5 Krama Bali Jadi Korban Human Trafficking
Di Kolombo, Srilanka, Saat Ini Masih Jalani Persidangan
Kadisnaker dan ESDM Bali, IB Ngurah Arda mengatakan kalau kasusnya berlatarbelakang pengiriman TKI pihaknya akan memastikan ke Kemenlu.
JAKARTA, NusaBali
Lima orang Warga Negara Indonesia (WNI) asal Bali menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) atau human trafficking di Kolombo, Sri Lanka. Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kolombo telah memberikan perlindungan kepada lima WNI asal Bali tersebut. Kini, kondisi kelima WNI asal Bali itu dalam keadaan sehat.
"Kelima WNI tersebut dalam kondisi yang baik di dalam shelter KBRI. Semua akomodasi dan logistik mereka ditanggung KBRI," ujar Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia (PWNI-BHI) Kementerian Luar Negeri RI, Judha Nugraha saat dihubungi NusaBali, Minggu (17/4).
Judha menjelaskan, awalnya lima WNI itu ditangkap oleh Kepolisian Sri Lanka pada Oktober 2021 lalu. Mereka dituduh melanggar aturan karantina dan bekerja secara ilegal. KBRI Kolombo kemudian melakukan berbagai upaya perlindungan kepada lima WNI asal Bali tersebut. Antara lain, memberikan perlindungan di shelter KBRI termasuk logistik.
Kemudian memberikan pendampingan hukum selama proses persidangan serta melakukan upaya diplomatik melalui pertemuan Dubes RI di Kolombo dengan Jaksa Agung Sri Lanka. Hasilnya, kelima WNI itu dibebaskan setelah KBRI dan Tim Pengacara melakukan pendampingan secara hukum sehingga status mereka menjadi korban.
"Berkat pendampingan yang dilakukan KBRI, para WNI saat ini berstatus sebagai korban. Sedangkan pihak majikan dikenakan tuntutan sebagai pelaku TPPO. Kami juga akan kerjasama dengan aparat penegak hukum di Indonesia untuk menyelidiki siapa yang bertanggung jawab memberangkatkan mereka," kata Judha.
Saat ini, berkas perkara telah dilimpahkan dari Satgas TPPO Sri Lanka kepada Kejaksaan pada bulan Maret 2022. Sesuai hukum setempat, lanjut Judha, para WNI perlu tetap berada di Sri Lanka selama proses persidangan berlangsung sebagai saksi korban. "Oleh karena itu, keberadaan lima WNI asal Bali masih diperlukan sebagai saksi agar tuntutan kepada majikan mereka sebagai pelaku TPPO tuntas. Bila persidangan selesai, kami akan pulangkan mereka," papar Judha.
Sayangnya terkait informasi detil terkait 5 WNI asal Bali ini pihak PWNI-BHI Kemenlu belum bisa menyebutkan nama lima WNI dan asal mana di Bali dengan alasan untuk memberi perlindungan kepada mereka. Judha Nugraha juga menolak menyebutkan jenis pekerjaan kelima WNI tersebut di Kolombo.
Menanggapi kasus 5 WNI asal Bali jadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Kolombo, Sri Lanka, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Energi Sumber Daya Mineral (Kadisnaker dan ESDM) Provinsi Bali, Ida Bagus Ngurah Arda akan menelusuri dan mengecek kasus krama Bali yang diduga menjadi korban TPPO tersebut. Menurut Gus Arda kasus tersebut harus dipastikan dulu latarbelakangnya, sehingga bisa ditindaklanjuti Pemprov Bali.
“Kita akan telusuri dulu datanya, karena belum ada laporan secara resmi kita terima. Kita akan cek, apakah itu kasus ketenagakerjaan atau memang kasus tindak pidana perdagangan orang,” ujar Gus Arda dihubungi NusaBali, Minggu malam. Gus Arda mengatakan kalau kasus krama Bali yang diduga menjadi korban TPPO di Sri Langka berlatarbelakang pengiriman tenaga kerja pihaknya akan memastikan dulu dengan berkoordinasi ke Kementerian Luar Negeri.
“Kami akan koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri. Kalau murni berlatarbelakang pengiriman tenaga kerja, harus cek dokumen warga Bali ini. Nanti kami informasikan lebih lanjut,” ujar mantan Kabag Rumah Tangga Setda Provinsi Bali ini. *k22, nat
"Kelima WNI tersebut dalam kondisi yang baik di dalam shelter KBRI. Semua akomodasi dan logistik mereka ditanggung KBRI," ujar Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia (PWNI-BHI) Kementerian Luar Negeri RI, Judha Nugraha saat dihubungi NusaBali, Minggu (17/4).
Judha menjelaskan, awalnya lima WNI itu ditangkap oleh Kepolisian Sri Lanka pada Oktober 2021 lalu. Mereka dituduh melanggar aturan karantina dan bekerja secara ilegal. KBRI Kolombo kemudian melakukan berbagai upaya perlindungan kepada lima WNI asal Bali tersebut. Antara lain, memberikan perlindungan di shelter KBRI termasuk logistik.
Kemudian memberikan pendampingan hukum selama proses persidangan serta melakukan upaya diplomatik melalui pertemuan Dubes RI di Kolombo dengan Jaksa Agung Sri Lanka. Hasilnya, kelima WNI itu dibebaskan setelah KBRI dan Tim Pengacara melakukan pendampingan secara hukum sehingga status mereka menjadi korban.
"Berkat pendampingan yang dilakukan KBRI, para WNI saat ini berstatus sebagai korban. Sedangkan pihak majikan dikenakan tuntutan sebagai pelaku TPPO. Kami juga akan kerjasama dengan aparat penegak hukum di Indonesia untuk menyelidiki siapa yang bertanggung jawab memberangkatkan mereka," kata Judha.
Saat ini, berkas perkara telah dilimpahkan dari Satgas TPPO Sri Lanka kepada Kejaksaan pada bulan Maret 2022. Sesuai hukum setempat, lanjut Judha, para WNI perlu tetap berada di Sri Lanka selama proses persidangan berlangsung sebagai saksi korban. "Oleh karena itu, keberadaan lima WNI asal Bali masih diperlukan sebagai saksi agar tuntutan kepada majikan mereka sebagai pelaku TPPO tuntas. Bila persidangan selesai, kami akan pulangkan mereka," papar Judha.
Sayangnya terkait informasi detil terkait 5 WNI asal Bali ini pihak PWNI-BHI Kemenlu belum bisa menyebutkan nama lima WNI dan asal mana di Bali dengan alasan untuk memberi perlindungan kepada mereka. Judha Nugraha juga menolak menyebutkan jenis pekerjaan kelima WNI tersebut di Kolombo.
Menanggapi kasus 5 WNI asal Bali jadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Kolombo, Sri Lanka, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Energi Sumber Daya Mineral (Kadisnaker dan ESDM) Provinsi Bali, Ida Bagus Ngurah Arda akan menelusuri dan mengecek kasus krama Bali yang diduga menjadi korban TPPO tersebut. Menurut Gus Arda kasus tersebut harus dipastikan dulu latarbelakangnya, sehingga bisa ditindaklanjuti Pemprov Bali.
“Kita akan telusuri dulu datanya, karena belum ada laporan secara resmi kita terima. Kita akan cek, apakah itu kasus ketenagakerjaan atau memang kasus tindak pidana perdagangan orang,” ujar Gus Arda dihubungi NusaBali, Minggu malam. Gus Arda mengatakan kalau kasus krama Bali yang diduga menjadi korban TPPO di Sri Langka berlatarbelakang pengiriman tenaga kerja pihaknya akan memastikan dulu dengan berkoordinasi ke Kementerian Luar Negeri.
“Kami akan koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri. Kalau murni berlatarbelakang pengiriman tenaga kerja, harus cek dokumen warga Bali ini. Nanti kami informasikan lebih lanjut,” ujar mantan Kabag Rumah Tangga Setda Provinsi Bali ini. *k22, nat
1
Komentar