecil seperti tuna yang masih bayi tidak boleh ditangkap dan harus dilepaskan kembali ke laut agar sumber daya ikan berkelanjutan.
"Misalnya baby tuna harusnya tidak boleh diambil, ikan-ikan kecil tidak boleh diambil. Ini akan kita terapkan, untuk siapa, untuk generasi berikutnya," kata Trenggono. *
"Jadi kalau misalnya 6 juta ton bisa terangkat semua, maka potensinya kira-kira Rp12 triliun," kata Trenggono usai Rakernas Pengawasan dan Penegakan Hukum di Bidang Kelautan dan Perikanan di Jakarta, seperti dilansir Antara, Selasa (29/3).
Trenggono menyebutkan bahwa PNBP di bidang perikanan pada tahun 2022 belum bisa optimal lantaran masih harus menyelesaikan payung hukum kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota serta harus melakukan berbagai persiapan.
Dia menyebut PNBP Kementerian Kelautan dan Perikanan bisa lebih optimal pada tahun 2023 pada saat seluruh sistem kebijakan telah beroperasi.
KKP membatasi penangkapan sumber daya ikan di seluruh wilayah Indonesia sebanyak 6 juta ton per tahunnya, dari total 12 juta ton yang tersedia. Trenggono menggambarkan apabila setiap kilogram ikan bernilai Rp20 ribu dan PNBP yang diterima KKP sebesar 10 persen, maka potensi penerimaan negara dari kegiatan penangkapan ikan bisa mencapai Rp12 triliun setahun.
Untuk tahun 2022, Trenggono memperkirakan penangkapan ikan secara terukur tidak lebih dari 1 juta ton sehingga potensi paling banyak yang bisa diterima negara sebesar Rp2 triliun.
Hal itu dikarenakan payung hukum kebijakan penangkapan ikan terukur baru bisa diselesaikan pada akhir April, dan butuh persiapan sarana dan prasarana sekitar tiga hingga empat bulan. "Bisa 1 juta saja keangkat itu sudah luar biasa," kata Trenggono.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan menerapkan kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota dalam rangka tata kelola perikanan tangkap secara lebih baik dengan menyeimbangkan antara ekonomi dan ekologi. Penangkapan ikan terukur dilakukan pada enam zona di 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI).
Setiap kapal yang ingin menangkap ikan wilayah perairan Indonesia harus terdaftar dan diperbolehkan mengambil sumber daya ikan sesuai kontrak yang telah ditetapkan. Setiap hasil tangkapan ikan dikenakan PNBP, kecuali untuk kuota penangkapan ikan oleh nelayan tradisional tidak dikenakan PNBP sama sekali.
Pemerintah juga membuka kapal ikan dari internasional untuk bisa berinvestasi dengan menangkap ikan di wilayah perairan Indonesia dengan kuota dan syarat yang telah ditetapkan.
Selain itu, lanjut Trenggono, praktik penangkapan ikan ilegal yang dilakukan oleh nelayan di dalam negeri akan ditata agar sumber daya ikan Indonesia memiliki keberlanjutan di masa depan.
"Penangkapan ikan yang tidak tercatat atau overfishing lokal sendiri yang justru sekarang ini harus kita tata," katanya. Menteri Trenggono menjelaskan bahwa penangkapan ikan ilegal yang dilakukan oleh kapal asing atau kapal ikan dari negara tetangga semakin tahun semakin berkurang. Dia mencontohkan pada bulan Maret tahun lalu sudah terjadi penangkapan hingga ratusan kapal asing, sementara untuk tahun 2022 baru tercatat penangkapan enam kapal asing.
"Empat dari Malaysia, dua Filipina. Jadi saya kira sudah semakin menurun," kata Trenggono. Dia menerangkan saat ini KKP berfokus untuk menata praktik penangkapan ikan oleh kapal ikan dalam negeri agar tidak terjadi overfishing. Salah satu praktik penangkapan ikan berlebih yang harus dibenahi adalah waktu penangkapan ikan.
Dia menekankan bahwa ikan-ikan kecil seperti tuna yang masih bayi tidak boleh ditangkap dan harus dilepaskan kembali ke laut agar sumber daya ikan berkelanjutan.
"Misalnya baby tuna harusnya tidak boleh diambil, ikan-ikan kecil tidak boleh diambil. Ini akan kita terapkan, untuk siapa, untuk generasi berikutnya," kata Trenggono. *
Komentar