Punya Sejarah Perjuangan I Gusti Panji Sakti Tangani Kapal Karam
Perairan Penimbangan dulu dikenal sebagai pusat pertemuan orang-orang spiritual di seluruh Buleleng. Konon ada sumber air tawar di tengah perairan Penimbangan dikenal sebagai Tirta Kamandalu.
SINGARAJA, NusaBali
Pelaksanaan upacara Jana Kerthi bertepatan dengan Hari Raya Tumpek Landep yang jatuh pada Saniscara Kliwon Landep, Sabtu (9/4), di Kabupaten Buleleng digelar di Pura Segara Penimbangan. Pura yang berlokasi di wewidangan Baktiseraga, Kecamatan/Kabupaten Buleleng, ini dipilih karena memiliki sejarah perjuangan Raja I Gusti Panji Sakti, menangani kapal dagang China yang karam.
Upacara Jana Kerthi dipimpin Jro Mangku Pura Segara Penimbangan Jro Mangku Made Mara. Pura tersebut disungsung oleh krama dari tiga desa adat, yakni Desa Adat Panji, Desa Panji, Kecamatan Sukasada, Desa Adat Pemaron, Desa Pemaron, Kecamatan Buleleng, dan Desa Adat Galiran, Desa Baktiseraga, Kecamatan/Kabupaten Buleleng.
Rangkaian upacara Jana Kerthi yang serentak dilangsungkan di Provinsi Bali dihadiri oleh Wakil Bupati Buleleng I Nyoman Sutjidra. Hadir pula Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna, Sekda Buleleng Gede Suyasa, dan pimpinan perangkat daerah Pemkab Buleleng.
Jro Mangku Mara, 70, mengatakan tidak mengetahui secara pasti sejarah kapan pura segara ini dibangun. Namun Pura Segara Penimbangan ini sudah disungsung secara turun temurun. Jro Mangku Mara mengaku hanya mengetahui cerita dari buyutnya. Pura Kahyangan Tiga yang disungsung krama tiga desa adat ini, memiliki kaitan sejarah yang sangat kental dengan Raja Buleleng I Gusti Panji Sakti.
Bahkan di perairan Penimbangan ini, Panji Sakti yang terkenal memiliki kesaktian mampu membantu pedagang China yang kapalnya karam, hanya dengan menunjukkan keris saktinya.
Perairan Penimbangan pun dulu dikenal sebagai pusat pertemuan orang-orang spiritual di seluruh Buleleng.
“Dulu saya mendapat cerita dari panglingsir, di sini pusat paruman orang mencari Tuhan. Bagian tengah, jika diukur dari sisi timur dan barat Buleleng. Dulu juga di sini adalah pelabuhan dagang, terbukti dengan karamnya kapal China yang kemudian berhasil didorong oleh Anglurah Panji Sakti,” tutur Jro Mangku Mara.
Sebagai bentuk penghormatan di Pura Segara Penimbangan ini dibuatkan palinggih gedong yang merupakan stana I Gusti Ngurah Panji Sakti. Selain itu juga ada palinggih Ratu Ayu Mas Subandar dengan bentuk palinggih yang paling beda dengan palinggih lainnya. Palinggih ini memiliki atap terbuat dari paras segi delapan dan patung Budha di depan palinggih.
Di sisi lain, keberadaan Pura Segara Penimbangan, menurut Jro Mangku Mara, tidak terlepas dengan kisah mistis sumber air di dasar perairan Penimbangan. Konon sumber air tawar di tengah laut itu dikenal sebagai Tirta Kamandalu untuk penyucian dalam perkataan dan memohon anugerah keselamatan dan kemakmuran. Namun tirta yang bersumber dari perairan Penimbangan ini hanya bisa dimohon sewaktu-waktu.
Keberadaan sumber air bawah tanah ini pun dikenal pingit. Pusaran airnya tidak diketahui pasti berjarak berapa meter dari garis pantai. Namun posisinya tepat ada di arah utara Pura Segara Penimbangan. Banyak kejadian aneh dan mistis yang telah disaksikan Jro Mangku Mara atas keberadaan sumber air bawah laut tersebut.
“Memang kalau di sini tidak pakai tirta itu, kecuali memang ada yang datang dan meminta langsung setelah mendapat pawisik. Seperti beberapa tahun lalu ada rombongan dari Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, yang datang memohon Tirta Kamandalu,” ucap Jro Mangku Mara.
Saat itu rombongan umat dari Lumajang disebut naik dua unit bus. Mereka makemit tiga hari di Pura Segara Penimbangan hanya untuk mendapatkan Tirta Kamandalu. Sedangkan saat itu, diceritakan Jro Mangku Mara, Tirta Kamandalu sedang kosong. Namun umat dari Lumajang ini tak gentar, mereka tetap menunggu dan membiarkan sangku (tempat tirta) di palinggih gedong. Peristiwa aneh pun terjadi setelah usai muspa (menghaturkan sembah bakti). Sangku umat tiba-tiba sudah penuh dengan Tirta Kamandalu.
“Kala itu saya terkejut juga karena Tirta Kamandalu sedang habis saat itu, tetapi haturan umat tetap saya uningang (sampaikan) kepada Ida. Ternyata ada seorang wanita tidak kasat mata yang menuangkan tirta ke masing-masing sangku,” imbuh Jro Mangku Mara.
Bukti keberadaan Tirta Kamandalu di laut Penimbangan itu pun dialami langsung oleh almarhum ayah Jro Mangku Mara. Saat itu ayahnya juga ngayah sebagai pamangku Pura Segara. Saat sedang ngayah tiba-tiba saja dia diajak dan diseret oleh tiga orang samar untuk masuk ke dalam laut. Meski menolak karena takut, ayah Jro Mangku Mara tak bisa berkelit dari ajakan tersebut.
“Anehnya ayah saya saat itu badan dan pakaiannya kering saat keluar dari laut yang saat itu sedang pasang. Kondisinya baik-baik saja, padahal hampir 30 menit hilang,” ungkap Jro Mangku Mara.
Hingga kini keberadaan sumber air di bawah laut itu masih dikeramatkan dan masih menjadi misteri. Pamangku pura dan pangempon hanya memohon Tirta Kamandalu dari tengah laut ketika mendapat pawisik dari Ida Bhatara.
Sementara usai upacara, Wabup Sutjidra mengatakan pelaksanaan upacara Jana Kerthi ini merupakan salah satu bagian Sad Kerthi (enam jenis upacara untuk menjaga keharmonisan alam dan isinya). Jana Kerthi yang digelar bertepatan dengan Hari Raya Tumpek Landep dimaksudkan dapat membersihkan masing-masing individu dan dapat menajamkan pikiran di hari selanjutnya.
“Pura Segara Penimbangan dipilih karena segara (laut) identik dengan pembersih, kemudian di sini juga punya sejarah Anglurah Panji Sakti. Dengan mendapat penyucian diri di hari Tumpek Landep, kita juga berharap mendapat anugerah dari Ida (Panji Sakti) berupa pikiran yang tajam,” ucap Wabup Sutjidra.
Makna Hari Raya Tumpek Landep ini juga diharapkan dapat memberikan tuntunan kepada umat Hindu. Terutama dalam menjalani kehidupan yang lebih bijaksana dan lebih baik. Lebih mampu membedakan baik dan buruk dalam kehidupan, mengurangi hal negatif. *k23
Pelaksanaan upacara Jana Kerthi bertepatan dengan Hari Raya Tumpek Landep yang jatuh pada Saniscara Kliwon Landep, Sabtu (9/4), di Kabupaten Buleleng digelar di Pura Segara Penimbangan. Pura yang berlokasi di wewidangan Baktiseraga, Kecamatan/Kabupaten Buleleng, ini dipilih karena memiliki sejarah perjuangan Raja I Gusti Panji Sakti, menangani kapal dagang China yang karam.
Upacara Jana Kerthi dipimpin Jro Mangku Pura Segara Penimbangan Jro Mangku Made Mara. Pura tersebut disungsung oleh krama dari tiga desa adat, yakni Desa Adat Panji, Desa Panji, Kecamatan Sukasada, Desa Adat Pemaron, Desa Pemaron, Kecamatan Buleleng, dan Desa Adat Galiran, Desa Baktiseraga, Kecamatan/Kabupaten Buleleng.
Rangkaian upacara Jana Kerthi yang serentak dilangsungkan di Provinsi Bali dihadiri oleh Wakil Bupati Buleleng I Nyoman Sutjidra. Hadir pula Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna, Sekda Buleleng Gede Suyasa, dan pimpinan perangkat daerah Pemkab Buleleng.
Jro Mangku Mara, 70, mengatakan tidak mengetahui secara pasti sejarah kapan pura segara ini dibangun. Namun Pura Segara Penimbangan ini sudah disungsung secara turun temurun. Jro Mangku Mara mengaku hanya mengetahui cerita dari buyutnya. Pura Kahyangan Tiga yang disungsung krama tiga desa adat ini, memiliki kaitan sejarah yang sangat kental dengan Raja Buleleng I Gusti Panji Sakti.
Bahkan di perairan Penimbangan ini, Panji Sakti yang terkenal memiliki kesaktian mampu membantu pedagang China yang kapalnya karam, hanya dengan menunjukkan keris saktinya.
Perairan Penimbangan pun dulu dikenal sebagai pusat pertemuan orang-orang spiritual di seluruh Buleleng.
“Dulu saya mendapat cerita dari panglingsir, di sini pusat paruman orang mencari Tuhan. Bagian tengah, jika diukur dari sisi timur dan barat Buleleng. Dulu juga di sini adalah pelabuhan dagang, terbukti dengan karamnya kapal China yang kemudian berhasil didorong oleh Anglurah Panji Sakti,” tutur Jro Mangku Mara.
Sebagai bentuk penghormatan di Pura Segara Penimbangan ini dibuatkan palinggih gedong yang merupakan stana I Gusti Ngurah Panji Sakti. Selain itu juga ada palinggih Ratu Ayu Mas Subandar dengan bentuk palinggih yang paling beda dengan palinggih lainnya. Palinggih ini memiliki atap terbuat dari paras segi delapan dan patung Budha di depan palinggih.
Di sisi lain, keberadaan Pura Segara Penimbangan, menurut Jro Mangku Mara, tidak terlepas dengan kisah mistis sumber air di dasar perairan Penimbangan. Konon sumber air tawar di tengah laut itu dikenal sebagai Tirta Kamandalu untuk penyucian dalam perkataan dan memohon anugerah keselamatan dan kemakmuran. Namun tirta yang bersumber dari perairan Penimbangan ini hanya bisa dimohon sewaktu-waktu.
Keberadaan sumber air bawah tanah ini pun dikenal pingit. Pusaran airnya tidak diketahui pasti berjarak berapa meter dari garis pantai. Namun posisinya tepat ada di arah utara Pura Segara Penimbangan. Banyak kejadian aneh dan mistis yang telah disaksikan Jro Mangku Mara atas keberadaan sumber air bawah laut tersebut.
“Memang kalau di sini tidak pakai tirta itu, kecuali memang ada yang datang dan meminta langsung setelah mendapat pawisik. Seperti beberapa tahun lalu ada rombongan dari Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, yang datang memohon Tirta Kamandalu,” ucap Jro Mangku Mara.
Saat itu rombongan umat dari Lumajang disebut naik dua unit bus. Mereka makemit tiga hari di Pura Segara Penimbangan hanya untuk mendapatkan Tirta Kamandalu. Sedangkan saat itu, diceritakan Jro Mangku Mara, Tirta Kamandalu sedang kosong. Namun umat dari Lumajang ini tak gentar, mereka tetap menunggu dan membiarkan sangku (tempat tirta) di palinggih gedong. Peristiwa aneh pun terjadi setelah usai muspa (menghaturkan sembah bakti). Sangku umat tiba-tiba sudah penuh dengan Tirta Kamandalu.
“Kala itu saya terkejut juga karena Tirta Kamandalu sedang habis saat itu, tetapi haturan umat tetap saya uningang (sampaikan) kepada Ida. Ternyata ada seorang wanita tidak kasat mata yang menuangkan tirta ke masing-masing sangku,” imbuh Jro Mangku Mara.
Bukti keberadaan Tirta Kamandalu di laut Penimbangan itu pun dialami langsung oleh almarhum ayah Jro Mangku Mara. Saat itu ayahnya juga ngayah sebagai pamangku Pura Segara. Saat sedang ngayah tiba-tiba saja dia diajak dan diseret oleh tiga orang samar untuk masuk ke dalam laut. Meski menolak karena takut, ayah Jro Mangku Mara tak bisa berkelit dari ajakan tersebut.
“Anehnya ayah saya saat itu badan dan pakaiannya kering saat keluar dari laut yang saat itu sedang pasang. Kondisinya baik-baik saja, padahal hampir 30 menit hilang,” ungkap Jro Mangku Mara.
Hingga kini keberadaan sumber air di bawah laut itu masih dikeramatkan dan masih menjadi misteri. Pamangku pura dan pangempon hanya memohon Tirta Kamandalu dari tengah laut ketika mendapat pawisik dari Ida Bhatara.
Sementara usai upacara, Wabup Sutjidra mengatakan pelaksanaan upacara Jana Kerthi ini merupakan salah satu bagian Sad Kerthi (enam jenis upacara untuk menjaga keharmonisan alam dan isinya). Jana Kerthi yang digelar bertepatan dengan Hari Raya Tumpek Landep dimaksudkan dapat membersihkan masing-masing individu dan dapat menajamkan pikiran di hari selanjutnya.
“Pura Segara Penimbangan dipilih karena segara (laut) identik dengan pembersih, kemudian di sini juga punya sejarah Anglurah Panji Sakti. Dengan mendapat penyucian diri di hari Tumpek Landep, kita juga berharap mendapat anugerah dari Ida (Panji Sakti) berupa pikiran yang tajam,” ucap Wabup Sutjidra.
Makna Hari Raya Tumpek Landep ini juga diharapkan dapat memberikan tuntunan kepada umat Hindu. Terutama dalam menjalani kehidupan yang lebih bijaksana dan lebih baik. Lebih mampu membedakan baik dan buruk dalam kehidupan, mengurangi hal negatif. *k23
Komentar