Pedagang Acung di Pantai Kuta Punya Nama Beken
Ada yang Dipanggil Maorin, Kaorichang, Judy Hingga Serah
MANGUPURA, NusaBali
Sejumlah pedagang acung di Pantai Kuta memiliki nama beken. Jangan kaget misalnya mendengar nenek-nenek lanjut usia alias dadong dipanggil Maorin, Kaorichang, Judy hingga Serah.
Kebanyakan nama beken para pedagang acung tersebut adalah pemberian dari wisatawan mancanegara (wisman). Bukan tanpa alasan nama beken diberikan kepada para pedagang. Menurut penelusuran NusaBali, penyematan nama beken untuk memudahkan wisatawan dalam mengenali pedagang langganannya. Bak gayung bersambut, pedagang acung yang sebagian besar usia lanjut usia menulis nama beken mereka di topi pantai yang digunakan.
Salah seorang pedagang acung di Pantai Kuta, Ni Nengah Mundel, mengaku memiliki nama beken Maorin. Perempuan berusia 60 tahun itu mengaku mendapatkan nama beken dari wisatawan asal Australia yang merupakan pelanggannya. Dirinya pun menggunakan nama tersebut setiap berjualan. “Sesama pedagang sudah jarang manggil nama asli Bali lagi. Jadi namanya semua berubah saat sudah berada di Pantai Kuta,” kata Nengah Mundel alias Maorin saat ditemui, Rabu (20/4).
Menurut Maorin alasan pemberian nama beken itu karena wisatawan asing sulit menemukan dirinya saat berjualan. Apalagi, saat ditanyakan ke pedagang lainnya, pasti banyak yang mengaku sebagai dirinya. Kondisi itu kerap terjadi sejak dirinya berjualan dari tahun 1987-an atau 35 tahun silam. Berangkat dari itu, wisatawan asal Australia yang juga seumuran dengannya memberikan nama yang gampang diingat. “Kalau dipanggil Nengah, banyak yang ngaku, karena nama itu merupakan nama Bali. Makanya timbulah ide dari wisatawan saat itu untuk memberi nama Maorin,” jelasnya.
Pedagang lainnya yang juga diberi nama beken adalah Ni Made Toyo, 63. Bahkan, perempuan yang kini tinggal di kawasan Padangsambian ini memiliki dua nama beken sekaligus yakni Kaorichang dan Judy. Diceritakan, nama Kaorichang merupakan pemberian seorang artis asal Jepang. Kala itu, artis tersebut kerap menemuinya di Pantai Kuta, baik sekadar bersapa hingga membeli beberapa souvenis dagangannya. “Nama itu sudah lama sekali. Setelah kejadian bom Bali. Dulu sangat dekat dan sering main ke Pantai Kuta. Tapi saya sudah lupa namanya,” bebernya.
Pertemanan mereka pun membuat dirinya sempat masuk televisi di Jepang. Made Toyo baru mengetahui status dari pelanggannya itu setelah beberapa kerabatnya melihat Made Toyo di stasiun televisi Jepang. Meski begitu, dia tidak pernah mencari tahu secara langsung identitas wisatawan itu. “Saya juga tidak mengerti, tiba-tiba dia bilang mau kasi nama Kaorichang. Jadi, saya manggut saja,” kata Made Toyo alias Kaorichang.
Setelah wisatawan Jepang itu tidak ada kabar, wisatawan Australia kembali datang dan menjadi pelanggannya. Sama halnya dengan wisatawan lainnya, Made Toyo juga diberi nama beken kedua yakni Judy. Nama itu juga digunakan selama berjualan hingga saat ini. Bahkan, di topi yang kerap dipakai Made Toyo dituliskan kedua nama pemberian pelanggannya tersebut. Dia berharap, dengan adanya nama pada topi itu, bisa diingat oleh wisatawan yang dulunya pernah menjadi pelanggan.
“Sudah lama kita tidak bertemu. Ya, saya tetap pakai nama ini, siapa tahu mereka datang lagi dan mengingat nama pemberian itu. Soalnya saya sudah mulai lupa wajah mereka,” harap Kaorichang.
Kisah hampir sama juga dialami Ni Nyoman Wati. Meski menjual jasa kepang rambut dan massage, perempuan yang tinggal di Banjar Pemamoran Kuta ini memiliki nama beken Serah yang diberikan pelanggannya dari Australia. Dia pun kini menggunakan topi pantai yang memiliki nama pemberian pelanggannya itu. “Berhubung sudah cukup lama, siapa tahu setelah pariwisata mulai bangkit, mereka datang lagi dan mengenali,” harapnya. *dar
1
Komentar