Tokoh Masyarakat Sanur Keberatan
Rencana Pembangunan Terminal LNG di Sidakarya
Salah satu alasan keberatan adalah terdapat enam pura yang letaknya bersinggungan dengan rencana lokasi terminal LNG. Salah satunya Pura Dalem Pangembak yang jaraknya hanya 280 meter dari rencana lokasi.
DENPASAR, NusaBali
Sejumlah tokoh masyarakat Sanur, Denpasar Selatan, keberatan atas rencana pembangunan terminal liquefied natural gas (LNG) di Sidakarya oleh PT Dewata Energi Bersih (DEB) yang notabene perusahaan yang dibentuk Perusda Bali.
Sikap tersebut mengemuka saat acara sosialisasi rencana pembangunan terminal LNG, di Ruang Rapat Madu Sedana, Jalur Batur Sari Nomor 25, Desa Sanur Kauh, Denpasar Selatan, Sabtu (21/5) sore.
Para tokoh masyarakat menegaskan, kendati lokasi proyek berada di wilayah Desa Sidakarya, namun letaknya tepat berada di sisi barat wilayah Sanur dalam hal ini juga wewidangan Desa Adat Intaran. Terdapat enam pura yang letaknya bersinggungan dengan rencana lokasi terminal LNG. Salah satunya Pura Dalem Pangembak yang sangat disakralkan krama—yang jaraknya hanya 280 meter dari rencana lokasi pembangunan.
Para tokoh juga mengingatkan bahwa Sanur adalah Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), dan 70 persen Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Denpasar disumbangkan dari pajak hotel dan restoran (PHR) yang berada di kawasan tersebut.
Salah satu tokoh masyarakat Sanur, Made Arjaya, mempertanyakan urgensi pembangunan terminal LNG di Sidakarya. Menurut dia, jika hanya alasan G-20, itu hal yang terlalu dangkal. Karena, ada Perda RTRW yang sudah jelas pembangunan kelistrikan ada di Pelabuhan Benoa. Apalagi hanya membutuhkan lahan dua hektare, mengapa harus di Sidakarya dan melanggar RTRW.
“Kalau di Pelabuhan Benoa, kan tidak perlu lagi mengeruk laut, dan juga membabat mangrove. Lagipula jaraknya lebih dekat Pelabuhan Benoa dengan Pesanggaran, jika dibandingkan dengan ke Muntig Siokan (Sanur),” ucap Arjaya.
Tokoh Sanur lainnya, I Wayan Mariyana Wandira yang juga Wakil Ketua DPRD Kota Denpasar menambahkan, setiap ada rencana pembangunan seharusnya meminta persetujuan DPRD setempat. “Ini ada proyek luar biasa tapi tidak pernah ada rapat pembahasan. Karena latar belakang pembangunan itu Perda RTRW,” ujarnya.
Wandira pun mengaku khawatir terhadap rencana pembangunan itu, karena dari pengalamannya, pengawasan proyek di daratan saja susah untuk diawasi. Apalagi proyek ini di dasar laut, siapa yang akan mengawasinya jika terjadi kesalahan.
“Kota Denpasar itu tergantung pada Sanur. Sekitar 70 persen PAD tergantung Sanur yang diambil dari PHR,” ucap Wandira.
Tokoh muda Sanur yang juga anggota DPRD Bali, Anak Agung Gede Agung Suyoga, meminta pihak PT DEB dan Perusda Bali untuk berkoordinasi terlebih dahulu dengan DPRD Bali terkait rencana pembangunan terminal LNG ini. “Saya belum mengetahui secara pasti rencana ini. Hanya dari grup WhatsApp. Jadi sedikit terkejut,” kata Agung Suyoga.
Penolakan juga disampaikan Bendesa Adat Intaran I Gusti Agung Alit Kencana, meskipun rencana lokasi Terminal LNG tidak berdiri di atas wilayahnya, melainkan hanya bersebelahan. “Kami tidak menolak adanya terminal LNG, tapi tidak di sana. Kalau di Pelabuhan Benoa, tentu kami tidak keberatan. Untuk itu, kami mohon dukungan termasuk kepada Perusda Bali untuk menyikapi hal ini. Karena Sanur itu sangat tergantung dengan pariwisata. Ini juga demi anak cucu kita ke depan,” kata Alit Kencana.
Direktur Utama Perusda Bali Komang Kami Artana dalam kesempatan tersebut menyampaikan terminal LNG bakal memasok kebutuhan energi untuk pembangkit listrik yang berada di Pesanggaran, Pelabuhan Benoa. PT DEB, lanjut Artana, dibentuk oleh Perusda Bali, sehingga PT DEB statusnya milik Pemerintah Provinsi Bali. “Ini bisa dipastikan ini milik Pemerintah Provinsi Bali. Bukan asing atau pun dari luar Bali,” ungkapnya.
Menurut Artana, sebagai daerah pariwisata, Bali tidak boleh blackout atau pemadaman listrik total. Untuk itu perlu konsep mandiri, menggunakan energi bersih terbarukan. “LNG ini energi bersih,” ujar Artana. *cr78
Sikap tersebut mengemuka saat acara sosialisasi rencana pembangunan terminal LNG, di Ruang Rapat Madu Sedana, Jalur Batur Sari Nomor 25, Desa Sanur Kauh, Denpasar Selatan, Sabtu (21/5) sore.
Para tokoh masyarakat menegaskan, kendati lokasi proyek berada di wilayah Desa Sidakarya, namun letaknya tepat berada di sisi barat wilayah Sanur dalam hal ini juga wewidangan Desa Adat Intaran. Terdapat enam pura yang letaknya bersinggungan dengan rencana lokasi terminal LNG. Salah satunya Pura Dalem Pangembak yang sangat disakralkan krama—yang jaraknya hanya 280 meter dari rencana lokasi pembangunan.
Para tokoh juga mengingatkan bahwa Sanur adalah Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), dan 70 persen Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Denpasar disumbangkan dari pajak hotel dan restoran (PHR) yang berada di kawasan tersebut.
Salah satu tokoh masyarakat Sanur, Made Arjaya, mempertanyakan urgensi pembangunan terminal LNG di Sidakarya. Menurut dia, jika hanya alasan G-20, itu hal yang terlalu dangkal. Karena, ada Perda RTRW yang sudah jelas pembangunan kelistrikan ada di Pelabuhan Benoa. Apalagi hanya membutuhkan lahan dua hektare, mengapa harus di Sidakarya dan melanggar RTRW.
“Kalau di Pelabuhan Benoa, kan tidak perlu lagi mengeruk laut, dan juga membabat mangrove. Lagipula jaraknya lebih dekat Pelabuhan Benoa dengan Pesanggaran, jika dibandingkan dengan ke Muntig Siokan (Sanur),” ucap Arjaya.
Tokoh Sanur lainnya, I Wayan Mariyana Wandira yang juga Wakil Ketua DPRD Kota Denpasar menambahkan, setiap ada rencana pembangunan seharusnya meminta persetujuan DPRD setempat. “Ini ada proyek luar biasa tapi tidak pernah ada rapat pembahasan. Karena latar belakang pembangunan itu Perda RTRW,” ujarnya.
Wandira pun mengaku khawatir terhadap rencana pembangunan itu, karena dari pengalamannya, pengawasan proyek di daratan saja susah untuk diawasi. Apalagi proyek ini di dasar laut, siapa yang akan mengawasinya jika terjadi kesalahan.
“Kota Denpasar itu tergantung pada Sanur. Sekitar 70 persen PAD tergantung Sanur yang diambil dari PHR,” ucap Wandira.
Tokoh muda Sanur yang juga anggota DPRD Bali, Anak Agung Gede Agung Suyoga, meminta pihak PT DEB dan Perusda Bali untuk berkoordinasi terlebih dahulu dengan DPRD Bali terkait rencana pembangunan terminal LNG ini. “Saya belum mengetahui secara pasti rencana ini. Hanya dari grup WhatsApp. Jadi sedikit terkejut,” kata Agung Suyoga.
Penolakan juga disampaikan Bendesa Adat Intaran I Gusti Agung Alit Kencana, meskipun rencana lokasi Terminal LNG tidak berdiri di atas wilayahnya, melainkan hanya bersebelahan. “Kami tidak menolak adanya terminal LNG, tapi tidak di sana. Kalau di Pelabuhan Benoa, tentu kami tidak keberatan. Untuk itu, kami mohon dukungan termasuk kepada Perusda Bali untuk menyikapi hal ini. Karena Sanur itu sangat tergantung dengan pariwisata. Ini juga demi anak cucu kita ke depan,” kata Alit Kencana.
Direktur Utama Perusda Bali Komang Kami Artana dalam kesempatan tersebut menyampaikan terminal LNG bakal memasok kebutuhan energi untuk pembangkit listrik yang berada di Pesanggaran, Pelabuhan Benoa. PT DEB, lanjut Artana, dibentuk oleh Perusda Bali, sehingga PT DEB statusnya milik Pemerintah Provinsi Bali. “Ini bisa dipastikan ini milik Pemerintah Provinsi Bali. Bukan asing atau pun dari luar Bali,” ungkapnya.
Menurut Artana, sebagai daerah pariwisata, Bali tidak boleh blackout atau pemadaman listrik total. Untuk itu perlu konsep mandiri, menggunakan energi bersih terbarukan. “LNG ini energi bersih,” ujar Artana. *cr78
Komentar