Polresta Tolak Laporan Bupati Badung
Laporkan Bendesa dan Perbekel Ungasan Terkait Dugaan Memasukkan Keterangan Palsu
Selain Bendesa dan Perbekel Ungasan aktif, turut dilaporkan mantan Bendesa Adat Ungasan Ketut Marcin dan mantan Perbekel Ungasan Wayan Sugita Putra.
DENPASAR, NusaBali
Polresta Denpasar menolak laporan Bupati Badung, I Nyoman Giri Prasta yang diwakili Kasatpol PP Badung I Gusti Agung Ketut Suryanegara yang melaporkan Bendesa Adat Ungasan, Wayan Diesel Astawa dan Perbekel Ungasan, I Made Kari ke Polresta Denpasar pada Jumat (1/4) atas dugaan memberikan keterangan palsu dalam akta otentik.
Penolakan yang dilakukan anggota SPKT (Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu) Polresta Denpasar ini karena pelapor IGAK Suryanegara tidak membawa berkas lengkap terkait laporannya. "Kami dimintai untuk melengkapi berkas lagi. Terkait hal ini akan kami laporkan kepada Pak Bupati. Dalam waktu dekat kami akan datang lagi, mungkin bersama Pak Bupati," ungkap IGAK Suryanegara yang ditemui usai laporan.
Dijelaskan, laporan polisi yang dilakukan IGAK Suryanegara ini mewakili pemerintah Kabupaten Badung setelah menerima perintah langsung dari Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta. Selain Bendesa dan Perbekel Ungasan aktif, turut dilaporkan mantan Bendesa Adat Ungasan Ketut Marcin dan mantan Perbekel Ungasan Wayan Sugita Putra.
Para pihak yang dilaporkan ini masih berkaitan dengan laporan sebelumnya tentang dugaan pelanggaran tata ruang dan pencaplokan tanah yang dilakukan oleh tujuh investor di pantai kawasan Desa Adat Ungasan.
Keempat pihak yang dilaporkan kemarin semuanya atas dugaan tindak pidana pemalsuan dan/atau menyuruh memasukan keterangan palsu dalam akta otentik sesuai Pasal 263 KUHP dan Pasal 266 KUHP. "Para terlapor ini mengatakan tanah yang dikelola tujuh investor itu merupakan hak ulayat atau di bawah pengelolaan mereka. Dalam akta-akta otentik dan surat perjanjian dibawah tangan yang berisi keterangan palsu itu mereka sebagai pihak pertama," ungkap IGAK Suryanegara kepada wartawan ditemui di SPKT Polresta Denpasar kemarin siang.
IGAK Suryanegara mengungkapkan kasus ini awalnya terbuka pada saat Satpol PP Badung mengecek izin dari Karma Beach Bali Restaurant milik Villa Karma Kandara Resort yang berada di Jalan Villa Kandara, Banjar Wijaya Kusuma, Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Badung yang terbakar, Sabtu 13 November 2021 pukul 23.30 Wita.
Pada saat diklarifikasi Satpol PP Badung, pengelola beach club ini menunjukan akta dan mengatakan mempunyai hak pengelolaan. Hak itu sesuai dengan kontrak yang dilakukan antara Bendesa Adat dan Perbekel setempat. "Saat itu kami kaget. Kok bisa pantai dibuatkan akta perjanjian," ungkap IGAK Suryanegara yang kemarin didampingi Kabag Humas Setda Badung I Made Suardita.
Temuan itu pun dilaporkan ke Bupati Badung. Menerima laporan itu, bupati memerintahkan untuk mengecek usaha yang lainnya yang ada di Ungasan. Setelah dilakukan pengecekan ternyata ada 5 usaha lainnya yang tak berizin, tetapi membuka usaha berdasarkan kontrak kerja sama dengan desa ada setempat. Sementara satu investor mengantongi surat perjanjian di bawah tangan.
"Melihat data dan fakta yang kami temukan ini, bapak bupati memerintahkan saya untuk buat laporan polisi. Jadi, laporan hari ini adalah dugaan adanya keterangan palsu dan dokumen palsu. Pemda Badung tidak pernah mengeluarkan izin," tegas IGAK Suryanegara yang kemarin juga didampingi Kabag Hukum Setda Badung Anak Agung Gde Asteya Yudhya dan sejumlah penasehat hukum Pemda Badung lainnya.
Usut demi usut, dugaan pelanggaran ini ungkap IGAK Suryanegara terjadi sejak 2011. Tanah-tanah yang dikerjasamakan itu dikontrakkan kepada tujuh investor. Ada yang dikontrak paling singkat 5 tahun dan paling lama 30 tahun dan bisa diperpanjang ada yang 20 tahun dan ada yang 30 tahun. Setelah mengetahui adanya dugaan pelanggaran itu, tujuh investor itu pun diberikan surat peringatan oleh Satpol PP Badung sebagai penegak Perda.
IGAK Suryanegara merincikan, dari tujuh investor yang diduga telah mencaplok tanah negara itu, 1 sudah terbakar, dua sudah tutup akibat pandemi Covid-19, satu masih proses pembangunan, dan tiga masih beroperasi. Semua usaha dari tujuh investor itu adalah beach club.
"Tiga investor yang berjalan saat ini belum dilakukan penutupan. Kita masih mempunyai pertimbangan sosial. Orang yang bekerja di situ adalah warga di sana. Selain itu sambil menunggu proses yang ada di kepolisian saat ini. Biar tidak saling mendahului," tandas IGAK Suryanegara.
Sementara Kabag Hukum Setda Badung Anak Agung Gde Asteya Yudhya membeberkan melihat isi perjanjian yang didapat melalui pemantauan di lapangan, secara substansi memuat mencantumkan keterangan palsu dalam akta otentik. Seakan-akan keterangan itu benar. Akta otentik ini berproses di antara para pihak yang dilaporkan. Berdasarkan keterangan yang diduga palsu itulah terjadi kegiatan yang melanggar tata ruang di kawasan Desa Ungasan. Kegiatan yang mereka lakukan tidak ada izin dari Pemkab Badung.
Dugaan keterangan palsu itu terdapat dalam akta kontrak kerja sama. Pihak pengelola lahan mengatakan punya hak untuk mengelola dan menguasai berdasarkan akta otentik yang diduga palsu. Padahal pihak pertama dalam hal ini Bendesa adat dan perbekel belum menguasai lahan itu dan memang tidak mengantongi izin dari Pemda Badung.
Sesuai dengan ketentuan seperti yang diatur dalam UU Pokok Agraria dan Permen ATR Nomor 18 harus ada proses. Bagaimana kalau di dasari dengan perarem ? AA Gde Asteya Yudhya mengatakan UU 1945 mengakui keberadaan masyarakat hukum adat tetapi tetap berada dalam UU positif.
"Tidak ada larangan desa adat berbuat apa saja, tetapi harus sesuai dengan aturan yang ada. Harus ada pengajuan izin ke Pemkab Badung. Banyak sekali peraturan ATR terkait dengan tanah ulayat. Di lampiran UU 23, pemerintah daerah diberi kewenangan untuk menata tanah ulayat. Pada saat permohonan tentu ada proses verifikasi dan klarifikasi," tandasnya. *pol
Penolakan yang dilakukan anggota SPKT (Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu) Polresta Denpasar ini karena pelapor IGAK Suryanegara tidak membawa berkas lengkap terkait laporannya. "Kami dimintai untuk melengkapi berkas lagi. Terkait hal ini akan kami laporkan kepada Pak Bupati. Dalam waktu dekat kami akan datang lagi, mungkin bersama Pak Bupati," ungkap IGAK Suryanegara yang ditemui usai laporan.
Dijelaskan, laporan polisi yang dilakukan IGAK Suryanegara ini mewakili pemerintah Kabupaten Badung setelah menerima perintah langsung dari Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta. Selain Bendesa dan Perbekel Ungasan aktif, turut dilaporkan mantan Bendesa Adat Ungasan Ketut Marcin dan mantan Perbekel Ungasan Wayan Sugita Putra.
Para pihak yang dilaporkan ini masih berkaitan dengan laporan sebelumnya tentang dugaan pelanggaran tata ruang dan pencaplokan tanah yang dilakukan oleh tujuh investor di pantai kawasan Desa Adat Ungasan.
Keempat pihak yang dilaporkan kemarin semuanya atas dugaan tindak pidana pemalsuan dan/atau menyuruh memasukan keterangan palsu dalam akta otentik sesuai Pasal 263 KUHP dan Pasal 266 KUHP. "Para terlapor ini mengatakan tanah yang dikelola tujuh investor itu merupakan hak ulayat atau di bawah pengelolaan mereka. Dalam akta-akta otentik dan surat perjanjian dibawah tangan yang berisi keterangan palsu itu mereka sebagai pihak pertama," ungkap IGAK Suryanegara kepada wartawan ditemui di SPKT Polresta Denpasar kemarin siang.
IGAK Suryanegara mengungkapkan kasus ini awalnya terbuka pada saat Satpol PP Badung mengecek izin dari Karma Beach Bali Restaurant milik Villa Karma Kandara Resort yang berada di Jalan Villa Kandara, Banjar Wijaya Kusuma, Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Badung yang terbakar, Sabtu 13 November 2021 pukul 23.30 Wita.
Pada saat diklarifikasi Satpol PP Badung, pengelola beach club ini menunjukan akta dan mengatakan mempunyai hak pengelolaan. Hak itu sesuai dengan kontrak yang dilakukan antara Bendesa Adat dan Perbekel setempat. "Saat itu kami kaget. Kok bisa pantai dibuatkan akta perjanjian," ungkap IGAK Suryanegara yang kemarin didampingi Kabag Humas Setda Badung I Made Suardita.
Temuan itu pun dilaporkan ke Bupati Badung. Menerima laporan itu, bupati memerintahkan untuk mengecek usaha yang lainnya yang ada di Ungasan. Setelah dilakukan pengecekan ternyata ada 5 usaha lainnya yang tak berizin, tetapi membuka usaha berdasarkan kontrak kerja sama dengan desa ada setempat. Sementara satu investor mengantongi surat perjanjian di bawah tangan.
"Melihat data dan fakta yang kami temukan ini, bapak bupati memerintahkan saya untuk buat laporan polisi. Jadi, laporan hari ini adalah dugaan adanya keterangan palsu dan dokumen palsu. Pemda Badung tidak pernah mengeluarkan izin," tegas IGAK Suryanegara yang kemarin juga didampingi Kabag Hukum Setda Badung Anak Agung Gde Asteya Yudhya dan sejumlah penasehat hukum Pemda Badung lainnya.
Usut demi usut, dugaan pelanggaran ini ungkap IGAK Suryanegara terjadi sejak 2011. Tanah-tanah yang dikerjasamakan itu dikontrakkan kepada tujuh investor. Ada yang dikontrak paling singkat 5 tahun dan paling lama 30 tahun dan bisa diperpanjang ada yang 20 tahun dan ada yang 30 tahun. Setelah mengetahui adanya dugaan pelanggaran itu, tujuh investor itu pun diberikan surat peringatan oleh Satpol PP Badung sebagai penegak Perda.
IGAK Suryanegara merincikan, dari tujuh investor yang diduga telah mencaplok tanah negara itu, 1 sudah terbakar, dua sudah tutup akibat pandemi Covid-19, satu masih proses pembangunan, dan tiga masih beroperasi. Semua usaha dari tujuh investor itu adalah beach club.
"Tiga investor yang berjalan saat ini belum dilakukan penutupan. Kita masih mempunyai pertimbangan sosial. Orang yang bekerja di situ adalah warga di sana. Selain itu sambil menunggu proses yang ada di kepolisian saat ini. Biar tidak saling mendahului," tandas IGAK Suryanegara.
Sementara Kabag Hukum Setda Badung Anak Agung Gde Asteya Yudhya membeberkan melihat isi perjanjian yang didapat melalui pemantauan di lapangan, secara substansi memuat mencantumkan keterangan palsu dalam akta otentik. Seakan-akan keterangan itu benar. Akta otentik ini berproses di antara para pihak yang dilaporkan. Berdasarkan keterangan yang diduga palsu itulah terjadi kegiatan yang melanggar tata ruang di kawasan Desa Ungasan. Kegiatan yang mereka lakukan tidak ada izin dari Pemkab Badung.
Dugaan keterangan palsu itu terdapat dalam akta kontrak kerja sama. Pihak pengelola lahan mengatakan punya hak untuk mengelola dan menguasai berdasarkan akta otentik yang diduga palsu. Padahal pihak pertama dalam hal ini Bendesa adat dan perbekel belum menguasai lahan itu dan memang tidak mengantongi izin dari Pemda Badung.
Sesuai dengan ketentuan seperti yang diatur dalam UU Pokok Agraria dan Permen ATR Nomor 18 harus ada proses. Bagaimana kalau di dasari dengan perarem ? AA Gde Asteya Yudhya mengatakan UU 1945 mengakui keberadaan masyarakat hukum adat tetapi tetap berada dalam UU positif.
"Tidak ada larangan desa adat berbuat apa saja, tetapi harus sesuai dengan aturan yang ada. Harus ada pengajuan izin ke Pemkab Badung. Banyak sekali peraturan ATR terkait dengan tanah ulayat. Di lampiran UU 23, pemerintah daerah diberi kewenangan untuk menata tanah ulayat. Pada saat permohonan tentu ada proses verifikasi dan klarifikasi," tandasnya. *pol
Komentar