Pemilik Lontar: Leluhur Saya Seorang Balian Pengobatan Tradisional Bali
Tim Penyuluh Bahasa Bali Konservasi Lontar Milik Warga di Denut
DENPASAR, NusaBali
Tim Penyuluh Bahasa Bali Dinas Kebudayaan (Disbud) Provinsi Bali untuk wilayah Kota Denpasar, melaksanakan konservasi lontar yang dimiliki salah seorang warga di Jalan Cokroaminoto Gang Manuk, Banjar Petangan Gede, Desa Ubung Kaja, Denpasar Utara (Denut), Selasa (19/4).
Sebanyak 21 cakepan lontar terdiri dari lontar usadha, tattwa, parwa, dan wariga mendapat perawatan secara fisik dan diklasifikasikan menurut jenisnya sejak Senin (18/4). Menurut Tim Penyuluh, lontar-lontar tersebut kemungkinan dibuat pada sekitar awal abad ke-20 atau pada awal tahun 1900-an.
Koordinator Bidang Lontar Tim Penyuluh Disbud Provinsi Bali Wilayah Denpasar Utara Ni Luh Ariyanti, mengatakan program konservasi lontar yang dilaksanakan Disbud Bali sejak 2016 bertujuan untuk melestarikan salah satu warisan leluhur krama Bali.
“Apabila ada warga yang lontarnya ingin dibersihkan atau diidentifikasi, kami sebagai penyuluh siap untuk melaksanakan konservasi lontar tersebut,” ujar Ariyanti kepada NusaBali, Selasa (19/4).
Ariyanti mengatakan lontar yang disimpan warga pada umumnya dalam kondisi kurang terawat. Lontar biasanya hanya disimpan seadanya oleh pemiliknya, dan biasanya akan diupacarai pada hari raya tertentu.
Proses perawatan lontar oleh Tim Penyuluh Bahasa Bali dimulai dengan membersihkan debu yang menempel pada lontar menggunakan kuas. Selanjutnya lontar yang tulisannya mulai pudar digosok dengan minyak kemiri (dari buah kemiri yang dibakar, Red) agar tulisan menjadi lebih jelas.
Terakhir adalah mengoleskan cairan minyak sereh yang sudah dicampurkan dengan aseton untuk melindungi lontar dari serangga yang bisa menggerogoti daun lontar. Lontar-lontar yang masih tercerai berai susunannya kemudian dirapikan diikat dengan benang.
Proses selanjutnya adalah membaca dan menerjemahkan isi lontar. Namun, kebanyakan lontar yang dikonservasi memang sudah tidak utuh lagi secara keseluruhan, sehingga kurang efektif jika dilakukan penerjemahan. “Tapi kalau masih utuh cakepannya bisa dilanjutkan dengan penerjemahan isi lontar,” jelas Ariyanti.
Ariyanti pun mengungkapkan tantangan yang dihadapi dalam konservasi lontar yang dipegang oleh masyarakat. Sebagian masih enggan melakukan konservasi dengan alasan lontar-lontar tersebut merupakan benda pusaka yang tidak bisa diperlakukan secara sembarangan.
Namun demikian untuk di wilayah Denpasar Utara, sejak program konservasi dimulai 2016, sudah lebih dari 10 warga yang mendapat pelayanan konservasi secara gratis dari tim penyuluh. “Kalau dikonservasi dan dibaca kita bisa tahu pesan yang ditulis, daripada hanya diupacarai saja,” imbuh Ariyanti.
Sementara itu pemilik lontar, I Wayan Widiarta, 41, mengucapkan terima kasih dengan apa yang dilakukan tim penyuluh. Sebelum bertemu dengan tim penyuluh, diakuinya lontar-lontar yang diwariskan kepadanya hanya disimpan seadanya dalam satu kotak kayu dan diupacarai setiap perayaan Rahina Saraswati.
Widiarta bersedia melakukan konservasi lontar yang diwariskan kepadanya dengan maksud bisa mengetahui apa yang telah ditulis leluhurnya di masa lalu. Dikatakannya, leluhurnya sebelumnya adalah balian dalam pengobatan tradisional Bali dan juga seorang pamangku pura.
“Ini adalah satu hal yang sangat positif, membantu masyarakat yang memiliki lontar agar bisa tahu isi lontar tersebut,” ucapnya. *cr78
1
Komentar