Penyalur 5 PMI asal Bali Ditelusuri
Jadi Korban Human Trafficking di Sri Lanka, Berawal Janji Kerja di Spa
TKI harus konfirmasi mengenai tawaran bekerja luar negeri ke instansi terkait, seperti Disnaker dan UPT BP2PMI agar keberangkatan sesuai prosedur.
DENPASAR, NusaBali
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Provinsi Bali, Ida Bagus Ngurah Arda memastikan sebanyak 5 orang WNI asal Bali yang diduga menjadi korban perdagangan orang (human trafficking) di Kolombo, Sri Lanka kondisinya aman. Lima orang tersebut merupakan Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang berusia antara 28-35 tahun. Mereka awalnya mendapat tawaran bekerja di spa sebagai terapis, namun ternyata tidak sesuai dan malah dipekerjakan di tempat yang tidak mereka inginkan. Kemenlu RI dan Pemprov Bali juga akan menelusuri siapa penyalur mereka untuk bekerja ke luar negeri.
"Kita sudah cek di Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), tapi nama-nama tidak diekspos dulu. Kondisi mereka sudah kita tahu dan ada datanya," ujar Gus Arda. Gus Arda mengatakan kepulangan dari 5 korban sedang diproses pemerintah. Para WNI tersebut dalam perlindungan Kemenlu. "Posisi mereka aman. Tinggal menunggu penyelesaian masalah hukum. Kita koordinasi terus dengan pemulangan para WNI asal Bali ini," tegas mantan Kabag Rumah Tangga Setda Provinsi Bali ini.
Sementara Kemenlu RI membenarkan Pemprov Bali melalui Dinas Tenaga Kerja (Dinasker) dan ESDM Bali telah berkoordinasi mengenai lima (5) Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Bali yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Kolombo, Sri Lanka. Kemenlu-Pemprov Bali juga akan bekerjasama untuk menelusuri siapa yang memberangkatkan kelima PMI asal Bali tersebut.
"Hari ini (kemarin, Red), Kadisnaker Bali sudah komunikasi dengan kami mengenai itu. Kami pun menyampaikan update mengenai KBRI di Kolombo yang menangani kasus lima PMI asal Bali tersebut. Oleh karena itu, Pemprov Bali sudah aware. Begitu pula dengan UPT BP2PMI," ujar Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia (PWNI-BHI) Kementerian Luar Negeri RI, Judha Nugraha kepada NusaBali, Senin kemarin.
Adanya komunikasi dengan Disnaker dan ESDM Bali, kata Judha, mereka akan menelusuri siapa yang memberangkatkan PMI tersebut. Kemudian pemberangkatannya apakah memenuhi prosedur. Berdasarkan Undang-Undang No 18 Tahun 2017 tentang Pekerja Migran, pekerja migran berangkat harus sesuai prosedur dan sesuai persyaratan, antara lain mengetahui majikannya dan kontaknya. Lalu mereka diberi pelatihan sebelum berangkat.
"Nanti akan kami lihat, apakah penyalur sesuai prosedur atau tidak. Jika tidak, kami akan melakukan penegakan hukum dan koordinasi dengan Disnaker," papar Judha. Lima PMI Bali sendiri awalnya mendapat tawaran bekerja di spa sebagai terapis. Namun tidak sesuai. Kelimanya sampai di Kolombo di bulan berbeda pada tahun 2021 lalu. Mereka adalah NH, NS, KRL, KS dan KR. Dengan adanya kejadian itu, lanjut Judha, Kemenlu mengimbau agar WNI khususnya dari Bali berhati-hati dan tidak mudah percaya dengan tawaran bekerja yang menggiurkan ke luar negeri.
Mereka juga harus konfirmasi kembali mengenai tawaran itu ke instansi terkait seperti Disnaker dan UPT BP2PMI agar keberangkatan mereka sesuai dengan prosedur yang diatur dalam UU No 18 Tahun 2017 tentang Pekerja Migran.
Terpisah terkait adanya kabar 5 orang WNI asal Bali yang tersangkut kasus human trafficking di Kolombo, Sri Lanka, UPT BP2MI (Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia) Wilayah Bali mengaku belum menerima laporan terkait hal tersebut. Namun BP2MI memastikan akan segera menindaklanjuti berita tersebut dengan berkoordinasi dengan BP2MI pusat dan pihak-pihak terkait lainnya.
"Akan kita coba telusuri, kita akan koordinasikan ke BP2MI pusat, terus kita akan koordinasikan juga secara lisan untuk mempercepat ke KBRI Sri Lanka. Nanti setelah kita mendapatkan informasi valid atau A1 mungkin nanti kita akan sampaikan ke Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Provinsi Bali juga," ujar Sub Koordinator Pelindungan dan Pemberdayaan UPT BP2MI Wilayah Bali, Anak Agung Gde Indra Hardiawan kepada NusaBali saat ditemui, Senin kemarin.
Hardiawan melanjutkan, jikapun nantinya datang laporan dari korban, keluarga, ataupun masyarakat terkait WNI asal Bali di Sri Lanka, dokumen-dokumen valid yang dilampirkan akan dijadikan dasar dalam memfasilitasi pelindungan terhadap WNI Bali tersebut. Berkaca dari kasus 29 orang PMI Bali yang terkatung-katung di Turki pada bulan Maret lalu, Hardiawan menuturkan pihak BP2MI pada saat itu segera menindaklanjuti kasus tersebut dengan berkoordinasi dengan BP2MI pusat yang selanjutnya berkoordinasi lagi dengan pihak Kementerian Luar Negeri RI.
"Boleh dibilang (PMI) prosedural maupun non prosedural, pastinya salah satu tugas dan fungsi kami adalah memfasilitasi masyarakat yang notabene dijanjikan bekerja tapi pada saat di negara penempatan tidak sesuai dengan yang diharapkan, itu jadi salah satu tugas kami untuk memfasilitasi," kata Hardiawan.
Namun demikian, Hardiawan tetap mengimbau kepada masyarakat Bali yang berencana bekerja di luar negeri untuk melakukan proses keberangkatan secara legal dengan mengikuti sejumlah ketetapan yang sudah dipersyaratkan oleh pemerintah. "Hati-hati dalam mencari informasi untuk bekerja ke luar negeri, manfaatkan media sosial atau instansi yang memang membidangi baik itu Dinas Tenaga Kerja ataupun UPT BP2MI Denpasar," tambahnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, lima orang Warga Negara Indonesia (WNI) asal Bali menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) atau human trafficking di Kolombo, Sri Lanka. Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kolombo telah memberikan pelindungan kepada lima WNI asal Bali tersebut.
Awalnya lima WNI itu ditangkap oleh Kepolisian Sri Lanka pada Oktober 2021 lalu. Mereka dituduh melanggar aturan karantina dan bekerja secara ilegal. KBRI Kolombo kemudian melakukan berbagai upaya perlindungan kepada lima WNI asal Bali tersebut. Hasilnya, kelima WNI itu dibebaskan setelah KBRI dan Tim Pengacara melakukan pendampingan secara hukum sehingga status mereka menjadi korban. Sesuai hukum setempat, para WNI tersebut perlu tetap berada di Sri Lanka selama proses persidangan berlangsung sebagai saksi korban. *k22, cr78, nat
"Kita sudah cek di Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), tapi nama-nama tidak diekspos dulu. Kondisi mereka sudah kita tahu dan ada datanya," ujar Gus Arda. Gus Arda mengatakan kepulangan dari 5 korban sedang diproses pemerintah. Para WNI tersebut dalam perlindungan Kemenlu. "Posisi mereka aman. Tinggal menunggu penyelesaian masalah hukum. Kita koordinasi terus dengan pemulangan para WNI asal Bali ini," tegas mantan Kabag Rumah Tangga Setda Provinsi Bali ini.
Sementara Kemenlu RI membenarkan Pemprov Bali melalui Dinas Tenaga Kerja (Dinasker) dan ESDM Bali telah berkoordinasi mengenai lima (5) Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Bali yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Kolombo, Sri Lanka. Kemenlu-Pemprov Bali juga akan bekerjasama untuk menelusuri siapa yang memberangkatkan kelima PMI asal Bali tersebut.
"Hari ini (kemarin, Red), Kadisnaker Bali sudah komunikasi dengan kami mengenai itu. Kami pun menyampaikan update mengenai KBRI di Kolombo yang menangani kasus lima PMI asal Bali tersebut. Oleh karena itu, Pemprov Bali sudah aware. Begitu pula dengan UPT BP2PMI," ujar Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia (PWNI-BHI) Kementerian Luar Negeri RI, Judha Nugraha kepada NusaBali, Senin kemarin.
Adanya komunikasi dengan Disnaker dan ESDM Bali, kata Judha, mereka akan menelusuri siapa yang memberangkatkan PMI tersebut. Kemudian pemberangkatannya apakah memenuhi prosedur. Berdasarkan Undang-Undang No 18 Tahun 2017 tentang Pekerja Migran, pekerja migran berangkat harus sesuai prosedur dan sesuai persyaratan, antara lain mengetahui majikannya dan kontaknya. Lalu mereka diberi pelatihan sebelum berangkat.
"Nanti akan kami lihat, apakah penyalur sesuai prosedur atau tidak. Jika tidak, kami akan melakukan penegakan hukum dan koordinasi dengan Disnaker," papar Judha. Lima PMI Bali sendiri awalnya mendapat tawaran bekerja di spa sebagai terapis. Namun tidak sesuai. Kelimanya sampai di Kolombo di bulan berbeda pada tahun 2021 lalu. Mereka adalah NH, NS, KRL, KS dan KR. Dengan adanya kejadian itu, lanjut Judha, Kemenlu mengimbau agar WNI khususnya dari Bali berhati-hati dan tidak mudah percaya dengan tawaran bekerja yang menggiurkan ke luar negeri.
Mereka juga harus konfirmasi kembali mengenai tawaran itu ke instansi terkait seperti Disnaker dan UPT BP2PMI agar keberangkatan mereka sesuai dengan prosedur yang diatur dalam UU No 18 Tahun 2017 tentang Pekerja Migran.
Terpisah terkait adanya kabar 5 orang WNI asal Bali yang tersangkut kasus human trafficking di Kolombo, Sri Lanka, UPT BP2MI (Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia) Wilayah Bali mengaku belum menerima laporan terkait hal tersebut. Namun BP2MI memastikan akan segera menindaklanjuti berita tersebut dengan berkoordinasi dengan BP2MI pusat dan pihak-pihak terkait lainnya.
"Akan kita coba telusuri, kita akan koordinasikan ke BP2MI pusat, terus kita akan koordinasikan juga secara lisan untuk mempercepat ke KBRI Sri Lanka. Nanti setelah kita mendapatkan informasi valid atau A1 mungkin nanti kita akan sampaikan ke Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Provinsi Bali juga," ujar Sub Koordinator Pelindungan dan Pemberdayaan UPT BP2MI Wilayah Bali, Anak Agung Gde Indra Hardiawan kepada NusaBali saat ditemui, Senin kemarin.
Hardiawan melanjutkan, jikapun nantinya datang laporan dari korban, keluarga, ataupun masyarakat terkait WNI asal Bali di Sri Lanka, dokumen-dokumen valid yang dilampirkan akan dijadikan dasar dalam memfasilitasi pelindungan terhadap WNI Bali tersebut. Berkaca dari kasus 29 orang PMI Bali yang terkatung-katung di Turki pada bulan Maret lalu, Hardiawan menuturkan pihak BP2MI pada saat itu segera menindaklanjuti kasus tersebut dengan berkoordinasi dengan BP2MI pusat yang selanjutnya berkoordinasi lagi dengan pihak Kementerian Luar Negeri RI.
"Boleh dibilang (PMI) prosedural maupun non prosedural, pastinya salah satu tugas dan fungsi kami adalah memfasilitasi masyarakat yang notabene dijanjikan bekerja tapi pada saat di negara penempatan tidak sesuai dengan yang diharapkan, itu jadi salah satu tugas kami untuk memfasilitasi," kata Hardiawan.
Namun demikian, Hardiawan tetap mengimbau kepada masyarakat Bali yang berencana bekerja di luar negeri untuk melakukan proses keberangkatan secara legal dengan mengikuti sejumlah ketetapan yang sudah dipersyaratkan oleh pemerintah. "Hati-hati dalam mencari informasi untuk bekerja ke luar negeri, manfaatkan media sosial atau instansi yang memang membidangi baik itu Dinas Tenaga Kerja ataupun UPT BP2MI Denpasar," tambahnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, lima orang Warga Negara Indonesia (WNI) asal Bali menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) atau human trafficking di Kolombo, Sri Lanka. Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kolombo telah memberikan pelindungan kepada lima WNI asal Bali tersebut.
Awalnya lima WNI itu ditangkap oleh Kepolisian Sri Lanka pada Oktober 2021 lalu. Mereka dituduh melanggar aturan karantina dan bekerja secara ilegal. KBRI Kolombo kemudian melakukan berbagai upaya perlindungan kepada lima WNI asal Bali tersebut. Hasilnya, kelima WNI itu dibebaskan setelah KBRI dan Tim Pengacara melakukan pendampingan secara hukum sehingga status mereka menjadi korban. Sesuai hukum setempat, para WNI tersebut perlu tetap berada di Sri Lanka selama proses persidangan berlangsung sebagai saksi korban. *k22, cr78, nat
1
Komentar