PHDI Kecamatan Buleleng Siapkan Pedoman 'Sudhi Wadani'
SINGARAJA, NusaBali
Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kecamatan Buleleng bakal menerbitkan ‘buku pintar’ soal prosesi memeluk Hindu atau upacara Sudhi Wadani.
Buku ini dimaksudkan bisa menyamakan persepsi pemahaman dan tata pelaksanaan Sudhi Wadani di Buleleng. Buku saku Sudhi Wadani ini akan diterbitkan PHDI Kecamatan Buleleng menindaklanjuti workshop yang digelar di STAHN Mpu Kuturan Singaraja pada Minggu (22/5).
Workshop Pendampingan Upacara Sudhi Wadani ini juga menghadirkan Ida Bhawati Gede Suanda. Acara ini juga dihadiri langsung oleh Ketua PHDI Buleleng, Gede Made Metera dan Camat Buleleng, Nyoman Riang Pustaka dan Kelian Desa Adat se-Buleleng serta pengurus PHDI tingkat Desa se-Kecamatan Buleleng.
Ketua PHDI Kecamatan Buleleng, Nyoman Suardika mengatakan, upacara Sudhi Wadani memiliki dasar hukum yang kuat dalam hukum Hindu, yakni, berlandaskan asas Atmanastuti sebagai salah satu sumber dharma.
Dalam prosesi ini yang menjadi saksi utama adalah Sang Hyang widhi (Tuhan), yang bersangkutan sendiri, dan Pimpinan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) atau yang ditunjuk untuk mewakili.
Menurutnya yang menentukan kualitas upacara Sudhi Wadani bukan dari besar kecilnya sarana upakara yang dipakai tetapi dari urutan upacaranya. Dalam proses penyumpahan atau pengucapan janji suci harus menghadirkan saksi.
“Yang kami tekankan kepada kelian desa adat adalah urutan upacaranya yang selama ini di lapangan berbeda-beda. Yang kami tekankan itu selain poin penting menghadirkan saksi-saksi baik Tuhan cukup menggunakan banten peras pejati, saksi manusia dari PHDI dan keluarga dna saksi bhuta dengan banten byakala,” kata Suardika yang juga dosen STAHN Mpu Kuturan Singaraja ini.
Dia pun menggarisbawahi, upacara lainnya seperti upacara tiga bulanan, potong gigi hingga otonan tidak wajib dilaksanakan dalam proses Sudhi Wadani. Upacara ikutan itu pun bisa dilakukan menyusul disesuaikan dengan situasi dan kondisi pelaksana yadnya.
Sementara itu Camat Buleleng, Nyoman Riang Pustaka mengapresiasi workshop yang dilakukan oleh PHDI Kecamatan Buleleng. Menurutnya PHDI dan Kelian Desa Adat memiliki spirit yang sama bagaimana Hindu Bali itu besar dan benar.
“Tentu tidak hanya kebesaran Hindu yang diharapkan, tetapi dibuatkan tata cara yang benar. Dasarnya sudah disiapkan, sehingga menjadi baik. Menggandeng desa adat dan prajuru, sehingga ada kesepakatan,” kata Camat Riang. *k23
Workshop Pendampingan Upacara Sudhi Wadani ini juga menghadirkan Ida Bhawati Gede Suanda. Acara ini juga dihadiri langsung oleh Ketua PHDI Buleleng, Gede Made Metera dan Camat Buleleng, Nyoman Riang Pustaka dan Kelian Desa Adat se-Buleleng serta pengurus PHDI tingkat Desa se-Kecamatan Buleleng.
Ketua PHDI Kecamatan Buleleng, Nyoman Suardika mengatakan, upacara Sudhi Wadani memiliki dasar hukum yang kuat dalam hukum Hindu, yakni, berlandaskan asas Atmanastuti sebagai salah satu sumber dharma.
Dalam prosesi ini yang menjadi saksi utama adalah Sang Hyang widhi (Tuhan), yang bersangkutan sendiri, dan Pimpinan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) atau yang ditunjuk untuk mewakili.
Menurutnya yang menentukan kualitas upacara Sudhi Wadani bukan dari besar kecilnya sarana upakara yang dipakai tetapi dari urutan upacaranya. Dalam proses penyumpahan atau pengucapan janji suci harus menghadirkan saksi.
“Yang kami tekankan kepada kelian desa adat adalah urutan upacaranya yang selama ini di lapangan berbeda-beda. Yang kami tekankan itu selain poin penting menghadirkan saksi-saksi baik Tuhan cukup menggunakan banten peras pejati, saksi manusia dari PHDI dan keluarga dna saksi bhuta dengan banten byakala,” kata Suardika yang juga dosen STAHN Mpu Kuturan Singaraja ini.
Dia pun menggarisbawahi, upacara lainnya seperti upacara tiga bulanan, potong gigi hingga otonan tidak wajib dilaksanakan dalam proses Sudhi Wadani. Upacara ikutan itu pun bisa dilakukan menyusul disesuaikan dengan situasi dan kondisi pelaksana yadnya.
Sementara itu Camat Buleleng, Nyoman Riang Pustaka mengapresiasi workshop yang dilakukan oleh PHDI Kecamatan Buleleng. Menurutnya PHDI dan Kelian Desa Adat memiliki spirit yang sama bagaimana Hindu Bali itu besar dan benar.
“Tentu tidak hanya kebesaran Hindu yang diharapkan, tetapi dibuatkan tata cara yang benar. Dasarnya sudah disiapkan, sehingga menjadi baik. Menggandeng desa adat dan prajuru, sehingga ada kesepakatan,” kata Camat Riang. *k23
Komentar