Banyak yang Memohon Kesembuhan, Dilancarkan Usaha hingga Memohon Keturunan
Melukat di Pura Dalem Pangembak di Banjar Tanjung, Desa Sanur Kauh, Denpasar Selatan
Sarana yang disarankan dibawa meliputi dua buah banten pejati dan dua bungkak nyuh gading, bagi yang memiliki keluhan sakit diharapkan membawa bungkak nyuh gadang.
DENPASAR, NusaBali
Terdapat beberapa tempat melukat di Kota Denpasar yang dikenal masyarakat, salah satunya adalah di Pura Dalem Pangembak yang terletak di Banjar Tanjung, Desa Sanur Kauh, Kecamatan Denpasar Selatan. Pura Dalem Pangembak punya sejarah panjang hampir satu abad lamanya.
Pamangku Pura Dalem Pangembak, Jero Mangku Gede I Made Ranten, ditemui NusaBali, Minggu (15/5) menuturkan keberadaan pura berawal sekitar tahun 1923, ketika kakeknya bernama I Wayan Netep, yang sehari-sehari menggembala sapi di sekitar pura saat itu membuat patung dari batang pohon kelapa. Patung perempuan yang dia buat tiba-tiba tersenyum yang sontak membuatnya pingsan karena terkaget.
Dalam pingsannya, Wayan Netep berjumpa I Gusti Ngurah Jom penguasa alam gaib hutan setempat. Penguasa alam gaib meminta untuk membantu orang-orang yang mengalami musibah seperti sakit, tidak memiliki keturunan, hingga pekerjaan atau usaha yang tidak kunjung berhasil.
"Diberi tugas menjalankan taksu, misalnya ada orang yang sakit, ada yang tertutup perjalanan usahanya, dan tidak punya keturunan," ujar Jero Mangku Gede I Made Ranten.
Wayan Netep diminta menggunakan sarana air yang keluar dari kayu patung untuk mengobati orang yang sakit. Selain itu Wayan Netep juga diminta mengamati pertanda jika ada burung gagak putih yang mendatanginya, itu bermakna ada seseorang yang datang ke tempat dia pertama mendapat pawisik, membutuhkan pengobatan darinya.
Akhirnya Wayan Netep berhasil membantu orang-orang yang datang kepadanya. Orang-orang tersebut datang konon berdasarkan petunjuk niskala karena tidak ada yang mengetahui keberadaan Wayan Netep sebelumnya sebagai orang yang bisa mengobati. Berhasil mengobati, Wayan Netep kemudian membuat palinggih sederhana turus lumbung. Setelahnya diganti dengan palinggih dari batu karang laut, tanpa dasar dan tanpa upacara pamelaspasan.
Namun setelahnya, Wayan Netep mengalami sakit yang cukup lama sampai badannya menjadi sangat kurus. Dalam sakitnya dia didatangi secara niskala oleh Ida Ratu Ayu Mas Manik Meketel yang berstana di Pura Ulun Danu Beratan (Tabanan).
Ida Ratu Ayu Mas Manik Meketel ingin berstana di palinggih yang dibuat Wayan Netep namun harus diupacarai sebelumnya. Untuk melaksanakan upacara Wayan Netep diminta datang ke Griya Delod Pasar Sanur meminta petunjuk. "Pada saat itu seketika kakek saya sembuh," tambah Jero Mangku Gede I Made Ranten.
Wayan Netep kemudian membuat palinggih Ida Ratu Ayu Mas Manik Meketel yang upacaranya dibantu Ida Pedanda dari Griya Delod Pasar Sanur. Ida Pedanda juga memberi nama Pura Dalem Pangembak karena letak pura berada di sisi Tukad Pangembak. Seiring berjalannya waktu juga dibangun beberapa palinggih lain seperti palinggih Ida Ratu Niang Sakti, palinggih Ratu Gede Dalem Ped, dan Ida Ratu Ayu Subandar.
Jero Mangku Gede I Made Ranten menyampaikan pangempon Pura Dalem Pangembak adalah keluarganya sendiri. Pura berdiri di atas tanah hutan milik negara seluas 45 are, yang sudah mendapat perizinan dari pemerintah.
Para pamedek yang datang ke Pura Dalem Pangembak datang dari seluruh penjuru Bali hingga luar daerah. Mereka pada umumnya datang untuk memohon kesehatan atau kesembuhan.
Beberapa ada yang belum memiliki keturunan, menderita sakit niskala, hingga memohon kelancaran usaha. Pura biasanya ramai dikunjungi pamedek pada Rahina Purnama, Tilem, dan Kajeng Kliwon. Sementara piodalan atau pujawali jatuh setiap Purnama Kedasa. Adapun sarana upacara yang disarankan untuk dibawa meliputi dua buah banten pejati dan dua bungkak nyuh gading. Bagi yang memiliki keluhan sakit juga diharapkan membawa bungkak nyuh gadang.
"Kalau orang malukat biasa bungkak gading, kalau ada orang keluhan inguh atau sakit ditambah bungkak gadang untuk diminum," terang Jero Mangku Gede I Made Ranten. Tahapan malukat yang dijalani pamedek dimulai dengan mandi di campuhan di bagian barat pura. Pada campuhan ini biasanya pamedek yang sakit bisa sampai berteriak-teriak hingga muntah. Selanjutnya malukat dilanjutkan di palinggih Ida Ratu Niang Sakti menggunakan sarana banten pejati dan bungkak nyuh gading atau nyuh gadang. Terakhir malukat di Pura Dalem Pangembak di depan Palinggih Ida Ratu Ayu Mas Manik Meketel dengan sarana banten yang sama.
Salah seorang pamedek, I Made Juliarta,32, menuturkan dia bersama keluarganya sudah beberapa kali datang untuk malukat di Pura Dalem Pangembak. Tujuannya untuk melakukan pembersihan secara niskala. Kebetulan orangtuanya juga sedang sakit.
"Saya mendapat saran dari tetangga, setelah datang ke sini keluhannya mendingan," ungkap dosen Bahasa Inggris di salah satu universitas swasta di Denpasar ini. *cr78
Pamangku Pura Dalem Pangembak, Jero Mangku Gede I Made Ranten, ditemui NusaBali, Minggu (15/5) menuturkan keberadaan pura berawal sekitar tahun 1923, ketika kakeknya bernama I Wayan Netep, yang sehari-sehari menggembala sapi di sekitar pura saat itu membuat patung dari batang pohon kelapa. Patung perempuan yang dia buat tiba-tiba tersenyum yang sontak membuatnya pingsan karena terkaget.
Dalam pingsannya, Wayan Netep berjumpa I Gusti Ngurah Jom penguasa alam gaib hutan setempat. Penguasa alam gaib meminta untuk membantu orang-orang yang mengalami musibah seperti sakit, tidak memiliki keturunan, hingga pekerjaan atau usaha yang tidak kunjung berhasil.
"Diberi tugas menjalankan taksu, misalnya ada orang yang sakit, ada yang tertutup perjalanan usahanya, dan tidak punya keturunan," ujar Jero Mangku Gede I Made Ranten.
Wayan Netep diminta menggunakan sarana air yang keluar dari kayu patung untuk mengobati orang yang sakit. Selain itu Wayan Netep juga diminta mengamati pertanda jika ada burung gagak putih yang mendatanginya, itu bermakna ada seseorang yang datang ke tempat dia pertama mendapat pawisik, membutuhkan pengobatan darinya.
Akhirnya Wayan Netep berhasil membantu orang-orang yang datang kepadanya. Orang-orang tersebut datang konon berdasarkan petunjuk niskala karena tidak ada yang mengetahui keberadaan Wayan Netep sebelumnya sebagai orang yang bisa mengobati. Berhasil mengobati, Wayan Netep kemudian membuat palinggih sederhana turus lumbung. Setelahnya diganti dengan palinggih dari batu karang laut, tanpa dasar dan tanpa upacara pamelaspasan.
Namun setelahnya, Wayan Netep mengalami sakit yang cukup lama sampai badannya menjadi sangat kurus. Dalam sakitnya dia didatangi secara niskala oleh Ida Ratu Ayu Mas Manik Meketel yang berstana di Pura Ulun Danu Beratan (Tabanan).
Ida Ratu Ayu Mas Manik Meketel ingin berstana di palinggih yang dibuat Wayan Netep namun harus diupacarai sebelumnya. Untuk melaksanakan upacara Wayan Netep diminta datang ke Griya Delod Pasar Sanur meminta petunjuk. "Pada saat itu seketika kakek saya sembuh," tambah Jero Mangku Gede I Made Ranten.
Wayan Netep kemudian membuat palinggih Ida Ratu Ayu Mas Manik Meketel yang upacaranya dibantu Ida Pedanda dari Griya Delod Pasar Sanur. Ida Pedanda juga memberi nama Pura Dalem Pangembak karena letak pura berada di sisi Tukad Pangembak. Seiring berjalannya waktu juga dibangun beberapa palinggih lain seperti palinggih Ida Ratu Niang Sakti, palinggih Ratu Gede Dalem Ped, dan Ida Ratu Ayu Subandar.
Jero Mangku Gede I Made Ranten menyampaikan pangempon Pura Dalem Pangembak adalah keluarganya sendiri. Pura berdiri di atas tanah hutan milik negara seluas 45 are, yang sudah mendapat perizinan dari pemerintah.
Para pamedek yang datang ke Pura Dalem Pangembak datang dari seluruh penjuru Bali hingga luar daerah. Mereka pada umumnya datang untuk memohon kesehatan atau kesembuhan.
Beberapa ada yang belum memiliki keturunan, menderita sakit niskala, hingga memohon kelancaran usaha. Pura biasanya ramai dikunjungi pamedek pada Rahina Purnama, Tilem, dan Kajeng Kliwon. Sementara piodalan atau pujawali jatuh setiap Purnama Kedasa. Adapun sarana upacara yang disarankan untuk dibawa meliputi dua buah banten pejati dan dua bungkak nyuh gading. Bagi yang memiliki keluhan sakit juga diharapkan membawa bungkak nyuh gadang.
"Kalau orang malukat biasa bungkak gading, kalau ada orang keluhan inguh atau sakit ditambah bungkak gadang untuk diminum," terang Jero Mangku Gede I Made Ranten. Tahapan malukat yang dijalani pamedek dimulai dengan mandi di campuhan di bagian barat pura. Pada campuhan ini biasanya pamedek yang sakit bisa sampai berteriak-teriak hingga muntah. Selanjutnya malukat dilanjutkan di palinggih Ida Ratu Niang Sakti menggunakan sarana banten pejati dan bungkak nyuh gading atau nyuh gadang. Terakhir malukat di Pura Dalem Pangembak di depan Palinggih Ida Ratu Ayu Mas Manik Meketel dengan sarana banten yang sama.
Salah seorang pamedek, I Made Juliarta,32, menuturkan dia bersama keluarganya sudah beberapa kali datang untuk malukat di Pura Dalem Pangembak. Tujuannya untuk melakukan pembersihan secara niskala. Kebetulan orangtuanya juga sedang sakit.
"Saya mendapat saran dari tetangga, setelah datang ke sini keluhannya mendingan," ungkap dosen Bahasa Inggris di salah satu universitas swasta di Denpasar ini. *cr78
1
Komentar