Metaverse Membayang, Prahara dan Pahala
SIAPA yang mencipta metaverse?
Awal mulanya istilah metaverse dikenalkan oleh penulis Neal Stephenson. Dia menciptakan istilah metaverse dalam novel ‘Snow Crash’ tahun 1992. ‘Snow Crash’ bercerita tentang seorang sopir pengirim pizza yang nongkrong di dunia fantasi virtual online. Gambaran sederhana tentang metaverse diungkapkan oleh Zuckerberg sebagai seperangkat ruang maya, tempat pengguna bisa membuat dan menjelajah dunia dengan pengguna internet lainnya.
Pengguna pun tidak perlu berada pada ruang fisik yang sama dengan orang lain. Mereka hanya perlu masuk ke dunia metaverse. Jadi, metaverse adalah dunia maya yang memungkinkan antarpengguna dapat saling terhubung, dapat berkomunikasi, bekerja, bermain, sampai bertransaksi layaknya di dunia nyata. Metaverse adalah kombinasi dari beberapa elemen teknologi, termasuk virtual reality, augmented reality (AR), dan video. Kombinasi tiga teknologi tersebut memungkinkan penggunanya berada di dalam dunia digital, yang disebut metaverse.
Perlu disadari bahwa beraktivitas di ruang kombinasi tiga teknologi merupakan realita yang tak terelakkan, mau tidak mau atau senang tidak senang ia akan membelit bagai tali putri yang genit tetapi parasit. Ruang maya ini ditengarai menjadi tempat yang berbahaya bagi anak-anak. Karena, anak-anak dapat dengan mudah mengunjungi tempat-tempat yang tidak pantas untuk usianya. Tak hanya itu, anak-anak juga rentan mendapatkan perlakuan tak mengenakkan, seperti melihat hal-hal berbau porno, dan sebagainya.
Bagi remaja, pelecehan seksual sepertinya menambah lapisan lain pada metaverse yang membuatnya seakan riil dan menjadikannya lebih intens. Di samping potensi pelecehan seksual, ancaman pemerkosaan, dan bentuk aktivitas nyeleneh lainnya berbaur dengan asyiknya. Teknologi metaverse ibarat sebuah permainan, makin lama makin mengalami kemajuan, sehingga terasa seolah-olah nyata. Menurutnya hal nyata ini yang dikhawatirkan akan lebih parah daripada perundungan di media sosial. Sepertinya, era metaverse memberi sinyal bahwa perundungan akan lebih terasa nyata terjadi. Sehingga diperlukan kesiapan mental yang lebih kuat dan tingkat tinggi dibanding saat sekarang.
Efek negatif lainnya, misalnya keamanan data diri. Sudah pasti kalau berhubungan dengan internet itu pasti selalu ada saja bahaya terkait keamanan data diri, misalnya, kita ingin mendaftar akun Instagram, maka kita akan disuruh untuk mengisi data diri kita untuk proses pembuatan akun Instagram. Seperti yang kita tahu, kalau di internet ini rawan sekali pencurian data, contoh seperti berita yang belum lama ini terjadi kalau ada pencurian data pada aplikasi PeduliLindungi. Di samping itu, akan menimbulkan adiksi. Banyak sekali orang yang akan kecanduan dengan HP dan media sosialnya, bahkan bisa menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk scroll timeline media sosial.
Dampak positif pasti ada, misalnya menambah pengalaman. Dengan adanya metaverse ini, kita dapat menjadi siapa saja dan di mana saja. Selain itu, kita juga dapat mewujudkan fantasi yang kita miliki dan dengan pengalaman tersebut dapat menjadi sebuah lompatan baru dalam perkembangan teknologi. Media sosial seperti Instagram atau yang lainnya saat ini hanya menampilkan profil seseorang dalam bentuk tulisan, gambar, dan video saja.
Namun dalam metaverse, kita ditampilkan dalam bentuk avatar 3D. Oleh karena itu, kita dapat mendesain karakter diri kita sendiri sampai bisa memperlihatkan ekspresi yang kita alami kepada orang lain. Di samping itu, dalam metaverse ini bisa bepergian ke berbagai tempat hanya dengan diam di dalam ruangan saja, keren sekali bukan? Dengan adanya metaverse ini, pengembang berharap selain bermain dan berinteraksi, para penggunanya juga bisa meningkat produktivitasnya. Tentunya hal ini bisa saja terjadi, mengingat dunia maya ini seperti dunia fantasi yang pastinya akan membuat kita merasa lebih bersemangat. Semoga. 7
1
Komentar