Turis Datang, Pedagang Acung Mulai Riang
Mari jaga ‘rumah kita’ untuk mencari makan. Jangan sampai karena ingin mencari keuntungan semata dan sesaat, justru merusak citra Pantai Kuta.
MANGUPURA, NusaBali
Kunjungan wisatawan asing di objek wisata Pantai Kuta, Kecamatan Kuta, Badung, belakangan ini terus meningkat setiap hari. Peningkatan itu seiring dengan banyaknya maskapai asing ke Pulau Bali sejak pembukaan rute penerbangan internasional, 3 Februari 2022. Peningkatan kunjungan tersebut menjadi berkah tersendiri bagi sejumlah pedagang acung yang berjualan di objek wisata tersebut. Mereka bisa kembali berjualan dan menggerakkan kembali roda perekonomian masyarakat dan keluarga.
Salah satu pedagang acung, Ni Made Toyo,63, mengaku mulai bersemangat untuk kembali berjualan di Pantai Kuta. Bukan tanpa sebab, karena kondisi saat ini jauh lebih baik jika dibandingkan dua tahun sebelumnya. Di mana, selama dua tahun (2020-2021), dia dan sejumlah rekannya tidak pernah berjualan di Pantai Kuta lantaran wabah global Covid-19. Namun, sejak awal tahun 2022, perempuan yang tinggal di Kelurahan Padangsambian, Kecamatan Denpasar Barat ini kembali aktif berjualan souvenir berupa gelang, kalung dan anting di kawasan Pantai Kuta. “Sekarang kami agak bisa bernafas lega, karena sudah ada wisatawan yang datang. Kalau sebelumnya, pikiran penat. Tidak ada aktivitas, hanya berdiam di rumah,” ungkap Made Toyo.
Meski kondisi saat ini belum sepenuhnya pulih seperti sediakala, pedagang acung yang mulai berjualan sejak tahun 1980-an di Pantai Kuta ini tetap bersyukur dan mengaku bisa senyum sumringah karena sudah ada satu dua wisatawan yang mulai membeli barang dagangannya, meski tidak sebanyak sebelum pandemi. Dia juga bercerita, jika sebelum pandemi mendapatkan uang sekitar Rp 50.000 – Rp 150.000 dalam sehari masih sedikit, kini hanya dapat Rp 20.000 hingga Rp 40.000 dalam sehari sudah sangat bersyukur. “Intinya tetap bersyukur dengan kondisi yang mulai membaik ini. Souvenir yang saya jual ini harganya Rp 5.000 – Rp 10.000. Jadi kalau dapat Rp 20.000, itu sudah berterimakasih. Sehingga kami bisa beli beras dan perlengkapan lainnya di rumah,” ujarnya yang diiyakan oleh rekannya, Ni Nengah Mundel.
Untungnya saat ini, lanjut dia, Desa Adat Kuta selaku pengelola Pantai Kuta masih meringankan beban para pedagang acung karena belum mengenakan tarif. Karena kondisi saat ini masih belum sutuhnya normal. Sehingga seberapapun hasil yang didapat dari jualan souvenir, bisa dibawa pulang untuk biaya kebutuhan hidup sehari-hari. Namun, jika kondisi berangsur normal, tentu akan ada tarif ke desa adat nantinya. “Kalau dulu itu kita bayar kartu/slot jualan Rp 75.000 per bulan. Saat ini masih digratiskan, tapi ini masih bersifat sementara. Kalau sudah ada tarif, tentu wajib karena dikhawatirkan akan dilarang untuk jualan ke depannya,” katanya.
Di lokasi yang sama, Ni Nengah Mundel,60, juga mengakui hal serupa. Menurut pedagang yang sudah berjualan sejak tahun 1987 ini, mulai aktif kembali berjualan di Pantai Kuta sejak awal Januari 2022 lalu. Saat berjualan pertama, kondisinya masih sepi dan tidak ada wisatawan yang datang. Meski demikian, dia dan rekan-rekannya yang lain tetap berjalan menyusuri Pantai Kuta dari selatan ke utara hanya untuk mencari titik kumpul wisatawan. Sejak mulai jualan itu, dia juga tidak setiap hari turun berjualan dan hanya pada hari-hari tertentu saja. “Kalau sebelum pandemi setiap hari pasti turun. Kita mencari nafkanya di Pantai Kuta ini. Nah, saat awal tahun ini, saya hanya turun pada akhir pekan saja. Namun, belakangan ini sudah mulai intens lagi karena sudah ada wisatawan asing yang datang,” katanya.
Para pedagang mengakui mulai aktit berjualan di Pantai Kuta karena pembukaan gerbang pariwisata internasional sejak 3 Februari 2022. Hal ini juga seiring dengan banyaknya maskapai asing yang melayani rute langsung ke Bali. Sehingga, wisatawan sudah bisa datang langsung ke Bali dan tentunya akan berkunjung ke Pantai Kuta. Kalau dulu, lanjut Nengah Mundel, lokasi berjualannya berada di dekat Discovery Mall, namun saat ini dia memilih untuk menunggu di depan pintu masuk Pantai Kuta. “Kalau saat ini kan belum terlalu banyak yang berjualan. Hanya yang sudah lama-lama saja yang jualan, jadi kita tunggu wisatawan di depan pintu gerbang sembari menawarkan suvenir. Ya, kalau beruntung, bisa laku dua souvenir. Namun kalau belum, tentu pulang tanpa hasil,” beber Nengah Mundel.
Secara terpisah, Bendesa Adat Kuta I Wayan Wasista mengaku kunjungan ke Pantai Kuta saat ini sudah mengalami peningkatan. Jika sebelumnya sama sekali tidak ada wisatawan, kali ini sudah ada yang datang, meski hanya sebentar untuk menyaksikan sunset. Seiring dengan peningkatan itu, Wasista berencana akan menata kembali para pedagang yang ada di kawasan pantai. Hal ini semata untuk memberikan rasa aman dan nyaman bagi wisatawan. Dia juga tidak menampik jika banyak pedagang yang menunggu dan menawarkan dagangan, tentu tidak elok dan membuat wisatawan risih. “Untuk sementara memang kondisinya belum pulih. Tapi, kita sudah mulai merancang untuk tata kembali termasuk para pedagang. Ini hanya semata agar wisatawan tetap aman dan nyaman,” ungkap Wasista.
Dia juga berharap para pedagang acung agar tetap memperhatikan kondisi di lapangan. Jangan sampai saat masuk ke area Pantai Kuta, wisatawan menemukan banyak pedagang yang menawarkan barang secara paksa. “Ini tentu tidak baik juga, jadi mari jaga ‘rumah kita’ untuk mencari makan. Jangan sampai karena ingin mencari keuntungan semata dan sesaat, justru merusak citra Pantai Kuta itu sendiri,” harap Wasista.7dar
1
Komentar