KPPU Didesak Usut Dugaan Kartel Migor
Koalisi masyarakat sipil galang petisi yang ditandatangani 14 ribu orang
JAKARTA, NusaBali
Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Indonesia Corruption Watch (ICW), LBH Jakarta & Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan menggalang petisi untuk meminta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengusut dugaan kartel minyak goreng.
Setidaknya 14 ribu tanda tangan sudah terkumpul dalam petisi daring di Change.id. Dukungan tanda tangan tersebut Selasa (26/4) kemarin sudah diserahkan ke KPPU.
Ketua Harian YLKI Tulus Abadi menjelaskan petisi itu didorong oleh perhatian organisasi masyarakat sipil atas masalah minyak goreng yang terjadi belakangan ini, khususnya yang terkait harga dan kelangkaannya.
Untuk mengatasi masalah itu, pemerintah sebenarnya sudah mengeluarkan banyak kebijakan, salah satunya menerapkan harga tertinggi eceran (HET). Namun, kebijakan HET itu malah berdampak pada kelangkaan pasokan yang ujungnya kembali mendongkrak harga minyak goreng.
Menurut Tulus, masalah itu memunculkan dugaan soal adanya kartel minyak goreng. "Kami yakin KPPU sudah mengendus adanya kartel ini, tapi akan lebih cepat lagi kalau ada booster dari masyarakat dengan adanya petisi ini," jelas Tulus, Selasa (26/4), seperti dilansir CNNIndonesia.com.
Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Egi Primayogha menambahkan petisi juga digalang karena kelangkaan dan mahalnya minyak goreng telah berlangsung berlarut-larut tanpa penanganan efektif dari pemerintah.
Di tengah masalah minyak goreng yang belum tertangani itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) malah menetapkan pejabat Kementerian Perdagangan (Kemendag) bersama tiga pihak lain dari group perusahaan penikmat insentif sawit terbesar sebagai tersangka korupsi pemberian Persetujuan Ekspor.
"Penetapan tersangka ini seakan mengamini pernyataan Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, yang pernah menyebut mafia sebagai dalang di balik masalah minyak goreng,”kata Egi.
Staff Advokasi Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Ferri Setya Budi mengatakan jika mengacu pada undang-undang, sebenarnya pemerintah bisa membuat skenario pengaturan minyak goreng seperti yang dilakukan pada beras.
Skenario itu dibuat dengan membuat cadangan minyak goreng, seperti Bulog yang mencadangkan beras. "Karena kita menjadi eksportir terbesar, akan sangat lucu kalau kita tidak punya cadangan minyak goreng yang bisa diatur, sehingga bisa menjawab situasi seperti sekarang," kata Ferri.
Koalisi meyakini ada aktor utama penyebab kelangkaan dan kemahalan harga minyak goreng yang belum ditangkap. Oleh karena itu mereka mendorong KPPU menuntaskan penyelidikan atas dugaan kartel dan mafia minyak goreng.
Menanggapi petisi itu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan akan terus mengusut dugaan kartel minyak goreng meskipun membutuhkan waktu lama.
"Kami dari KPPU akan terus jalan. Kami juga mengimbau kepada siapa pun yang memiliki data bukti untuk bisa diserahkan ke KPPU," kata Wakil ketua KPPU Guntur Syahputra Saragih. *
Setidaknya 14 ribu tanda tangan sudah terkumpul dalam petisi daring di Change.id. Dukungan tanda tangan tersebut Selasa (26/4) kemarin sudah diserahkan ke KPPU.
Ketua Harian YLKI Tulus Abadi menjelaskan petisi itu didorong oleh perhatian organisasi masyarakat sipil atas masalah minyak goreng yang terjadi belakangan ini, khususnya yang terkait harga dan kelangkaannya.
Untuk mengatasi masalah itu, pemerintah sebenarnya sudah mengeluarkan banyak kebijakan, salah satunya menerapkan harga tertinggi eceran (HET). Namun, kebijakan HET itu malah berdampak pada kelangkaan pasokan yang ujungnya kembali mendongkrak harga minyak goreng.
Menurut Tulus, masalah itu memunculkan dugaan soal adanya kartel minyak goreng. "Kami yakin KPPU sudah mengendus adanya kartel ini, tapi akan lebih cepat lagi kalau ada booster dari masyarakat dengan adanya petisi ini," jelas Tulus, Selasa (26/4), seperti dilansir CNNIndonesia.com.
Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Egi Primayogha menambahkan petisi juga digalang karena kelangkaan dan mahalnya minyak goreng telah berlangsung berlarut-larut tanpa penanganan efektif dari pemerintah.
Di tengah masalah minyak goreng yang belum tertangani itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) malah menetapkan pejabat Kementerian Perdagangan (Kemendag) bersama tiga pihak lain dari group perusahaan penikmat insentif sawit terbesar sebagai tersangka korupsi pemberian Persetujuan Ekspor.
"Penetapan tersangka ini seakan mengamini pernyataan Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, yang pernah menyebut mafia sebagai dalang di balik masalah minyak goreng,”kata Egi.
Staff Advokasi Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Ferri Setya Budi mengatakan jika mengacu pada undang-undang, sebenarnya pemerintah bisa membuat skenario pengaturan minyak goreng seperti yang dilakukan pada beras.
Skenario itu dibuat dengan membuat cadangan minyak goreng, seperti Bulog yang mencadangkan beras. "Karena kita menjadi eksportir terbesar, akan sangat lucu kalau kita tidak punya cadangan minyak goreng yang bisa diatur, sehingga bisa menjawab situasi seperti sekarang," kata Ferri.
Koalisi meyakini ada aktor utama penyebab kelangkaan dan kemahalan harga minyak goreng yang belum ditangkap. Oleh karena itu mereka mendorong KPPU menuntaskan penyelidikan atas dugaan kartel dan mafia minyak goreng.
Menanggapi petisi itu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan akan terus mengusut dugaan kartel minyak goreng meskipun membutuhkan waktu lama.
"Kami dari KPPU akan terus jalan. Kami juga mengimbau kepada siapa pun yang memiliki data bukti untuk bisa diserahkan ke KPPU," kata Wakil ketua KPPU Guntur Syahputra Saragih. *
1
Komentar