Aprindo Tunggu Kejelasan Barang Kena PPN
Kenaikan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen berdampak pada konsumen
JAKARTA, NusaBali
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) meminta pemerintah untuk mendefinisikan kembali dengan jelas petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis (Juklak/Juknis) barang tidak kena Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
"Saat ini kami masih menunggu Juklak/Juknis melalui PP atau KMK/PMK atas UU HPP, untuk mendefinisikan secara detail atas bahan pokok dan penting untuk perubahan atau penambahan jenis barang kebutuhan pokok dan penting yang saat ini tidak/belum dikenakan PPN 11 persen," ujar Ketua Umum Aprindo Roy N. Mandey melalui keterangan resmi, seperti dilansir CNNIndonesia.com, Minggu (3/4).
Ia juga mengatakan kenaikan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen tentu memberikan dampak berarti bagi konsumsi masyarakat. Di sisi lain, 11 barang kebutuhan pokok yang sebelumnya dikecualikan dari PPN, saat ini melalui UU HPP telah diubah dan dijadikan objek PPN.
Oleh karena itu, menurutnya para pedagang yang menjual barang kebutuhan pokok akan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang berkewajiban menerbitkan faktur pajak dan melakukan laporan pajak PPN setiap bulannya.
Hal ini, kata Roy, berpotensi memerlukan tambahan tenaga administrasi, yang akan berdampak pada penambahan biaya overhead yang akan dikenakan pada harga jual barang pokok dan penting kepada konsumen.
Roy juga mengatakan kenaikan tarif PPN juga akan berdampak pada kenaikan harga secara langsung. Ia mencontohkan untuk minyak goreng yang termasuk bahan pokok terkena PPN 11 persen, maka potensi bergeraknya harga minyak goreng akan terjadi kembali dan berdampak pada peningkatan Inflasi.
Lebih lanjut, Roy menerangkan pihaknya tentu mendukung UU HPP, namun pemberlakuan tarif PPN 11 persen menurutnya perlu dideskripsikan lebih jelas agar tidak terjadi public shock.
"Aprindo berharap ada kearifan dan kerelevanan untuk memperhatikan situasi kondisi atas belum stabilnya perekonomian Indonesia dikarenakan masa pandemi ini, dimana pertumbuhan ekonomi masih sangat berfluktuasi," tandasnya. *
"Saat ini kami masih menunggu Juklak/Juknis melalui PP atau KMK/PMK atas UU HPP, untuk mendefinisikan secara detail atas bahan pokok dan penting untuk perubahan atau penambahan jenis barang kebutuhan pokok dan penting yang saat ini tidak/belum dikenakan PPN 11 persen," ujar Ketua Umum Aprindo Roy N. Mandey melalui keterangan resmi, seperti dilansir CNNIndonesia.com, Minggu (3/4).
Ia juga mengatakan kenaikan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen tentu memberikan dampak berarti bagi konsumsi masyarakat. Di sisi lain, 11 barang kebutuhan pokok yang sebelumnya dikecualikan dari PPN, saat ini melalui UU HPP telah diubah dan dijadikan objek PPN.
Oleh karena itu, menurutnya para pedagang yang menjual barang kebutuhan pokok akan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang berkewajiban menerbitkan faktur pajak dan melakukan laporan pajak PPN setiap bulannya.
Hal ini, kata Roy, berpotensi memerlukan tambahan tenaga administrasi, yang akan berdampak pada penambahan biaya overhead yang akan dikenakan pada harga jual barang pokok dan penting kepada konsumen.
Roy juga mengatakan kenaikan tarif PPN juga akan berdampak pada kenaikan harga secara langsung. Ia mencontohkan untuk minyak goreng yang termasuk bahan pokok terkena PPN 11 persen, maka potensi bergeraknya harga minyak goreng akan terjadi kembali dan berdampak pada peningkatan Inflasi.
Lebih lanjut, Roy menerangkan pihaknya tentu mendukung UU HPP, namun pemberlakuan tarif PPN 11 persen menurutnya perlu dideskripsikan lebih jelas agar tidak terjadi public shock.
"Aprindo berharap ada kearifan dan kerelevanan untuk memperhatikan situasi kondisi atas belum stabilnya perekonomian Indonesia dikarenakan masa pandemi ini, dimana pertumbuhan ekonomi masih sangat berfluktuasi," tandasnya. *
Komentar