Ketua PN Singaraja Heriyanti, Jebloskan Koruptor hingga Predator Seksual ke Sel
Sosok Kartini Masa Kini, Sukses Meniti Karier Setelah Hadapi Berbagai Tantangan
Sebagai hakim saat menyidangkan perkara sering muncul tekanan hingga ancaman dari pihak berperkara, tak jarang ancaman itu membuat waswas atas keselamatan diri dan keluarga.
SINGARAJA, NusaBali
Ada sejumlah Srikandi Penegak Hukum di Bali dengan jabatan cukup strategis. Salah satunya, Heriyanti SH MHum,42, yang kini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri (PN) Singaraja, Buleleng. Sepanjang perjalanan kariernya sebagai penegak hukum, Heriyanti sudah menyidangkan cukup banyak perkara yang menyita perhatian publik. Mulai dari perkara korupsi, perlindungan anak dan perempuan, hingga lingkungan.
Heriyanti baru satu bulan menduduki jabatan Ketua PN Singaraja sejak 28 Maret 2022 menggantikan posisi Gede Hariyadi yang pindah tugas sebagai Wakil Ketua PN Mataram, NTB. Sebelumnya, Heriyanti sempat menjabat sebagai Wakil Ketua PN Singaraja sejak 2 Juli 2022. Hakim kelahiran Kota Medan, 25 Maret 1980 ini, juga sempat menjabat sebagai Ketua PN Polewali, Sulawesi Barat, pada 2016 lalu.
Alumnus S1 Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Medan tahun 2002 ini, mengawali kariernya di bidang hukum dengan posisi calon hakim di PN Binjai pada 1 Desember 2002.
Empat tahun setelahnya, barulah Heriyanti dipromosikan menjadi hakim tingkat pertama di PN Padang Panjang (sejak 30 Januari 2006). Heriyanti kemudian pindah jadi hakim PN Majalengka, 17 Juni 2009. Selanjutnya, Heriyanti pindah ke PN Simalungun, 11 Juli 2011 dan digeser ke PN Selong, 31 Desember 2013. Alumnus S2 Ilmu Hukum USU Medan (2004) ini, baru dipromosikan menjadi Wakil Ketua PN Polewali, Sulawesi Barat, 9 Juni 2015 lantas didapuk menjadi Ketua PN Polewali pada 21 November 2016. Pada 13 Juni 2019, Heriyanti menjadi hakim di PN Denpasar kemudian menjadi Wakil Ketua PN Singaraja.
PN Singaraja di bawah kepemimpinan Heriyanti terus berupaya menghadirkan sejumlah inovasi. Seperti beragam aplikasi pelayanan daring hingga persidangan elektronik. PN Singaraja juga tengah menggenjot Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dalam rangka peningkatan pelayanan publik. "Kami juga tengah mengupayakan predikat zona integritas menuju WBK (Wilayah Bebas Korupsi) yang kami target bisa capai tahun ini," kata Heriyanti saat ditemui di kantornya, Rabu (20/4).
Selama hampir 20 tahun sebagai seorang hakim, banyak pengalaman tak terlupakan yang dirasakan Heriyanti. Heriyanti sudah menyidangkan cukup banyak perkara. Selain perkara tindak pidana korupsi (tipikor), Heriyanti juga menyidangkan perkara lingkungan hidup serta perlindungan anak dan perempuan. Hal ini sesuai dengan sertifikasi hakim yang Heriyanti miliki.
Salah satu perkara yang menarik perhatian publik yang disidangkan Heriyanti adalah kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur dengan terdakwa Warga Negara (WN) Prancis bernama Emmanuel Alain Pascal Mailet, 53. Dalam sidang putusan pada April 2021, majelis hakim PN Denpasar yang dipimpin Heriyanti menjatuhkan hukuman penjara 8 tahun kepada predator seksual itu.
Proses hukum kasus tersebut menjadi sorotan media di Indonesia dan media asing. Heriyanti mengakui, kasus perlindungan anak dan perempuan di Bali memang cukup banyak. Terlebih Heriyanti merupakan salah satu hakim yang cukup concern dalam perkara tersebut. Tak jarang dalam proses hukum kasus itu sangat menguras tenaga, pikiran, bahkan perasaannya. Menurut Heriyanti, sebagai hakim selama persidangan tidak boleh subjektif. Perkara mesti disidangkan dengan sebaik-baiknya dan objektif. "Tapi memang kadang-kadang, karena saya adalah seorang perempuan dan ibu yang dihadapkan pada korban pelecehan seksual yang merupakan anak-anak dan perempuan, kadangkala hati saya berkecamuk," akunya.
Heriyanti mengaku, tak jarang dihadapkan dengan dilema hingga terbawa perasaan. Namun, menurutnya, itu yang harus dijaga agar bisa tetap netral dan menyidangkan perkara dengan fair. "Saya harus bisa memeriksa dan melihat perkara dari segala aspek dengan objektif. Melihat kerugian, kemanfaatan, kepastian hukum, keadilan yang harus dipertimbangkan dalam sebuah putusan. Itu yang saya berusaha terus jadikan pegangan," jelasnya.
Sepanjang kariernya sebagai hakim di Pengadilan Tipikor Denpasar, Heriyanti juga sudah menjebloskan beberapa koruptor di Bali. Salah satu perkara korupsi yang dia sidangkan antara lain korupsi dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Pariwisata Buleleng dengan terpidana mantan Kepala Dinas Pariwisata Buleleng dan tujuh anak buahnya. Perkara tersebut sudah dinyatakan inkracht (berkekuatan hukum tetap).
Perkara korupsi lainnya yang tengah disidangkan Heryanti yakni kasus suap dan gratifikasi yang menjerat mantan Sekda Buleleng, Dewa Ketut Puspaka. Perkara tersebut masih bergulir di Pengadilan Tipikor Denpasar dengan Heriyanti sebagai ketua majelis hakim. Perkara tersebut sudah masuk tahap tuntutan dan akan segera diputus dalam waktu dekat ini.
Tak hanya itu, Heriyanti juga pernah menyidangkan perkara lingkungan hidup yang cukup menjadi sorotan public, yakni kasus perdagangan satwa dilindungi dengan terdakwa Warga Negara (WN) Belanda Eric Roer, 56. Majelis hakim perkara tersebut yang diketuai Heriyanti menjatuhkan hukuman penjara dua tahun terhadap Eric Roer yang dinyatakan melanggar UU tentang konservasi.
Menurut Heriyanti, tantangan sebagai seorang hakim saat menyidangkan perkara adalah munculnya tekanan hingga ancaman dari pihak-pihak yang berperkara. Tak jarang ancaman itu cukup membuat waswas atas keselamatan dirinya dan keluarga.
"Mungkin kalau (ancaman) itu ditujukan kepada saya pribadi saya bisa mengukur sejauh mana saya bisa memproteksi diri. Namun, ketika dihadapkan pada anak-anak, walaupun kami dilindungi, perasaan khawatir itu tetap ada dan tidak bisa dipungkiri. Apalagi saya seorang ibu pasti akan kepikiran jika ancaman itu terjadi pada anak-anak," katanya.
Sementara itu, selama menjalani profesi sebagai hakim yang bertugas di berbagai tempat, Heriyanti sempat harus tinggal terpisah dari keluarga. Bahkan, dengan tugas baru sebagai Ketua PN Singaraja, Heriyanti mesti bolak-balik Singaraja Denpasar, setiap hari Senin, Rabu, dan Jumat. Sedangkan hari Selasa dan Kamis dia bertugas di Pengadilan Tipikor Denpasar.
Ibu dari lima anak dari pernikahannya dengan Erwind Harlond Palyama ini menyebutkan, dirinya tidak hanya bertanggung jawab terhadap pekerjaan. Sebagai seorang ibu, Heriyanti juga harus mengurus keluarga. Bagi dia, menjalani dua peran yang berbeda memiliki tantangan tersendiri yang harus dijalankan dengan berimbang. "Sejauh ini terasa ringan karena dijalani dengan keikhlasan dan mendapat dukungan penuh dari suami dan anak-anak," ujarnya.
Setiap hari kerja pada jadwal bertugas di PN Singaraja, Heriyanti harus berangkat dinihari pukul 05.00 Wita dan baru balik ke rumah di Kota Denpasar malam sekitar pukul 20.00 Wita. Maka, Sabtu dan Minggu yang merupakan hari libur, betul-betul dimanfaatkan Heriyanti untuk keluarga.
"Saya tidak begitu kesulitan dan keduanya bisa berjalan berbarengan. Di sela kerja saya tetap luangkan waktu berkomunikasi dengan anak melalui WhatsApp. Ketika pulang atau makan malam baru bisa mengobrol langsung dengan anak satu per satu dan mendengar cerita mereka. Saya bersyukur anak saya terbuka dan cukup paham dengan kondisi pekerjaan ibunya," kata Heriyanti. *mz
Heriyanti baru satu bulan menduduki jabatan Ketua PN Singaraja sejak 28 Maret 2022 menggantikan posisi Gede Hariyadi yang pindah tugas sebagai Wakil Ketua PN Mataram, NTB. Sebelumnya, Heriyanti sempat menjabat sebagai Wakil Ketua PN Singaraja sejak 2 Juli 2022. Hakim kelahiran Kota Medan, 25 Maret 1980 ini, juga sempat menjabat sebagai Ketua PN Polewali, Sulawesi Barat, pada 2016 lalu.
Alumnus S1 Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Medan tahun 2002 ini, mengawali kariernya di bidang hukum dengan posisi calon hakim di PN Binjai pada 1 Desember 2002.
Empat tahun setelahnya, barulah Heriyanti dipromosikan menjadi hakim tingkat pertama di PN Padang Panjang (sejak 30 Januari 2006). Heriyanti kemudian pindah jadi hakim PN Majalengka, 17 Juni 2009. Selanjutnya, Heriyanti pindah ke PN Simalungun, 11 Juli 2011 dan digeser ke PN Selong, 31 Desember 2013. Alumnus S2 Ilmu Hukum USU Medan (2004) ini, baru dipromosikan menjadi Wakil Ketua PN Polewali, Sulawesi Barat, 9 Juni 2015 lantas didapuk menjadi Ketua PN Polewali pada 21 November 2016. Pada 13 Juni 2019, Heriyanti menjadi hakim di PN Denpasar kemudian menjadi Wakil Ketua PN Singaraja.
PN Singaraja di bawah kepemimpinan Heriyanti terus berupaya menghadirkan sejumlah inovasi. Seperti beragam aplikasi pelayanan daring hingga persidangan elektronik. PN Singaraja juga tengah menggenjot Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dalam rangka peningkatan pelayanan publik. "Kami juga tengah mengupayakan predikat zona integritas menuju WBK (Wilayah Bebas Korupsi) yang kami target bisa capai tahun ini," kata Heriyanti saat ditemui di kantornya, Rabu (20/4).
Selama hampir 20 tahun sebagai seorang hakim, banyak pengalaman tak terlupakan yang dirasakan Heriyanti. Heriyanti sudah menyidangkan cukup banyak perkara. Selain perkara tindak pidana korupsi (tipikor), Heriyanti juga menyidangkan perkara lingkungan hidup serta perlindungan anak dan perempuan. Hal ini sesuai dengan sertifikasi hakim yang Heriyanti miliki.
Salah satu perkara yang menarik perhatian publik yang disidangkan Heriyanti adalah kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur dengan terdakwa Warga Negara (WN) Prancis bernama Emmanuel Alain Pascal Mailet, 53. Dalam sidang putusan pada April 2021, majelis hakim PN Denpasar yang dipimpin Heriyanti menjatuhkan hukuman penjara 8 tahun kepada predator seksual itu.
Proses hukum kasus tersebut menjadi sorotan media di Indonesia dan media asing. Heriyanti mengakui, kasus perlindungan anak dan perempuan di Bali memang cukup banyak. Terlebih Heriyanti merupakan salah satu hakim yang cukup concern dalam perkara tersebut. Tak jarang dalam proses hukum kasus itu sangat menguras tenaga, pikiran, bahkan perasaannya. Menurut Heriyanti, sebagai hakim selama persidangan tidak boleh subjektif. Perkara mesti disidangkan dengan sebaik-baiknya dan objektif. "Tapi memang kadang-kadang, karena saya adalah seorang perempuan dan ibu yang dihadapkan pada korban pelecehan seksual yang merupakan anak-anak dan perempuan, kadangkala hati saya berkecamuk," akunya.
Heriyanti mengaku, tak jarang dihadapkan dengan dilema hingga terbawa perasaan. Namun, menurutnya, itu yang harus dijaga agar bisa tetap netral dan menyidangkan perkara dengan fair. "Saya harus bisa memeriksa dan melihat perkara dari segala aspek dengan objektif. Melihat kerugian, kemanfaatan, kepastian hukum, keadilan yang harus dipertimbangkan dalam sebuah putusan. Itu yang saya berusaha terus jadikan pegangan," jelasnya.
Sepanjang kariernya sebagai hakim di Pengadilan Tipikor Denpasar, Heriyanti juga sudah menjebloskan beberapa koruptor di Bali. Salah satu perkara korupsi yang dia sidangkan antara lain korupsi dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Pariwisata Buleleng dengan terpidana mantan Kepala Dinas Pariwisata Buleleng dan tujuh anak buahnya. Perkara tersebut sudah dinyatakan inkracht (berkekuatan hukum tetap).
Perkara korupsi lainnya yang tengah disidangkan Heryanti yakni kasus suap dan gratifikasi yang menjerat mantan Sekda Buleleng, Dewa Ketut Puspaka. Perkara tersebut masih bergulir di Pengadilan Tipikor Denpasar dengan Heriyanti sebagai ketua majelis hakim. Perkara tersebut sudah masuk tahap tuntutan dan akan segera diputus dalam waktu dekat ini.
Tak hanya itu, Heriyanti juga pernah menyidangkan perkara lingkungan hidup yang cukup menjadi sorotan public, yakni kasus perdagangan satwa dilindungi dengan terdakwa Warga Negara (WN) Belanda Eric Roer, 56. Majelis hakim perkara tersebut yang diketuai Heriyanti menjatuhkan hukuman penjara dua tahun terhadap Eric Roer yang dinyatakan melanggar UU tentang konservasi.
Menurut Heriyanti, tantangan sebagai seorang hakim saat menyidangkan perkara adalah munculnya tekanan hingga ancaman dari pihak-pihak yang berperkara. Tak jarang ancaman itu cukup membuat waswas atas keselamatan dirinya dan keluarga.
"Mungkin kalau (ancaman) itu ditujukan kepada saya pribadi saya bisa mengukur sejauh mana saya bisa memproteksi diri. Namun, ketika dihadapkan pada anak-anak, walaupun kami dilindungi, perasaan khawatir itu tetap ada dan tidak bisa dipungkiri. Apalagi saya seorang ibu pasti akan kepikiran jika ancaman itu terjadi pada anak-anak," katanya.
Sementara itu, selama menjalani profesi sebagai hakim yang bertugas di berbagai tempat, Heriyanti sempat harus tinggal terpisah dari keluarga. Bahkan, dengan tugas baru sebagai Ketua PN Singaraja, Heriyanti mesti bolak-balik Singaraja Denpasar, setiap hari Senin, Rabu, dan Jumat. Sedangkan hari Selasa dan Kamis dia bertugas di Pengadilan Tipikor Denpasar.
Ibu dari lima anak dari pernikahannya dengan Erwind Harlond Palyama ini menyebutkan, dirinya tidak hanya bertanggung jawab terhadap pekerjaan. Sebagai seorang ibu, Heriyanti juga harus mengurus keluarga. Bagi dia, menjalani dua peran yang berbeda memiliki tantangan tersendiri yang harus dijalankan dengan berimbang. "Sejauh ini terasa ringan karena dijalani dengan keikhlasan dan mendapat dukungan penuh dari suami dan anak-anak," ujarnya.
Setiap hari kerja pada jadwal bertugas di PN Singaraja, Heriyanti harus berangkat dinihari pukul 05.00 Wita dan baru balik ke rumah di Kota Denpasar malam sekitar pukul 20.00 Wita. Maka, Sabtu dan Minggu yang merupakan hari libur, betul-betul dimanfaatkan Heriyanti untuk keluarga.
"Saya tidak begitu kesulitan dan keduanya bisa berjalan berbarengan. Di sela kerja saya tetap luangkan waktu berkomunikasi dengan anak melalui WhatsApp. Ketika pulang atau makan malam baru bisa mengobrol langsung dengan anak satu per satu dan mendengar cerita mereka. Saya bersyukur anak saya terbuka dan cukup paham dengan kondisi pekerjaan ibunya," kata Heriyanti. *mz
Komentar