Siswa yang Try Out Dibolehkan ke Sekolah, tapi Harus Jalan Kaki
Nyepi Adat digelar serangkaian upacara Ngsaba Tegen di Pura Dalem Pingit, desa Pakraman Palaktiying, Kecamatan Bangli. Catur Brata Penyepian bisa selama 24 jam atau hanya 12 jam, tergantung sarana hewan kurban dalam Ngusaba Tegen
Sebelum Nyepi Tahun Baru Saka, Krama Desa Pakraman Palaktiying Laksanakan Dua Nyepi Adat
BANGLI, NusaBali
Desa Pakraman Palaktiying, Desa Landih, Kecamatan Bangli termasuk salah satu desa adat di Bali yang melaksanakan Nyepi dua kali dalam setahun. Selain Nyepi Tahun Baru Saka yang biasa dilaksanakan sehari setelah Tilem Kasanga, krama Desa Pakraman Palaktiying juga menggelar Nyepi Adat yang serangkian upacara Usaba Tegen di Pura Dalem Pingit. Saat Nyepi Adat tahun ini, siswa yang try out dibolehkan ke sekolah, namun harus jalan kaki.
Nyepi Adat untuk tahun 2017 ini telah dilaksanakan krama Desa Pakraman Palaktiying pada Wraspasti Kliwon Warigadean, Kamis (16/3). Sedangkan Nyepi Tahun Baru Saka 1939 akan dilaksanakan krama setempat bersamaan dengan yang dilaksanakan umat sedharma di seluruh Bali, 28 Maret 2017 mendatang.
Nyepi Adat yang dilaksanakan krama Desa Pakraman Palaktiying, Kamis kemarin, merupakan rentetan dari upacara Ngusaba Tegenan yang telah digelar di Pura Dalem Pingit. Upacara Ngusaba Tegen sendiri telah dilaksanakan sehari sebelumnya pada Buda Wage Warigadean, Rabu (15/3). Be-ndesa Pakraman Palaktiying, I Wayan Budikarta, 43, mengatakan Nyepi Adat yang kerap disebut Nyepi ‘Kedua’ini selalu dilaksanakan sehari setelah upacara Ngusaba Tegen di Pura Dalem Pingit.
Tradisi ritual Nyepi Adat ini dilaksanakan krama Desa Pakraman Palaktiying sebagai wujud rasa syukur atas anugerah Ida Sang Hyang Widhi Wasa, yang telah melimpahkan hasil gumi dan ternak sebagai sumber penghidupan. Perayaan Nyepi Adat di Desa Pakraman Palaktiying dikatagorikan dalam dua tingkatan, disesuaikan dengan tingkat upacara Ngusaba Tegen di Pura Dalem Pingit. Pertama, kategori Nyepi Ageng. Kedua, kategori Nyepi Alit.
Jika upacara Ngusaba Tegen di Pura Dalem Pingit menggunakan pecaruan dengan sarana kurban hewan sapi, maka dilakukan Nyepi Ageng. Dalam hal ini, Catur Brata Pe-nyepian dilaksanakan selama 24 jam. Sebaliknya, jika upacara Ngusaba Tegen hanya menggunakan pecaruan dengan sarana ayam, maka digelar Nyepi Alit di mana Catur Brata Penyepian hanya dilaksanakan selama 12 jam.
Namanya juga Nyepi, krama Desa Pakraman Palaktiying memang wajib melaksanakan Catur Brata Penyepian saat Nyepi Adat. Bedanya, lama waktu berlakukan Catur Brata Penyepian: Amati Gni (tidak menyalakan api), Amati Karya (tidak be-kerja), Amati Lelungan (tidak bepergian), dan Amati Lelanguan (tidak bersenang-senang) saat Nyepi Adat berubah-ubah.
Ada kalanya Catur Brata Penyepian hanya dilaksanakan selama 12 jam, sejak pagi pukul 06.00 Wita hingga petang pukul 18.00 Wita. Ada kalanya pula dilaksanakan full selama 24 jam, sejak pagi pukul 06.00 Wita hingga keesokan harinya pukul 06.00 Wita. Ini tergantung tingkatan upacara Ngusaba Tegen di Pura Dalem Pingit, Desa Pakraman Palaktiying.
Karena itu, semua krama Desa Pakraman Palaktiying tidak berani bepergian, kecuali karena kondisi darurat, seperti mengantar orang sakit keras, wanita mau melahirkan ke rumah sakit, atau siswa ke sekolah karena ujian. Khusus untuk Nyepi Adat kemarin, para siswa ditoleransi ke sekolah karena ada try out untuk persiapan ujian nasional (UN).
Namun, kata Bendesa Wayan Budikarta, bagi para siswa yang ditoleransi pergi ke sekolah ini juga dikenakan aturan khusus. Mereka tidak dibolehkan naik kendaraan semasih di wewidangan Desa Pakraman Palaktiying, melainkan harus jalan kaki. Mereka baru dibolehkan naik motor atau numpang angkutan umum setelah lewat perbatasan desa pakraman.
Menurut Bendesa Wayan Budikarda, kebijakan ini diberlakukan agar sama-sama jalan. “Keyakinan dan tradisi tetap ajeg, sementara siswa yang akan ujian juga siap. Makanya, para siswa diizinkan pergi ke sekolah, tapi tak boleh naik kendaraan di wewidangan desa,” ungkap Bendesa Wayan Budikarta didampingi sejumlah prajuru Desa Pakraman Palaktiying kepada NusaBali, Kamis kemarin.
Wayan Budikarda menyebutkan, saat Nyepi Adat kemarin, ada sekitar 20 siswa tingkat SMP dan SMA/SMK yang berangkat ke sekolah karena mengikuti try out persiapan UN. Mereka semuanya siswa Kelas III. Saat berangkat sekolah pagi kemarin, mereka jalan kaki sampai di perbatasan desa. Di selatan, Desa Pakraman Palaktiying berbatasan langsung dengan Banjar Bangklet, Desa Kayubihi (Kecamatan Bangli). Sedangkan di sisi utara, Desa Pakraman Palaktiying berbatasan langsung dengan Desa Pengotan (Kecamatan Bangli). “Setelah lewea batas desa, baru anak-anak boleh naik motor,” tandas Budikarda.
Menurut Budikarta, Nyepi Adat di Desa Pakraman Palakatiying merupakan tradisi ritual warisan leluhur. Pelaksanaannya selalu pada Sasih Kasanga (bulan ke-9 sistem penanggalan Bali), tidak boleh sebelum atau sesudahnya. Hanya saja, dina (hari H pelaksanaannya) terkadang bergeser.
Selama sehari semalam (jika kategori Nyepi Ageng), sejumlah pecalang desa disiagakan untuk berjaga-jaga mengamankan pelaksanaan Nyepi Adat. Di pintu masuk masing-masing rumah juga dipasangi sawen (tanda dilarang masuk). Bahkan, ada kain berisi tulisan ‘Tamu sampunang masuk, wenten Nyepi Adat (Tamu dilarang masuk, ada pelaksanaan Nyepi Adat, Red)’.
Selama pelaksanaan Nyepi Adat, fasilitas umum seperti jalan raya di Desa Pakraman Palaktiying tetap dibukanbagi warga desa lain untuk lewat. Namun, merekja dilarang mampir ke salah satu rumah krama setempat. Sebab, krama Desa Pakraman Palaktiying pantang menerima tamu dari luar saat Nyepi Adat. Bagi pantangan ini dilanggar, maka krama yang rumahnya kedatangan tamu dikenakan sanksi berupa denda 1 kilogram beras. Menurut Wayan Budikarta, dari segi nominal, dendanya memang tidak seberapa besar, tapi krama yang kena sanksi akan menanggung perasaan malu dan minder. * k17
BANGLI, NusaBali
Desa Pakraman Palaktiying, Desa Landih, Kecamatan Bangli termasuk salah satu desa adat di Bali yang melaksanakan Nyepi dua kali dalam setahun. Selain Nyepi Tahun Baru Saka yang biasa dilaksanakan sehari setelah Tilem Kasanga, krama Desa Pakraman Palaktiying juga menggelar Nyepi Adat yang serangkian upacara Usaba Tegen di Pura Dalem Pingit. Saat Nyepi Adat tahun ini, siswa yang try out dibolehkan ke sekolah, namun harus jalan kaki.
Nyepi Adat untuk tahun 2017 ini telah dilaksanakan krama Desa Pakraman Palaktiying pada Wraspasti Kliwon Warigadean, Kamis (16/3). Sedangkan Nyepi Tahun Baru Saka 1939 akan dilaksanakan krama setempat bersamaan dengan yang dilaksanakan umat sedharma di seluruh Bali, 28 Maret 2017 mendatang.
Nyepi Adat yang dilaksanakan krama Desa Pakraman Palaktiying, Kamis kemarin, merupakan rentetan dari upacara Ngusaba Tegenan yang telah digelar di Pura Dalem Pingit. Upacara Ngusaba Tegen sendiri telah dilaksanakan sehari sebelumnya pada Buda Wage Warigadean, Rabu (15/3). Be-ndesa Pakraman Palaktiying, I Wayan Budikarta, 43, mengatakan Nyepi Adat yang kerap disebut Nyepi ‘Kedua’ini selalu dilaksanakan sehari setelah upacara Ngusaba Tegen di Pura Dalem Pingit.
Tradisi ritual Nyepi Adat ini dilaksanakan krama Desa Pakraman Palaktiying sebagai wujud rasa syukur atas anugerah Ida Sang Hyang Widhi Wasa, yang telah melimpahkan hasil gumi dan ternak sebagai sumber penghidupan. Perayaan Nyepi Adat di Desa Pakraman Palaktiying dikatagorikan dalam dua tingkatan, disesuaikan dengan tingkat upacara Ngusaba Tegen di Pura Dalem Pingit. Pertama, kategori Nyepi Ageng. Kedua, kategori Nyepi Alit.
Jika upacara Ngusaba Tegen di Pura Dalem Pingit menggunakan pecaruan dengan sarana kurban hewan sapi, maka dilakukan Nyepi Ageng. Dalam hal ini, Catur Brata Pe-nyepian dilaksanakan selama 24 jam. Sebaliknya, jika upacara Ngusaba Tegen hanya menggunakan pecaruan dengan sarana ayam, maka digelar Nyepi Alit di mana Catur Brata Penyepian hanya dilaksanakan selama 12 jam.
Namanya juga Nyepi, krama Desa Pakraman Palaktiying memang wajib melaksanakan Catur Brata Penyepian saat Nyepi Adat. Bedanya, lama waktu berlakukan Catur Brata Penyepian: Amati Gni (tidak menyalakan api), Amati Karya (tidak be-kerja), Amati Lelungan (tidak bepergian), dan Amati Lelanguan (tidak bersenang-senang) saat Nyepi Adat berubah-ubah.
Ada kalanya Catur Brata Penyepian hanya dilaksanakan selama 12 jam, sejak pagi pukul 06.00 Wita hingga petang pukul 18.00 Wita. Ada kalanya pula dilaksanakan full selama 24 jam, sejak pagi pukul 06.00 Wita hingga keesokan harinya pukul 06.00 Wita. Ini tergantung tingkatan upacara Ngusaba Tegen di Pura Dalem Pingit, Desa Pakraman Palaktiying.
Karena itu, semua krama Desa Pakraman Palaktiying tidak berani bepergian, kecuali karena kondisi darurat, seperti mengantar orang sakit keras, wanita mau melahirkan ke rumah sakit, atau siswa ke sekolah karena ujian. Khusus untuk Nyepi Adat kemarin, para siswa ditoleransi ke sekolah karena ada try out untuk persiapan ujian nasional (UN).
Namun, kata Bendesa Wayan Budikarta, bagi para siswa yang ditoleransi pergi ke sekolah ini juga dikenakan aturan khusus. Mereka tidak dibolehkan naik kendaraan semasih di wewidangan Desa Pakraman Palaktiying, melainkan harus jalan kaki. Mereka baru dibolehkan naik motor atau numpang angkutan umum setelah lewat perbatasan desa pakraman.
Menurut Bendesa Wayan Budikarda, kebijakan ini diberlakukan agar sama-sama jalan. “Keyakinan dan tradisi tetap ajeg, sementara siswa yang akan ujian juga siap. Makanya, para siswa diizinkan pergi ke sekolah, tapi tak boleh naik kendaraan di wewidangan desa,” ungkap Bendesa Wayan Budikarta didampingi sejumlah prajuru Desa Pakraman Palaktiying kepada NusaBali, Kamis kemarin.
Wayan Budikarda menyebutkan, saat Nyepi Adat kemarin, ada sekitar 20 siswa tingkat SMP dan SMA/SMK yang berangkat ke sekolah karena mengikuti try out persiapan UN. Mereka semuanya siswa Kelas III. Saat berangkat sekolah pagi kemarin, mereka jalan kaki sampai di perbatasan desa. Di selatan, Desa Pakraman Palaktiying berbatasan langsung dengan Banjar Bangklet, Desa Kayubihi (Kecamatan Bangli). Sedangkan di sisi utara, Desa Pakraman Palaktiying berbatasan langsung dengan Desa Pengotan (Kecamatan Bangli). “Setelah lewea batas desa, baru anak-anak boleh naik motor,” tandas Budikarda.
Menurut Budikarta, Nyepi Adat di Desa Pakraman Palakatiying merupakan tradisi ritual warisan leluhur. Pelaksanaannya selalu pada Sasih Kasanga (bulan ke-9 sistem penanggalan Bali), tidak boleh sebelum atau sesudahnya. Hanya saja, dina (hari H pelaksanaannya) terkadang bergeser.
Selama sehari semalam (jika kategori Nyepi Ageng), sejumlah pecalang desa disiagakan untuk berjaga-jaga mengamankan pelaksanaan Nyepi Adat. Di pintu masuk masing-masing rumah juga dipasangi sawen (tanda dilarang masuk). Bahkan, ada kain berisi tulisan ‘Tamu sampunang masuk, wenten Nyepi Adat (Tamu dilarang masuk, ada pelaksanaan Nyepi Adat, Red)’.
Selama pelaksanaan Nyepi Adat, fasilitas umum seperti jalan raya di Desa Pakraman Palaktiying tetap dibukanbagi warga desa lain untuk lewat. Namun, merekja dilarang mampir ke salah satu rumah krama setempat. Sebab, krama Desa Pakraman Palaktiying pantang menerima tamu dari luar saat Nyepi Adat. Bagi pantangan ini dilanggar, maka krama yang rumahnya kedatangan tamu dikenakan sanksi berupa denda 1 kilogram beras. Menurut Wayan Budikarta, dari segi nominal, dendanya memang tidak seberapa besar, tapi krama yang kena sanksi akan menanggung perasaan malu dan minder. * k17
Komentar