Subak Abaikan Pupuk Kompos Jerami
GIANYAR, NusaBali
Petani pada sejumlah subak di Bali abai memanfaatkan jerami padi untuk pupuk kompos.
Karena petani terbiasa dan cenderung membakar jerami padi untuk mempermudah pengolahan tanah guna mengejar masa tanam. “Rata-rata dalam satu hektare tanaman padi menghasilkan 10-15 ton jerami, artinya setiap produksi 1 kg gabah juga ada produk sampingan berupa jerami sebanyak 1-1,5 kg. Berdasarkan survei 30,34 persen petani cenderung membakar jerami yang dihasilkan” kata akademisi Fakultas Pertanian, Universitas Warmadewa (Unwar) Denpasar Dr I Nengah Muliarta SSi,MSi di sela-sela kegiatan Penyuluhan dan Pendampingan Pembuatan Kompos Jerami Padi di Subak Telun Ayah, Desa/Kecamatan Tegallalang, Gianyar, Senin (16/5).
Menurut Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Bali periode 2014-2017, terdapat pula petani yang membakar jerami karena berdasarkan pengetahuan yang didapatkan bahwa abu pembakaran jerami padi dapat bermanfaat bagi kesuburan tanah. Beberapa teori menyebutkan bahwa pembakaran jerami padi merupakan salah satu awal penerapan pertanian organik yang berasal dari pengalaman petani. Berdasarkan penelitian terbaru menyatakan bahwa pembakaran jerami sangat kurang efektif karena dapat merusak struktur tanah dan mengurangi aktivitas mikrobia tanah. Dengan membakar jerami padi dapat kehilangan N hingga 80 persen, P hingga 25 persen, K hingga 21 persen dan S mencapai 4-60 persen serta kehilangan bahan organik tanah.
“Jika jerami padi dibakar maka petani harus menambahkan pupuk lebih banyak. Apalagi 1 ton jerami jika diolah akan menghasilkan 1/3 sampai ½ ton kompos jerami. Kompos jerami ini mengandung unsur hara makro dan mikro” tegas Muliarta yang juga merupakan Ketua Tim Program Pengabdian Kepada Masyarakat.
Muliarta yang didampingi anggota tim Dr Desak Ketut Tristiana S SSi, MSi dan Dewa Gede Wiryangga SSP, MSi mengungkapkan jika pengolahan jerami padi menjadi kompos dapat menjadi jalan bagi upaya membantu pemerintah provinsi Bali dalam mewujudkan pertanian organik di Bali. Pemanfaatan kompos jerami secara bertahap juga dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik mulai dari 20 persen hingga 80 persen.
“Kita mengajak petani untuk mulai mengurangi penggunaan pupuk anorganik. Kalau langsung menggunakan organik 100 persen juga tidak baik, karena produksi pasti akan turun. Mengingat kompos jerami perlu mineralisasi untuk dapat diserap oleh tanaman” ucapnya
Mantan reporter VOA-Suara Amerika ini menyampaikan langkah mengolah jerami padi menjadi kompos ini merupakan bagian dari upaya mengimplementasikan konsep low external input sustainable agriculture (LEISA). Konsep ini menekankan pentingnya pemanfaatan limbah pertanian sebagai bahan baku kompos dan mengurangi penggunaan pupuk anorganik, serta mengindari pembakaran yang selama ini dapat berkontribusi bagi peningkatan emisi gas buang.
Muliarta menambahkan terdapat beberapa kendala yang selama ini menyebabkan petani belum melakukan pengomposan jerami padi. Alasan utamanya yaitu petani belum mengetahui cara mengomposkan jerami padi, ini disebabkan karena umumnya petani mendapat pelatihan pengomposan kotoran ternak. Terdapat juga petani yang mengaku bahwa tidak mengetahui jika jerami padi dapat dikomposkan.
Anggota tim Pengabdian Kepada Masyarakat, Dr. Desak Ketut Tristiana S., S.Si., M.Si menyampaikan kompos jerami padi sebagai bahan organik memiliki peranan yang sangat penting dalam memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Pentingnya peranan bahan organik dalam menentukan sifat tanah, maka bahan organik ini disebut sebagai nyawanya tanah (organic matter is a soul of soil).*lsa
Komentar