Sudirta : Kenakan Pidana Korupsi Bagi Mafia Minyak Goreng
JAKARTA,NusaBali
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan I Wayan Sudirta mendorong Kejaksaan Agung menggunakan ketentuan pidana korupsi kepada pelaku mafia minyak goreng.
Perbuatannya mafia minyak goreng itu sudah masuk ke dalam kategori perbuatan melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain, baik perorangan maupun korporasi, merugikan keuangan negara, juga merugikan perekonomian nasional.
“Ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang 30 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah terpenuhi,” ujar Sudirta. Perbuatan para mafia minyak goreng ini malah secara nyata telah merugikan perekonomian nasional bahkan sampai pada kerugian pada tingkat pemenuhan kebutuhan masyarakat,” tegas Sudirta dalam keterangan tertulis, Kamis (21/4).
Sebagaimana diketahui masyarakat telah dirugikan atas kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng di pasaran sejak awal tahun ini. Sudirta juga menegaskan bahwa besarnya kebutuhan pasar dalam negeri atas ketersediaan minyak goreng, sangat berpotensi minyak goreng tidak hanya dimainkan oleh pihak yang sudah dijadikan tersangka oleh Kejaksaan Agung saat ini. Untuk itu, Sudirta juga mendorong Kejaksaan Agung dapat menyasar pihak-pihak lain yang memiliki potensi tinggi terlibat dalam kegiatan mafia minyak goreng ini.
“Saya percaya Kejaksaan Agung tidak akan berhenti sampai di titik ini. Dengan kehebatan sumber daya manusia ditambah dengan modal kewenangan baru dalam UU Kejaksaan yang telah dirubah belum lama ini, saya mendorong dan menaruh harapan besar Kejaksaan Agung dapat menyasar pihak-pihak lain, yang turut bermain sebagai mafia minyak goreng ini,” urai politisi asal Desa Pidpid, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem yang juga mantan pengacara Presiden Jokowi di Mahkamah Konstitusi ini.
Sudirta memberikan apresiasi yang tinggi terhadap prestasi Kejaksaan Agung dalam mengungkap mafia minyak goreng ini. Kejaksaan Agung telah memiliki nilai sensitivitas yang kuat terhadap kehidupan sosial masyarakat. "Seperti inilah seharusnya penegakan hukum kita dipraktikkan. Potensi kejahatan akan selalu ada dibalik kesulitan yang dihadapi masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya," tegas Ketua Panitia Perancang Undang-undang (PPUU) DPD RI periode 2004-2009 dan 2009-2014 ini.
Untuk itu kejelian, sensitivitas, empati terhadap kesulitan masyarkat luas kata Sudirta harus juga menjadi pegangan bagi penegak hukum, baik Jaksa, Polisi, maupun KPK.
“Nilai keadilan, dan kemanfaatan hukum harus selalu didahulukan dari pada nilai kepastian hukum itu sendiri. Mafia minyak goreng bukan hanya bertentangan dengan nilai kepastian hukum, tetapi juga mengingkari nilai-nilai kemanfaatan dan keadilan hukum bagi masyarakat. Saya menaruh harapan besar bagi Kejaksaan agar terus berdiri di depan kepentingan masyarakat luas dalam melakukan penegakan hukum,” pungkas alumni Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur ini.
Sebelumnya, dalam keterangan pers Kejaksaan Agung mengungkapkan nama-nama tersangka kasus mafia minyak goreng yaitu Indrasari Wisnu Wardhana (IWW), Master Parulian Tumanggor (MPT) selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Stanley MA (SMA) selaku Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup (PHG), dan Picare Togare Sitanggang (PT) selaku General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas.
Jaksa Agung, Burhanuddin menyampaikan duduk perkara yang menjerat keempat tersangka. Perkara ini berawal dari adanya kelangkaan minyak goreng yang terjadi pada akhir 2021 hingga menyebabkan naiknya harga minyak goreng.
Kemudian, pemerintah melalui Kemendag mengambil kebijakan untuk menetapkan DMO (Domestic Market Obligation) dan DPO (Domestic Price Obligation) bagi perusahaan yang ingin melaksanakan ekspor CPO dan produk turunannya. Selain itu, Kemendag menetapkan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng sawit.
"Dalam pelaksanaannya perusahaan eksportir tidak memenuhi DPO namun tetap mendapatkan persetujuan ekspor dari pemerintah," ucap Burhanuddin. Para tersangka itu diduga melanggar Pasal 54 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a, b, e, dan f Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.*Nat
1
Komentar