Unud Beber Kronologi Kasus Tanah yang Seret Prof Bakta
MANGUPURA, NusaBali
Universitas Udayana (Unud) memberikan klarifikasi terhadap penetapan tersangka mantan rektornya Prof Dr dr I Made Bakta Sp PD (KHOM) pada kasus sengketa tanah di area Kampus Unud Jimbaran.
Pada kasus tersebut Prof Bakta disangkakan atas pemalsuan akta autentik. Rektor Unud, Prof Dr Ir I Nyoman Gde Antara MEng IPU, dalam keterangan yang dibacakan Juru Bicara Unud, Putu Ayu Asty Senja Pratiwi, didampingi Tim Ahli Bidang Hukum Unud, Selasa (12/4) di Rektorat Universitas Udayana Jimbaran, menyampaikan bahwa apa yang dilakukan Prof Bakta pada saat menjabat sebagai Rektor Unud merupakan satu langkah yang harus diambil untuk menjaga aset negara dari gangguan pihak lain.
“Sampai saat ini belum ada dokumen atau surat palsu yang digunakan oleh Universitas Udayana dalam hal menunjukkan dan mempergunakan bukti formal yang dimiliki oleh negara (Universitas Udayana) tanpa terkecuali dokumen surat pernyataan penyerahan hak dan pembayaran ganti kerugian yang dimiliki Universitas Udayana yang kini disita oleh Bareskrim,” ujar Prof Antara.
Lebih lanjut dijelaskan, I Pulir selaku pemilik tanah sebelumnya, semasa hidupnya dan pasca menerima ganti kerugian dari negara, yakni di tahun 1982-1983 hingga meninggalnya di tahun 2002, belum pernah mempersoalkan perihal proses ganti rugi yang diterimanya dan tidak pernah pula melapor kalau sidik jarinya dipalsukan.
“Karena satu-satunya orang yang memiliki kapasitas secara hukum untuk melaporkan pemalsuan cap jempolnya adalah I Pulir sendiri dan itu pun kalau dia masih hidup dan benar-benar mengalami peristiwa cap jempolnya dipalsu,” lanjut Prof Antara.
Dia melanjutkan, tidak pernah ada seorang terpidana sebagai akibat adanya tindakan pemalsuan bukti yang disebutkan palsu tersebut yang mendasarkan keputusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap. Prof Antara pun menyebut, tidak pernah ada status hukum atas putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan yang menyatakan bahwa bukti yang disita oleh penyidik Bareskrim Polri tersebut adalah dipalsukan.
Menurut Prof Antara, tidak mungkin pula ada salah satu transaksi pelepasan ganti rugi dipalsukan, oleh karena di tahun 1982-1983 tersebut di mana pada saat pelaksanaan pemberian ganti kerugian dilakukan secara kolektif dan kolegial, baik dari sisi panitia maupun seluruh masyarakat yang dijalankan secara bersama-sama dan di bawah pengawasan panitia yang kesemuanya adalah pejabat dari tingkat tertinggi gubernur sampai pada tingkat terendah kepala dusun.
“Demikian juga I Pulir yang sudah menerima secara baik pemberian ganti kerugian tersebut,” sebut Prof Antara. Dia melanjutkan, bundel surat pernyataan penyerahan hak milik atas tanah dengan bangunan serta tanaman yang ada di atasnya dibuat dan diselenggarakan oleh Panitia Pemerintah Provinsi Bali.
Bukti yang dibuat atau diterbitkan oleh negara (produk pejabat administrasi negara) dan untuk kepentingan negara (dokumen publik yang bukan untuk kepentingan antarprivat atau pribadi) dan Universitas Udayana sebagai kepanjangan tangan dari Kementerian Keuangan telah mempergunakan bukti itu dalam bentuk pemberian atau pembayaran ganti rugi kepada seluruh masyarakat pemilik tanah di hadapan dan bersama-sama dengan tim panitia yang dibentuk Pemerintah Provinsi Bali, yakni mulai bulan Desember tahun 1982-1983.
“Sehingga kalau dihitung mulai sejak dipergunakan surat tersebut hingga sekarang maka sudah berjalan hampir 39 tahun lamanya dan sudah barang tentu telah menjadi status kedaluwarsa untuk menuntut terhadap seseorang yang menyatakan mempergunakan surat yang kalau memang surat tersebut benar-benar palsu pula,” sebut Prof Antara.
Atas penetapan Prof Bakta sebagai tersangka, serta untuk kepentingan hukum Universitas Udayana dalam hal penyelamatan aset seluas 2,7 hektare tersebut, Universitas Udayana telah melakukan beberapa upaya hukum, di antaranya meminta perlindungan hukum ke hadapan Presiden Republik Indonesia, dan meminta perlindungan hukum juga kepada Kemenko Polhukam Republik Indonesia yang turut ditembuskan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI.
Sementara itu, I Komang Sutrisna, selaku kuasa hukum peIapor I Nyoman Suastika kepada NusaBali menyampaikan pelaporan ke Bareskrim Polri diawali kecurigaan atas dasar yang digunakan untuk memutuskan PK yang memenangkan pihak Unud.
Salah satu dasar yang digunakan adalah karena pihak Unud menyatakan telah memiliki sertifikat tanah yang disengketakan, ternyata setelah dicek ke BPN hal tersebut tidak terbukti. Dasar lain yang digunakan adalah adanya bukti surat pernyataan penyerahan hak milik atas tanah dengan bangunan serta tanaman yang ada di atasnya. Sementara menurut pengakuan kliennya, I Nyoman Suastika, ayahnya I Pulir tidak pernah bercerita menyerahkan tanahnya kepada pihak Unud.
“Saya nggak ada melaporkan Prof Bakta, saya melaporkan Rektor Unud yang menggunakan surat palsu,” tegasnya. Diberitkan sebelumnya, mantan Rektor Universitas Udayana (Unud) Prof Dr dr I Made Bakta Sp PD (KHOM) ditetapkan Bareskrim Mabes Polri menjadi tersangka dalam dugaan tindak pidana pemalsuan akta autentik dalam kasus tanah milik warga di Kelurahan Jimbaran Kuta Selatan Badung Bali.
Pengacara I Komang Sutrisna, selaku kuasa hukum pelapor menyampaikan, penetapan tersangka itu sebagai tindak lanjut dari Laporan Polisi No STTL/368/IX/2021/BARESKRIM POLRI tertanggal 15 September 2021 yang dilakukan kliennya I Nyoman Suastika. *cr78
Komentar