Ditagih Pajak Restoran, Dagang Buah Protes
Kepala BPKPD: Sesuai Analisis Risiko Usaha yang Dikembangkan
Pemegang SIUP toko buah eceran mengaku terkejut dengan penetapan usahanya menjadi Wajib Pajak (WP) restoran.
SINGARAJA, NusaBali
Merasa diperlakukan tidak adil dan usaha yang dijalankan dikenai pajak restoran, Gde Suardana mengadu ke DPRD Buleleng, Senin (23/6) siang.
Wirausahawan pedagang buah dan minuman jus ini keberatan atas pengenaan pajak restoran yang dibebankan kepadanya. Bahkan pada akhir tahun lalu sudah menerima surat pemberitahuan tunggakan pajak.
Ditemui di halaman Gedung DPRD Buleleng, Suardana mengatakan usaha yang dijalani selama ini mengantongi izin Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) toko buah eceran. Namun pada Mei 2021 lalu, Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) menetapkan usahanya menjadi Wajib Pajak (WP) restoran dengan menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD).
Hanya saja sejak ditetapkan menjadi WP, usaha kuliner Suardana tidak melakukan pungutan pajak restoran sebesar 10 persen dari total pembelanjaan. “Selain karena izin masih SIUP toko buah eceran, saya tidak kenakan pajak ke pelanggan karena situasi pandemi. Penjualan menurun 60 persen. Khawatirnya kalau ditambah pajak, pelanggan kami lari semua,” kata Suardana yang juga mantan Ketua KPU Buleleng ini.
Hingga akhirnya pada Maret lalu, tim BPKPD melakukan pengecekan dan pemeriksaan dokumen. “Karena saya tidak mengenakan pajak selama 2021 sebesar 10 persen pada pelanggan, darimana datang pajak terutang dan dendanya ini? Padahal dalam rapat sebelumnya sudah saya jelaskan alasan tidak kenakan pajak restoran,” terang Suardana.
Hal lain yang membuatnya keberatan, karena perlakuan yang didapatnya berbeda dengan UMKM yang memiliki kondisi serupa. Menurutnya teman pengusaha UMKM mendapat surat teguran sebelum dilakukan pemeriksaan langsung. Teman pengusahanya itu pun disebut Suardana akhirnya tidak jadi membayarkan tunggakan pajak restoran. Situasi itu dinilainya terjadi potensi mencederai asas akuntabilitas, profesionalisme pemerintah. “Saya berharap bapak di DPRD bisa memfasilitasi persoalan yang sedang saya hadapi saat ini,” ungkapnya.
Dihubungi terpisah, Kepala BPKPD Buleleng Gede Sugiartha Widiada didampingi Kabid Penagihan Ida Bagus Perang Wibawa mengatakan, pengenaan WP restoran pada usaha milik Suardana hasil dari analisis risiko.
Sebelumnya pemerintah memberikan kebebasan pada WP untuk menganalisis dan menghitung jumlah pajak yang dibayarkan. Suardana pun disebut sebagai WP yang rajin membayarkan pajaknya.
Hanya saja dari analisis risiko dengan melihat usaha yang dikembangkan, pemerintah melihat potensi pajak lainnya. Usaha yang dijalankan dengan izin SIUP toko buah eceran juga menyediakan dagangan lain. Termasuk sejumlah menu makanan dan minuman dari jus, kopi, cemilan, nasi goreng hingga ayam geprek.
“Dari nilai setoran pajak sebelumnya, akhirnya ada pemeriksaan pajak. Sebab di Grab juga eksis, sumber pendapatannya tidak hanya retail tetapi ada buah, makanan dan minuman. Ketika dilakukan pemeriksaan pajak dengan surat tugas, kami menemukan alat bukti yang validitas besar, mengambil dari sistem yang ada dan menghitung kurang bayar,” jelas Sugiartha.
Menurutnya izin SIUP yang dikantongi saat ini tak menjadi substansi dan alasan untuk mengelak dari tagihan pajak. Sepanjang usaha yang dilakukan terpenuhi unsur restoran, rumah makan, angkringan termasuk catering pun ada jualannya, daerah akan kenakan pajak.
Secara personal, BPKPD juga sempat mengundang Suardana untuk melakukan klarifikasi dan datang langsung ke kantor. Pertemuan dan koordinasi itupun disebut Sugiartha sudah tuntas ditandai dengan penandatanganan surat berita acara. “Intinya semua sudah kami jalankan sesuai aturan dan sistem. Kalaupun nanti kami dipanggil DPRD kami siap datang untuk menjelaskan,” tegas mantan Kadis Damkar Buleleng ini. *k23
Wirausahawan pedagang buah dan minuman jus ini keberatan atas pengenaan pajak restoran yang dibebankan kepadanya. Bahkan pada akhir tahun lalu sudah menerima surat pemberitahuan tunggakan pajak.
Ditemui di halaman Gedung DPRD Buleleng, Suardana mengatakan usaha yang dijalani selama ini mengantongi izin Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) toko buah eceran. Namun pada Mei 2021 lalu, Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) menetapkan usahanya menjadi Wajib Pajak (WP) restoran dengan menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD).
Hanya saja sejak ditetapkan menjadi WP, usaha kuliner Suardana tidak melakukan pungutan pajak restoran sebesar 10 persen dari total pembelanjaan. “Selain karena izin masih SIUP toko buah eceran, saya tidak kenakan pajak ke pelanggan karena situasi pandemi. Penjualan menurun 60 persen. Khawatirnya kalau ditambah pajak, pelanggan kami lari semua,” kata Suardana yang juga mantan Ketua KPU Buleleng ini.
Hingga akhirnya pada Maret lalu, tim BPKPD melakukan pengecekan dan pemeriksaan dokumen. “Karena saya tidak mengenakan pajak selama 2021 sebesar 10 persen pada pelanggan, darimana datang pajak terutang dan dendanya ini? Padahal dalam rapat sebelumnya sudah saya jelaskan alasan tidak kenakan pajak restoran,” terang Suardana.
Hal lain yang membuatnya keberatan, karena perlakuan yang didapatnya berbeda dengan UMKM yang memiliki kondisi serupa. Menurutnya teman pengusaha UMKM mendapat surat teguran sebelum dilakukan pemeriksaan langsung. Teman pengusahanya itu pun disebut Suardana akhirnya tidak jadi membayarkan tunggakan pajak restoran. Situasi itu dinilainya terjadi potensi mencederai asas akuntabilitas, profesionalisme pemerintah. “Saya berharap bapak di DPRD bisa memfasilitasi persoalan yang sedang saya hadapi saat ini,” ungkapnya.
Dihubungi terpisah, Kepala BPKPD Buleleng Gede Sugiartha Widiada didampingi Kabid Penagihan Ida Bagus Perang Wibawa mengatakan, pengenaan WP restoran pada usaha milik Suardana hasil dari analisis risiko.
Sebelumnya pemerintah memberikan kebebasan pada WP untuk menganalisis dan menghitung jumlah pajak yang dibayarkan. Suardana pun disebut sebagai WP yang rajin membayarkan pajaknya.
Hanya saja dari analisis risiko dengan melihat usaha yang dikembangkan, pemerintah melihat potensi pajak lainnya. Usaha yang dijalankan dengan izin SIUP toko buah eceran juga menyediakan dagangan lain. Termasuk sejumlah menu makanan dan minuman dari jus, kopi, cemilan, nasi goreng hingga ayam geprek.
“Dari nilai setoran pajak sebelumnya, akhirnya ada pemeriksaan pajak. Sebab di Grab juga eksis, sumber pendapatannya tidak hanya retail tetapi ada buah, makanan dan minuman. Ketika dilakukan pemeriksaan pajak dengan surat tugas, kami menemukan alat bukti yang validitas besar, mengambil dari sistem yang ada dan menghitung kurang bayar,” jelas Sugiartha.
Menurutnya izin SIUP yang dikantongi saat ini tak menjadi substansi dan alasan untuk mengelak dari tagihan pajak. Sepanjang usaha yang dilakukan terpenuhi unsur restoran, rumah makan, angkringan termasuk catering pun ada jualannya, daerah akan kenakan pajak.
Secara personal, BPKPD juga sempat mengundang Suardana untuk melakukan klarifikasi dan datang langsung ke kantor. Pertemuan dan koordinasi itupun disebut Sugiartha sudah tuntas ditandai dengan penandatanganan surat berita acara. “Intinya semua sudah kami jalankan sesuai aturan dan sistem. Kalaupun nanti kami dipanggil DPRD kami siap datang untuk menjelaskan,” tegas mantan Kadis Damkar Buleleng ini. *k23
1
Komentar