Bakteri MSS Mati dalam 56 Derajat Celsius
Prof Budarsa meminta masyarakat tidak perlu khawatir terhadap babi guling, karena daging babi guling sudah pasti diguling di atas bara dengan suhu lebih dari 56 derajat celsius.
Masyarakat Diimbau Jangan Takut Berlebih
DENPASAR, NusaBali
Sejak isu dugaan (suspect) Meningitis Streptococcus Suis (MSS) berhembus, mengonsumsi daging babi menjadi suatu kehati-hatian bagi masyarakat. Perasaan takut yang berlebih, akhirnya membuat sejumlah pengaruh. Pada tingkat peternak babi yang mestinya sudah siap dijual, tidak jadi dibeli. Pedagang di pasar juga mengeluh penjualan menurun, bahkan di warung babi guling yang jumlahnya cukup banyak, juga mulai terkena dampaknya.
Padahal permasalahannya hanya sederhana, yaitu pada bagian cara mengolah daging babi tersebut, karena bakteri MSS akan mati dalam suhu 56 derajat celsius
Ketua Asosiasi Ilmuwan Peternakan, Prof Komang Budarsa menyebut, hal ini tidak semestinya menjadi ketakutan berlebih bagi masyarakat, apalagi sampai menjauhi kuliner khas Pulau Dewata itu.
“Bakteri S.s (Streptococcus suis) ini akan mati saat dimasak dengan matang. Jadi sebenarnya masyarakat tidak perlu takut. Jangan takut hanya karena ada isu ini. Sesungguhnya tidak segawat itu,” ujarnya saat diskusi kajian ilmiah Streptococcus suis yang digelar Dewan Pimpinan Kabupaten (DPK) Peradah Badung dan BEM Peternakan Unud, Kamis (16/3) sore.
Guru Besar Fakultas Peternakan Universitas Udayana itu menyampaikan, Streptococcus suis memang salah satu bakteri yang sumber penularannya lewat babi. Keberadaan bakteri tersebut sejatinya bukan hal baru. Sejak 20 tahun terakhir bakteri tersebut menjadi masalah pada peternakan babi, karena tidak saja menginfeksi babi, tetapi juga dapat menginfeksi manusia (zoonis).
“Bakteri tidak hanya ada pada daging babi. Semua daging ada bakterinya. Sehingga menurut saya ini terlalu berlebihan. Lagipula, tidak semua babi terinfeksi MSS. Jadi kami harapkan jangan takut mengkonsumsi babi,” imbaunya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, pada babi yang terinfeksi bakteri S.s akan menunjukkan sejumlah gejala yang bisa diamati. Gejala itu diantaranya terjadi kebengkakan pada sendi kaki, baik kaki belakang maupun depan. Selain suhu tubuh babi naik, nafsu makan babi yang menurun juga menjadi salah satu gejalanya. Gejala khas lainnya, kulit babi akan terlihat kemerahan baik pada babi warna putih maupun hitam. “Gejala lainnya babi ingusan dan ngorok. Sering juga susah berak, bahkan batuk darah. Jika babi bisa bertahan hidup melampaui masa akut, maka akan terlihat gejala kelumpuhan dan menyeret kakinya saat berjalan. Jika ada gejala demikian, sebaiknya cepat melapor pada petugas kesehatan hewan,” katanya.
Dalam penularannya, bakteri S.s akan menular melalui dua cara. Pertama, melalui kontak kulit dengan babi yang terinfeksi, terutama jika mengalami kulit luka. Selain itu, penularan lainnya yakni melalui konsumsi daging babi yang masih mentah, atau tidak diolah dengan matang.
Terkait penularan melalui konsumsi, dari beberapa literatur, kata Prof Budarsa, bakteri S.s akan mati pada suhu 56 derajat celsius. Karena itu, memasak daging babi dengan matang di atas 60 derajat celsius wajib dilakukan. Hanya saja, dia menyarankan untuk menunda sementara konsumsi lawar barak, dimana cukup memiliki potensi penularan bakteri S.s lewat darah mentah dalam lawar tersebut.
“Sebenarnya para tetua kita memiliki resep yang sangat luhur. Jadi, perasaan limau dicampur garam, serta basa genep (bumbu lengkap) yang diracik itu berfungsi untuk mematikan sebagian bakteri pada daging babi yang diolah. Ada penelitian tentang ini. Nah, karena menggunakan darah mentah tentu memiliki potensi penularan juga. Mungkin untuk lawar barak dengan darah segar sebaiknya untuk sementara dihentikan, atau diganti dengan darah yang matang,” ujarnya.
Sementara untuk konsumsi daging babi guling, kata Prof Budarsa, masyarakat tidak perlu khawatir. Hal ini karena daging babi guling sudah pasti diguling di atas bara dengan suhu lebih dari 56 derajat celsius. “Hasil penelitian yang saya lakukan, babi guling dengan berat 20-40 kilogram akan matang pada suhu 110 derajat celsius dan diguling selama kurang lebih 2 jam. Dalam rentang waktu tersebut, bakteri S.s pasti mati, apalagi dalam suhu itu,” ucapnya.
Dikatakan, hingga survey terakhir yang dilakukan Februari 2017, di Kota Denpasar dan Badung terdapat masing-masing 71 rumah makan babi guling, dengan rata-rata menghabiskan satu ekor babi guling setiap hari. Diharapkan, dari diskusi ini masyarakat teredukasi dan mengurangi ketakutan atas merebaknya isu MSS. “Ini untuk meredam ketakutan masyarakat akan isu MSS. Jadi, kita yang sudah dari dulu mengonsumsi daging babi, dan tidak kenapa-kenapa, agar jangan memiliki ketakutan yang berlebih. Selama pengolahan matang dan higienis, pasti aman,” tegasnya.
Sementara Ketua Komisi IV DPRD Bali Nyoman Parta meminta Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan di daerah itu untuk rutin memantau Rumah Potong Hewan (RPH) yang dikelola secara besar dan swadaya masyarakat. “Kami juga mengharapkan dinas terkait menyosialisasi kepada masyarakat yang memelihara babi secara swadaya tentang cara membuat kandang yang layak, bagaimana cara perawatan babi agar tetap sehat, membeli pakan yang layak dan cara memelihara maupun merawan hewan ternaknya apabila sakit,” ungkapnya.
Sedangkan Ketua DPK Peradah Badung IB Angga Purana Pidada menambahkan, masyarakat tidak perlu cemas dengan daging babi yang saat ini dijual di pasaran, karena sudah dinyatakan negatif tidak terinfeksi MSS. “Hal ini kita sudah sempat tanyakan kepada dinas terkait melalui tim peneliti kita yang menyatakan bahwa, daging babi di sejumlah daerah yang telah diambil sampel tidak terinfeksi MSS,” pungkasnya. * in
Komentar