Berawal dari Membuat Saur, Ciptakan Mesin Multifungsi Pengolah Kelapa
I Wayan Ruja, Jawara Lomba Teknologi Tepat Guna (TTG) Tingkat Kabupaten Gianyar 2022
Sepengetahuan Wayan Ruja mesin multifungsi buatannya belum ada tandingan, dia juga meyakini jika mesin ini diproduksi massal peminatnya akan banyak.
GIANYAR, NusaBali
I Wayan Ruja, 42, warga Banjar Bukian Kaja, Desa Bukian, Kecamatan Payangan memenangkan Lomba Teknologi Tepat Guna (TTG) Tahun 2022 tingkat Kabupaten Gianyar. Suami dari Ni Wayan Sremod, 40, ini menerima piala dan penghargaan dari Bupati Gianyar Made Agus Mahayastra bertepatan dengan HUT ke-251 Kota Gianyar di Alun-alun Kota Gianyar, Selasa (19/4). TTG hasil ciptaannya berupa Mesin Multifungsi Pengolah Buah Kelapa. Jadi, sekali dinamo dinyalakan buah kelapa bisa dikupas, dibelah, air kelapa ditampung di satu tempat untuk dijadikan pupuk cair, selanjutnya bagian mesin yang lain juga bisa memisahkan isi dengan batok kelapa, terakhir mesin dipakai untuk membuat kerajinan batok kelapa berupa pot bunga.
Ayah tiga (3) anak ini tak pernah menyangka bisa menjadi jawara. Sebab tujuan awal dirancangnya mesin ini karena tuntutan ekonomi. Wayan Ruja mengaku sempat terpuruk sejak pandemi melanda. Pria yang hanya lulusan SMP, yakni SMP Negeri 2 Payangan ini mulanya perajin ukir. Saat pariwisata menggeliat, permintaan ukiran kayu buatannya laris manis. Produknya banyak diserap artshop di kawasan Gentong, Tegallalang. Namun sejak tahun 2019, Wayan Ruja nyaris tak lagi pegang pahat. Tidak ada pesanan, membuatnya beralih profesi.
"Awalnya perajin ukir, sejak pandemi beralih ke perajin patung, tapi patung sepi juga peminatnya. Akhirnya saya pernah nyoba jualan nasi," jelasnya. Sayangnya, Wayan Ruja merasa belum hoki jualan nasi sehingga memutar otak kembali untuk pekerjaan lain. Sembari bertahan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, Wayan Ruja mencoba membuat kerajinan dari batok kelapa.
Tapi begitu dia punya desain batok kelapa, situasi pandemi membuatnya sulit memasarkan. Saking pasrahnya, Wayan Ruja mencoba membuat Saur/Serondeng untuk dijual. Siapa sangka, pekerjaan yang dianggap paling sederhana membuat saur ini ternyata menguntungkan. Sederhananya, permintaan saur akan tetap ada sepanjang Krama Hindu di Bali membuat Banten. Sebab saur menjadi sarana penting melengkapi kacang-kacangan. Di samping untuk upakara, saur yang dikombinasikan dengan rasa pedas manis cocok juga dikonsumsi.
Karena awalnya coba-coba, pembuatan saur masih manual. Bahan buah kelapa dikupas sambuknya atau kulitnya, kemudian dibelah dan airnya terbuang sia-sia. Kelapa yang sudah diparut dibaluri adonan bumbu kuning kemudian langsung dinyanyah di penggorengan. "Ciri khas saur saya, santannya tidak diperas," jelasnya.
Pemasaran mulanya di sekitar Payangan. Karena rasanya yang enak, saur yang diberi label Berkah Kelapa ini banyak diminati. Bahkan pesanan datang dari Tegallalang, Sukawati, Ubud hingga Bangli. Saat kondisi kewalahan memenuhi pesanan inilah, Wayan Ruja berpikir bagaimana cara agar mempercepat proses pengupasan kelapa. "Bertambah pesanan nggak kuat bikin secara manual, jadi saya berpikir inisiatif membuat mesin. Penggeraknya satu dinamo, sekali dinyalakan bisa ambil dua pekerjaan sekaligus sama istri," jelasnya.
Rancangan mesin multifungsi Wayan Ruja dikerjakan secara bertahap. "Apa yang kurang, pelan-pelan saya tambahkan. Idenya mengalir saja. Karena terbatas alat, saya minta bantuan teman untuk ngelas. Saya yang kasih rancangan, bentuk dan posisi," terangnya. Biaya yang dihabiskan pun bertahap jika diakumulasi sekitar Rp 6 juta.
Sepengetahuannya, mesin multifungsi ini belum ada tandingannya. Wayan Ruja juga meyakini, jika mesin ini diproduksi massal peminatnya akan banyak. Hanya saja, Wayan Ruja yang hidupnya pas-pasan belum terpikirkan untuk memproduksi mesin lagi. "Kalau memang dibantu pemerintah bikin hak paten, tentu saya syukuri. Apalagi untuk produksi lagi. Saya rasa mesin ini banyak diminati," ungkapnya.
Dalam sehari, Wayan Ruja mengolah sekitar 200 sampai 250 buah kelapa menggunakan mesin multifungsi. Diakui, permintaan saur masih cukup banyak. "Pakai mesin pun saya masih kewalahan. Mungkin kalau sehari bisa ngolah 300-400 kelapa baru nutup," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten Gianyar, Ngakan Ngurah Adi mengatakan lomba Teknologi Tepat Guna (TTG) ini digelar secara berkala setiap tahun. Gianyar selama ini cukup berprestasi, bahkan di kancah nasional. Dengan dinobatkan Kincir Air buatan Wayan Budiana (almarhum) asal Desa Bukian, Payangan sebagai terbaik nasional.
"Setelah menang di Kabupaten akan mewakili Gianyar di tingkat provinsi. Astungkara nanti bisa bersaing di nasional, seperti prestasi sebelumnya," jelasnya. Kemenangan Wayan Ruja di tingkat Kabupaten melalui tahapan seleksi ketat. "Pertama kami bersurat ke Kecamatan agar mengajukan karya terbaik mereka, kemudian kami turun ke lapangan melakukan penilaian sesuai kriteria nasional," jelasnya. Dari 7 peserta, diciutkan menjadi 4 orang. "Juara I sampai juara harapan," jelasnya.
Adapun kriteria penilaian, yakni hasil karya yang diciptakan tidak mahal, sederhana namun memiliki manfaat luar biasa untuk masyarakat. Bisa memudahkan bekerja mengolah produk dan hasil produknya bisa bermanfaat bagi masyarakat. "Contoh Juara kita ini, mesin yang diciptakan bisa membelah, nyeluh, marut. Tidak ada buah kelapa yang terbuang, kulit bisa untuk produk kerajinan. Isinya untuk saur, air untuk pupuk, jadi sekali bekerja banyak produk bisa dihasilkan. Ini original, belum ada duanya. Tidak meniru," terang Ngurah Adi. *nvi
Ayah tiga (3) anak ini tak pernah menyangka bisa menjadi jawara. Sebab tujuan awal dirancangnya mesin ini karena tuntutan ekonomi. Wayan Ruja mengaku sempat terpuruk sejak pandemi melanda. Pria yang hanya lulusan SMP, yakni SMP Negeri 2 Payangan ini mulanya perajin ukir. Saat pariwisata menggeliat, permintaan ukiran kayu buatannya laris manis. Produknya banyak diserap artshop di kawasan Gentong, Tegallalang. Namun sejak tahun 2019, Wayan Ruja nyaris tak lagi pegang pahat. Tidak ada pesanan, membuatnya beralih profesi.
"Awalnya perajin ukir, sejak pandemi beralih ke perajin patung, tapi patung sepi juga peminatnya. Akhirnya saya pernah nyoba jualan nasi," jelasnya. Sayangnya, Wayan Ruja merasa belum hoki jualan nasi sehingga memutar otak kembali untuk pekerjaan lain. Sembari bertahan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, Wayan Ruja mencoba membuat kerajinan dari batok kelapa.
Tapi begitu dia punya desain batok kelapa, situasi pandemi membuatnya sulit memasarkan. Saking pasrahnya, Wayan Ruja mencoba membuat Saur/Serondeng untuk dijual. Siapa sangka, pekerjaan yang dianggap paling sederhana membuat saur ini ternyata menguntungkan. Sederhananya, permintaan saur akan tetap ada sepanjang Krama Hindu di Bali membuat Banten. Sebab saur menjadi sarana penting melengkapi kacang-kacangan. Di samping untuk upakara, saur yang dikombinasikan dengan rasa pedas manis cocok juga dikonsumsi.
Karena awalnya coba-coba, pembuatan saur masih manual. Bahan buah kelapa dikupas sambuknya atau kulitnya, kemudian dibelah dan airnya terbuang sia-sia. Kelapa yang sudah diparut dibaluri adonan bumbu kuning kemudian langsung dinyanyah di penggorengan. "Ciri khas saur saya, santannya tidak diperas," jelasnya.
Pemasaran mulanya di sekitar Payangan. Karena rasanya yang enak, saur yang diberi label Berkah Kelapa ini banyak diminati. Bahkan pesanan datang dari Tegallalang, Sukawati, Ubud hingga Bangli. Saat kondisi kewalahan memenuhi pesanan inilah, Wayan Ruja berpikir bagaimana cara agar mempercepat proses pengupasan kelapa. "Bertambah pesanan nggak kuat bikin secara manual, jadi saya berpikir inisiatif membuat mesin. Penggeraknya satu dinamo, sekali dinyalakan bisa ambil dua pekerjaan sekaligus sama istri," jelasnya.
Rancangan mesin multifungsi Wayan Ruja dikerjakan secara bertahap. "Apa yang kurang, pelan-pelan saya tambahkan. Idenya mengalir saja. Karena terbatas alat, saya minta bantuan teman untuk ngelas. Saya yang kasih rancangan, bentuk dan posisi," terangnya. Biaya yang dihabiskan pun bertahap jika diakumulasi sekitar Rp 6 juta.
Sepengetahuannya, mesin multifungsi ini belum ada tandingannya. Wayan Ruja juga meyakini, jika mesin ini diproduksi massal peminatnya akan banyak. Hanya saja, Wayan Ruja yang hidupnya pas-pasan belum terpikirkan untuk memproduksi mesin lagi. "Kalau memang dibantu pemerintah bikin hak paten, tentu saya syukuri. Apalagi untuk produksi lagi. Saya rasa mesin ini banyak diminati," ungkapnya.
Dalam sehari, Wayan Ruja mengolah sekitar 200 sampai 250 buah kelapa menggunakan mesin multifungsi. Diakui, permintaan saur masih cukup banyak. "Pakai mesin pun saya masih kewalahan. Mungkin kalau sehari bisa ngolah 300-400 kelapa baru nutup," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten Gianyar, Ngakan Ngurah Adi mengatakan lomba Teknologi Tepat Guna (TTG) ini digelar secara berkala setiap tahun. Gianyar selama ini cukup berprestasi, bahkan di kancah nasional. Dengan dinobatkan Kincir Air buatan Wayan Budiana (almarhum) asal Desa Bukian, Payangan sebagai terbaik nasional.
"Setelah menang di Kabupaten akan mewakili Gianyar di tingkat provinsi. Astungkara nanti bisa bersaing di nasional, seperti prestasi sebelumnya," jelasnya. Kemenangan Wayan Ruja di tingkat Kabupaten melalui tahapan seleksi ketat. "Pertama kami bersurat ke Kecamatan agar mengajukan karya terbaik mereka, kemudian kami turun ke lapangan melakukan penilaian sesuai kriteria nasional," jelasnya. Dari 7 peserta, diciutkan menjadi 4 orang. "Juara I sampai juara harapan," jelasnya.
Adapun kriteria penilaian, yakni hasil karya yang diciptakan tidak mahal, sederhana namun memiliki manfaat luar biasa untuk masyarakat. Bisa memudahkan bekerja mengolah produk dan hasil produknya bisa bermanfaat bagi masyarakat. "Contoh Juara kita ini, mesin yang diciptakan bisa membelah, nyeluh, marut. Tidak ada buah kelapa yang terbuang, kulit bisa untuk produk kerajinan. Isinya untuk saur, air untuk pupuk, jadi sekali bekerja banyak produk bisa dihasilkan. Ini original, belum ada duanya. Tidak meniru," terang Ngurah Adi. *nvi
1
Komentar