Sengketa Lahan SDN 1 Pejeng Kaja Berlanjut ke PN
Sengketa lahan SDN 1 di Desa Pejeng Kaja, Kecamatan Tampaksiring, Gianyar, berlanjut ke pengadilan.
GIANYAR, NusaBali
Pada dua tahun lalu sempat terjadi penutupan sekolah oleh keluarga Puri Blusung, selaku pengklaim lahan tersebut. Pihak keluarga puri tersebut, Cokorda Ngurah Wahona, menggugat SD tersebut. Sidang perdananya di Pengadilan Negeri (PN) Gianyar, Kamis (9/3) ini.
Saat NusaBali mengkonfirmasi ke pihak SDN 1 Pejeng Kaja, Rabu kemarin, sekolah itu tutup lebih awal. Karena siswa kelas VI melangsungkan ujian pemantapan. ‘’Sekolah ini sudah dikunci pada pukul 11.00 Wita,’’ ujar warga sekitar.
Perbekel Pejeng Kaja Dewa Gede Artha Putra menjelaskan aktivitas belajar-mengajar pada sekolah selama ini tidak ada masalah. Begitu juga menjelang sidang perdana yang berlangsung Kamis (9/3) ini, tidak ada masalah dalam proses belajar-mengajar. “Para siswa SD ini tadi melangsungkan pemantapan, jadi pulang lebih awal,” ungkapnya.
Dijelaskan, selama belum ada putusan PN Gianyar, pihak sekolah tetap melangsungkan kewajibannya mendidik siswa. Begitu pula, dengan pihak Cokorda Wahona yang merupakan purnawirawan dan kini tinggal di Bandung, Jawa Barat, selaku pengklaim tanah tersebut.
Kasus ini mencuat dua tahun lalu. Lanjut Dewa Artha Putra, pihak Cokorda Wahona sempat bersitegang dengan warga setempat. “Karena beliau (Cokorda Wahona) membawa pengacara dan menutup sekolah. Setelah dimediasi, disuruh untuk mengambil jalur hukum,” jelasnya.
Perbekel Dewa Artha Putra sendiri mengaku tidak mengetahui pemilik resmi tanah seluas kurang lebih 1.700 meter persegi tersebut. Diketahui selama ini, dari Cokorda Wahona hanya membayar SPPT (surat pemberitahuan pajak terhutang) saja. Ia mengaku, Cokorda Wahona sempat menemui dirinya terkait sengketa tanah ini. “Dia mau menyertifikatkan tanah sekolah. Tapi dia tidak punya pipil, hanya melampirkan SPPT pajak saja,” jelasnya.
Ia mengakui, sebagai perbekel kesulitan dalam memproses sertifikat tanah itu karena yang dilampirkan hanya lembar SPPT. “Waktu itu beliau mau mengurus melalui Prona, tapi tidak bisa karena tak ada pipil tanah,” jelasnya.
Karena itu, lanjut perbekel ini, Cokorda Wahona menempuh jalur hukum dengan menggugat tiga pihak. Diantaranya Gubernur Bali yang diwakili kuasa hukumnya Wisnu Mudi Wibowo, Bupati Gianyar yang diwakili Ni Putu Windari Yuli dan Nengah Astawa dari Kejari Gianyar, dan I Wayan Wiranata selaku Kasek SDN 1 Pejeng Kaja yang diwakili kuasa hukumnya, Dibio Wibowo. * e
Saat NusaBali mengkonfirmasi ke pihak SDN 1 Pejeng Kaja, Rabu kemarin, sekolah itu tutup lebih awal. Karena siswa kelas VI melangsungkan ujian pemantapan. ‘’Sekolah ini sudah dikunci pada pukul 11.00 Wita,’’ ujar warga sekitar.
Perbekel Pejeng Kaja Dewa Gede Artha Putra menjelaskan aktivitas belajar-mengajar pada sekolah selama ini tidak ada masalah. Begitu juga menjelang sidang perdana yang berlangsung Kamis (9/3) ini, tidak ada masalah dalam proses belajar-mengajar. “Para siswa SD ini tadi melangsungkan pemantapan, jadi pulang lebih awal,” ungkapnya.
Dijelaskan, selama belum ada putusan PN Gianyar, pihak sekolah tetap melangsungkan kewajibannya mendidik siswa. Begitu pula, dengan pihak Cokorda Wahona yang merupakan purnawirawan dan kini tinggal di Bandung, Jawa Barat, selaku pengklaim tanah tersebut.
Kasus ini mencuat dua tahun lalu. Lanjut Dewa Artha Putra, pihak Cokorda Wahona sempat bersitegang dengan warga setempat. “Karena beliau (Cokorda Wahona) membawa pengacara dan menutup sekolah. Setelah dimediasi, disuruh untuk mengambil jalur hukum,” jelasnya.
Perbekel Dewa Artha Putra sendiri mengaku tidak mengetahui pemilik resmi tanah seluas kurang lebih 1.700 meter persegi tersebut. Diketahui selama ini, dari Cokorda Wahona hanya membayar SPPT (surat pemberitahuan pajak terhutang) saja. Ia mengaku, Cokorda Wahona sempat menemui dirinya terkait sengketa tanah ini. “Dia mau menyertifikatkan tanah sekolah. Tapi dia tidak punya pipil, hanya melampirkan SPPT pajak saja,” jelasnya.
Ia mengakui, sebagai perbekel kesulitan dalam memproses sertifikat tanah itu karena yang dilampirkan hanya lembar SPPT. “Waktu itu beliau mau mengurus melalui Prona, tapi tidak bisa karena tak ada pipil tanah,” jelasnya.
Karena itu, lanjut perbekel ini, Cokorda Wahona menempuh jalur hukum dengan menggugat tiga pihak. Diantaranya Gubernur Bali yang diwakili kuasa hukumnya Wisnu Mudi Wibowo, Bupati Gianyar yang diwakili Ni Putu Windari Yuli dan Nengah Astawa dari Kejari Gianyar, dan I Wayan Wiranata selaku Kasek SDN 1 Pejeng Kaja yang diwakili kuasa hukumnya, Dibio Wibowo. * e
Komentar