16 Tahun Jadi Penyidik, Paling Berat Tangani Kasus Engeline
Aipda Ni Nyoman Eny Perimawati
DENPASAR, NusaBali
Hasil pemikiran, perlawanan, dan perjuangan Raden Ajeng Kartini di zaman dahulu memberikan makna kuat bagi kaum perempuan zaman modern ini.
Kini kaum perempuan memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk berkarya, berkarier, dan membangkitkan kualitas hidup. Meski demikian, kodrat perempuan tetaplah perempuan. Ditengah kemajuan dunia saat ini perempuan tidak boleh cengeng dan harus kuat. Bukan berarti harus bersaing dengan laki-laki. Perempuan harus bangkit dan melakukan hal positif untuk diri sendiri dan keluarga.
Hal ini diungkapkan oleh penyidik senior yang kini menjabat sebagai Kasubnit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Denpasar, Aipda Ni Nyoman Eny Perimawati saat diwawancara NusaBali di ruang kerjanya di Mapolresta Denpasar, Rabu (20/4).
Polwan asal Banjar Jembong, Desa Gobleg, Kecamatan Banjar, Buleleng ini mengatakan perempuan jangan hanya menuntut kesetaraan gender tetapi harus mampu berkarya sendiri di tengah kebebasan yang dimiliki.
Anggota Polri kelahiran 26 April 1984 yang sudah 14 tahun menjadi penyidik di Unit PPA Polresta Denpasar (sejak 2008 sampai sekarang) ini mengaku banyak sekali menangani kasus yang menimpa kaum perempuan. Baik masalah KDRT hingga kasus pelecehan seksual. Dari analisanya, semua ini terjadi akibat banyak faktor, salah satunya adalah kurangnya perhatian orang tua terhadap anak.
Lantas Aipda Eny menceritakan bagaimana pengalamannya bekerja sebagai penyidik selama 16 tahun sejak awal menjadi anggota Polri. Awalnya berdinas di Polres Gianyar, tahun 2006-2008. Sejak 2008 pidah ke Polresta Denpasar jadi penyidik di Unit PPA. Banyak kasus pernah ditanganinya. Salah satu yang terbesar dan terberat adalah mengungkap kasus pembunuhan terhadap bocah SD Engeline Megawe tahun 2015. Kasus tersebut mendapat atensi dan tekanan sangat kuat dari publik. Sebagai penyidik, Eny pun bersama tim penyidik bekerja ekstra.
"Pada saat itu anak saya yang kedua baru berusia tiga bulan. Saya baru saja selesai cuti melahirkan, munculah kasus Engeline itu. Mau tidak mau, suka tidak suka, sebagai penyidik harus bekerja ekstra. Saya harus meninggalkan anak yang masih bayi. Selama menangani kasus itu kadang saya 24 jam di kantor," ungkapnya.
Sebagai penyidik bekerja ekstra, karena tekanan publik dalam kasus tersebut sangat tinggi. Setiap hari diberitakan media massa. "Apa yang diekspos media massa, kami sebagai penyidik sudah melakukan suatu langkah lebih maju. Kami harus bekerja keras," lanjutnya.
Aipda Eny mengaku mengungkap kasus pembunuhan terhadap Engeline sangat melelahkan. Harus bisa membagi waktu menjadi seorang ibu dan menjadi polisi yang profesional dalam tugas. Sebab, menjadi penyidik harus siap 24 jam dalam menangani kasus.
Aipda Eny mengaku bisa melewati semuanya berkat dukungan dari suami tercinta dan keluarga pada umumnya. Meski sibuk, istri dari Wahyu Adi Sucipto yang merupakan anggota TNI ini tetap memberikan perhatian terhadap anak-anak. Tak jarang anak-anaknya harus dibawa ke kantor. Aipda Eny berusaha memberikan penjelasan kepada anak-anak tentang pekerjaannya. *pol
1
Komentar