Sopir Konvensional Ancam Demo Lagi
Ketut Alstar B, Ketut Witra mengaku heran dengan pihak Kementerian Perhubungan yang membela angkutan online tanpa sedikitpun menyerap serta memperhatikan aspirasi angkutan konvensional.
Kecewa dengan Penjelasan Kadishub Bali
DENPASAR, NusaBali
Sehari pasca melakukan demo di Gedung DPRD Bali, sejumlah pentolan sopir angkutan atau taksi konvensional yang tergabung dalam Aliansi Sopir Transportasi Bali (Alstar B) mendatangi Kantor Dinas Perhubungan Provinsi Bali, Rabu (15/3) pagi.
Kedatangan mereka menuntut ketegasan Pemprov Bali dalam hal ini Dishub untuk melarang operasional dan memblokir angkutan berbasis aplikasi seperti Grab dan Uber.
Namun sayang, dari pertemuan tersebut, sopir angkutan konvensional mengaku kecewa setelah mendengar penjelasan dari Kadishub Provinsi Bali, I Gusti Agung Ngurah Sudarsana yang sempat hadir dalam pertemuan di Kementerian Perhubungan Jakarta membahas soal polemik angkutan online di Tanah Air termasuk di Bali.
Kadishub Agung Sudarsana menyampaikan, dari hasil pertemuan dengan Menteri Perhubungan dan Menkopolhukam bahwa yang menjadi permasalahan adalah izin dari angkutan online yakni angkutan pribadi belum menjadi angkutan sewa sehingga sepakat untuk memberikan waktu pengurusan izin hingga 1 April 2017 sesuai dengan keputusan pemerintah pusat.
"Marilah kita bersama-sama menerima adanya aplikasi online ini, karena jika menggunakan aplikasi online kita lebih mudah. Bahkan yang memiliki angkutan konvensional bisa melakukan dua tahap yakni bisa mencari penumpang dengan menggunakan aplikasi bisa juga mencari penumpang di jalan. Sedangkan angkutan online hanya dapat melakukan satu tahap saja yakni harus dalam lingkup pemesanan aplikasi," ujarnya.
Merespons ucapan Kadishub Agung Sudarsana tersebut, Ketua Aliansi Sopir Transport Bali (Alstar B) I Ketut Witra menyatakan kekecewaannya. “Kalau seperti itu, kita akan lakukan demo lagi, apapun sanksinya kita siap menanggung. Saya tahu (angkutan) online akan diberikan izin-izinnya. Kenapa kita mengurus izin di Jakarta, sedangkan (angkutan) online ngurus izinnya di Bali. Jadi kita siap berperang melawan angkutan online ini," tegas Witra.
Witra yang didampingi Sekretaris Alstar B Nyoman Kantun Murjana mengaku heran dengan pihak Kementerian Perhubungan yang membela angkutan online tanpa sedikitpun menyerap serta memperhatikan aspirasi angkutan konvensional. Apalagi, angkutan online selama ini di Bali tidak pernah mau mengurus izinnya, namun dibela dengan dibiarkan beroperasi secara ilegal yang sangat merugikan angkutan lokal Bali.
"Jadi kami masyarakat Bali merasa dijajah. Kenapa mereka (angkutan online) tetap dibela. Sudah dimanipulasi kita ini, kita akan jaga Bali ini. Kita akan turunkan semua. Jika sampai 1 April ini tidak diblokir angkutan online itu, kita akan turun lebih besar lagi bersama desa adat. Kita transport lokal Bali ini didukung desa adat. Jika kami turun mengundang desa adat jelas mereka akan ikut turun. Kita akan turunkan semuannya, termasuk desa adat yang menaungi kita,” ancamnya.
Ketua Koperasi Serba Usaha (KSU) Asosiasi Sopir Pariwisata Bali (Aspaba), Mangku Wayan Kanta juga menyebut ketidakadilan dan keberpihakan pemerintah terhadap angkutan online sangat terlihat. Ia mencontohkan angkutan online mengurus izinnya di Bali, sedangkan angkutan konvensional harus mengurus sendiri izinnya di Jakarta. Contoh lainnya, kata Mangku Kanta, angkutan sewa lokal Bali kendaraannya minimal harus 1.300 cc, sementara angkutan online hanya 1.000 cc. "Kesimpulannya, kita tetap menolak angkutan online,” tegasnya. * cr63
DENPASAR, NusaBali
Sehari pasca melakukan demo di Gedung DPRD Bali, sejumlah pentolan sopir angkutan atau taksi konvensional yang tergabung dalam Aliansi Sopir Transportasi Bali (Alstar B) mendatangi Kantor Dinas Perhubungan Provinsi Bali, Rabu (15/3) pagi.
Kedatangan mereka menuntut ketegasan Pemprov Bali dalam hal ini Dishub untuk melarang operasional dan memblokir angkutan berbasis aplikasi seperti Grab dan Uber.
Namun sayang, dari pertemuan tersebut, sopir angkutan konvensional mengaku kecewa setelah mendengar penjelasan dari Kadishub Provinsi Bali, I Gusti Agung Ngurah Sudarsana yang sempat hadir dalam pertemuan di Kementerian Perhubungan Jakarta membahas soal polemik angkutan online di Tanah Air termasuk di Bali.
Kadishub Agung Sudarsana menyampaikan, dari hasil pertemuan dengan Menteri Perhubungan dan Menkopolhukam bahwa yang menjadi permasalahan adalah izin dari angkutan online yakni angkutan pribadi belum menjadi angkutan sewa sehingga sepakat untuk memberikan waktu pengurusan izin hingga 1 April 2017 sesuai dengan keputusan pemerintah pusat.
"Marilah kita bersama-sama menerima adanya aplikasi online ini, karena jika menggunakan aplikasi online kita lebih mudah. Bahkan yang memiliki angkutan konvensional bisa melakukan dua tahap yakni bisa mencari penumpang dengan menggunakan aplikasi bisa juga mencari penumpang di jalan. Sedangkan angkutan online hanya dapat melakukan satu tahap saja yakni harus dalam lingkup pemesanan aplikasi," ujarnya.
Merespons ucapan Kadishub Agung Sudarsana tersebut, Ketua Aliansi Sopir Transport Bali (Alstar B) I Ketut Witra menyatakan kekecewaannya. “Kalau seperti itu, kita akan lakukan demo lagi, apapun sanksinya kita siap menanggung. Saya tahu (angkutan) online akan diberikan izin-izinnya. Kenapa kita mengurus izin di Jakarta, sedangkan (angkutan) online ngurus izinnya di Bali. Jadi kita siap berperang melawan angkutan online ini," tegas Witra.
Witra yang didampingi Sekretaris Alstar B Nyoman Kantun Murjana mengaku heran dengan pihak Kementerian Perhubungan yang membela angkutan online tanpa sedikitpun menyerap serta memperhatikan aspirasi angkutan konvensional. Apalagi, angkutan online selama ini di Bali tidak pernah mau mengurus izinnya, namun dibela dengan dibiarkan beroperasi secara ilegal yang sangat merugikan angkutan lokal Bali.
"Jadi kami masyarakat Bali merasa dijajah. Kenapa mereka (angkutan online) tetap dibela. Sudah dimanipulasi kita ini, kita akan jaga Bali ini. Kita akan turunkan semua. Jika sampai 1 April ini tidak diblokir angkutan online itu, kita akan turun lebih besar lagi bersama desa adat. Kita transport lokal Bali ini didukung desa adat. Jika kami turun mengundang desa adat jelas mereka akan ikut turun. Kita akan turunkan semuannya, termasuk desa adat yang menaungi kita,” ancamnya.
Ketua Koperasi Serba Usaha (KSU) Asosiasi Sopir Pariwisata Bali (Aspaba), Mangku Wayan Kanta juga menyebut ketidakadilan dan keberpihakan pemerintah terhadap angkutan online sangat terlihat. Ia mencontohkan angkutan online mengurus izinnya di Bali, sedangkan angkutan konvensional harus mengurus sendiri izinnya di Jakarta. Contoh lainnya, kata Mangku Kanta, angkutan sewa lokal Bali kendaraannya minimal harus 1.300 cc, sementara angkutan online hanya 1.000 cc. "Kesimpulannya, kita tetap menolak angkutan online,” tegasnya. * cr63
Komentar