Ada Keris untuk Kewibawaan
11 Keris Pusaka Peninggalan Raja Karangasem Diupacarai
AMLAPURA, NusaBali
Keluarga besar Puri Agung Karangasem menggelar ritual pasupati 11 keris pusaka peninggalan Raja Karangasem bertepatan dengan Hari Raya Tumpek Landep pada Saniscara Kliwon Landep, Sabtu (9/4).
Dari 11 keris yang dipasupati, ada keris Ki Baru Leak. Tuah keris ini konon untuk membunuh orang-orang yang berniat jahat. Ritual dipuput Ida Pedanda Gede Putra Tamu dari Gria Jungutan, Desa Bungaya, Kecamatan Bebandem, di Pura Mrajan Puri Agung Karangasem, Lingkungan Pekandelan, Kelurahan/Kecamatan Karangasem.
Sebanyak 11 keris pusaka yang dipasupati, yakni, Keris Bhatara Alit Sakti, Ki Baru Pas, Ki Baru Leak, Ki Segara Winotan, Ki Selingsing, Ki Renget, Jaga Satru, Sekar Gadung, Ki Mumbul, Ki Sekar Tunjung, dan Ki Kala Rawu.
Ke-11 keris pusaka tersebut adalah warisan Raja Karangasem XVI Anak Agung Agung Anglurah Ktut Karangasem (1808-1941), yang merupakan raja terakhir. Pusaka tersebut dibagi-bagikan kepada keturunannya. Ke-11 keris pusaka itu tuahnya berbeda-beda.
Misalnya keris Ki Baru Leak, konon untuk membunuh orang-orang yang berniat jahat. Dengan menghunus keris itu, disertai menyebut nama orang bersangkutan, orang yang disebut namanya langsung meninggal dunia. Sedangkan keris Ki Jaga Satru untuk menjaga keamanan wilayah kerajaan. Keris Ki Baru Upas merupakan senjata pegangan Raja Karangasem XVI, tuahnya untuk kewibawaan. Keris Segara Winotan juga untuk kewibawaan, Keris Selingsing untuk jaga diri, sempat dijadikan pegangan Anak Agung Gede Karang, cucu dari Anak Agung Agung Anglurah Ktut Karangasem semasih jadi Bupati Karangasem (1967-1979). Keris Ki Renget untuk berperang, sebagai pembangkit semangat. Sedangkan keris Sekar Gadung merupakan pusaka Raja Karangasem XVI pemberian dari Raja Pasuruan.
Proses pasupati dimulai dengan memajang seluruh keris pusaka di meja. Kemudian Ida Pedanda Gede Putra Tamu terlebih dahulu malukat keris. Satu per satu dilukat menggunakan air kelapa gading, air dari mata air, dan air laut. Kemudian keris pusaka itu dibersihkan menggunakan minyak cendana, agar pamor, tuah, dan kesakralannya terjaga.
Selanjutnya keris tersebut dilinggihang di bale pebantenan, dijejer di dalam kotak yang telah tersedia berlanjut upacara pasupati dan diakhiri muspa bersama.
Prosesi ritual pasupati keris pusaka itu sendiri dikoordinasikan Manggala Puri Agung Karangasem Anak Agung Bagus Parta Wijaya. “Sebenarnya ada 14 keris pusaka, tetapi yang bisa dihadirkan hanya 11 keris pusaka,” kata AA Bagus Parta Wijaya.
Sebab, tiga keris lainnya, pihak keluarga puri yang menyimpan berhalangan hadir. AA Bagus Parta Wijaya menambahkan, setiap enam bulan sekali (210 hari sesuai kalender Bali) di hari Tumpek Landep, secara rutin mengupacarai keris pusaka, selain membersihkan juga pasupati. “Tujuannya agar tuah dari keris itu tetap kuat, makanya perlu dipasupati setiap enam bulan sekali,” tambahnya.
Hal senada diungkapkan tokoh Puri Agung Karangasem AA Kosalia dan AA Gede Arya. “Selain mengupacarai 11 keris pusaka juga mengupacarai puluhan keris lainnya, tetapi bukan keris pusaka,” kata AA Kosalia.
Sebenarnya, menurut AA Kosalia, Tumpek Landep itu mengupacarai benda-benda yang lancip dan tajam dengan harapan agar diberkati ketajaman pikiran. *k16
Sebanyak 11 keris pusaka yang dipasupati, yakni, Keris Bhatara Alit Sakti, Ki Baru Pas, Ki Baru Leak, Ki Segara Winotan, Ki Selingsing, Ki Renget, Jaga Satru, Sekar Gadung, Ki Mumbul, Ki Sekar Tunjung, dan Ki Kala Rawu.
Ke-11 keris pusaka tersebut adalah warisan Raja Karangasem XVI Anak Agung Agung Anglurah Ktut Karangasem (1808-1941), yang merupakan raja terakhir. Pusaka tersebut dibagi-bagikan kepada keturunannya. Ke-11 keris pusaka itu tuahnya berbeda-beda.
Misalnya keris Ki Baru Leak, konon untuk membunuh orang-orang yang berniat jahat. Dengan menghunus keris itu, disertai menyebut nama orang bersangkutan, orang yang disebut namanya langsung meninggal dunia. Sedangkan keris Ki Jaga Satru untuk menjaga keamanan wilayah kerajaan. Keris Ki Baru Upas merupakan senjata pegangan Raja Karangasem XVI, tuahnya untuk kewibawaan. Keris Segara Winotan juga untuk kewibawaan, Keris Selingsing untuk jaga diri, sempat dijadikan pegangan Anak Agung Gede Karang, cucu dari Anak Agung Agung Anglurah Ktut Karangasem semasih jadi Bupati Karangasem (1967-1979). Keris Ki Renget untuk berperang, sebagai pembangkit semangat. Sedangkan keris Sekar Gadung merupakan pusaka Raja Karangasem XVI pemberian dari Raja Pasuruan.
Proses pasupati dimulai dengan memajang seluruh keris pusaka di meja. Kemudian Ida Pedanda Gede Putra Tamu terlebih dahulu malukat keris. Satu per satu dilukat menggunakan air kelapa gading, air dari mata air, dan air laut. Kemudian keris pusaka itu dibersihkan menggunakan minyak cendana, agar pamor, tuah, dan kesakralannya terjaga.
Selanjutnya keris tersebut dilinggihang di bale pebantenan, dijejer di dalam kotak yang telah tersedia berlanjut upacara pasupati dan diakhiri muspa bersama.
Prosesi ritual pasupati keris pusaka itu sendiri dikoordinasikan Manggala Puri Agung Karangasem Anak Agung Bagus Parta Wijaya. “Sebenarnya ada 14 keris pusaka, tetapi yang bisa dihadirkan hanya 11 keris pusaka,” kata AA Bagus Parta Wijaya.
Sebab, tiga keris lainnya, pihak keluarga puri yang menyimpan berhalangan hadir. AA Bagus Parta Wijaya menambahkan, setiap enam bulan sekali (210 hari sesuai kalender Bali) di hari Tumpek Landep, secara rutin mengupacarai keris pusaka, selain membersihkan juga pasupati. “Tujuannya agar tuah dari keris itu tetap kuat, makanya perlu dipasupati setiap enam bulan sekali,” tambahnya.
Hal senada diungkapkan tokoh Puri Agung Karangasem AA Kosalia dan AA Gede Arya. “Selain mengupacarai 11 keris pusaka juga mengupacarai puluhan keris lainnya, tetapi bukan keris pusaka,” kata AA Kosalia.
Sebenarnya, menurut AA Kosalia, Tumpek Landep itu mengupacarai benda-benda yang lancip dan tajam dengan harapan agar diberkati ketajaman pikiran. *k16
1
Komentar