Wabah PMK Tersebar di 15 Provinsi
Terdampak pada 3,9 juta ekor ternak dengan tingkat kematian 0,36 persen
JAKARTA, NusaBali
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo menyebutkan penyebaran penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak di Indonesia tersebar di 15 provinsi yang terdampak pada 3.910.310 ekor ternak dengan tingkat kematian 0,36 persen.
"Data pelaporan sampai dengan 17 Mei 2022 menunjukkan telah terdeteksi PMK di 15 provinsi dan 52 kabupaten-kota. Dengan dari total populasi ternak dari 15 provinsi itu adalah 13,8 juta ekor, jumlah ternak yang terdampak sebanyak 3,9 juta ekor," kata Syahrul dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR RI yang dipantau di Jakarta, seperti dilansir Anrara, Senin.
Sebanyak 15 provinsi yang terdampak yaitu Aceh 47.802 ekor, Bangka Belitung 10.347 ekor, Banten 678 ekor, DIY 55.490 ekor, Jawa Barat 165.319 ekor, Jawa Tengah 689.319 ekor, Jawa Timur 1.941.131 ekor.
Selanjutnya, Kalimantan Barat 14.186 ekor, Kalimantan Selatan 71.831 ekor, Kalimantan Tengah 26.993 ekor, Lampung 24.175 ekor, Nusa Tenggara Barat 363.770 ekor, Sumatera Barat 151.660 ekor, Sumatera Selatan 1.281 ekor, dan Sumatera Utara 346.179 ekor.
Jika dilihat dari total populasi hewan ternak di 15 provinsi tersebut yang sebanyak 13.810.749 ekor, sebanyak 3.910.310 ekor terdampak penyakit PMK. Dari total yang terdampak, sebanyak 13.965 ekor positif terinfeksi PMK berdasarkan uji PCR laboratorium atau sekitar 0,36 persen dari total yang terdampak.
Dari total hewan yang sakit tersebut sebanyak 2.630 ekor atau 18,83 persennya telah sembuh dan sebanyak 99 ekor atau 0,71 persennya mati.
Penyakit mulut dan kuku menyerang hewan ternak berkuku belah seperti sapi, kerbau, kambing, domba, dan babi. Penularan PMK cukup cepat yaitu melalui kontak langsung, melalui udara atau airborne.
Kejadian PMK dalam skala luas akan memberi dampak kerugian ekonomi akibat turunnya produktivitas, kematian, dan harga jual murah. Selain itu PMK juga akan berdampak dalam perdagangan internasional baik ternak hidup maupun produk ternak karena adanya larangan ekspor.
"Namun demikian, ternak yang terkena PMK tidak menular kepada manusia dan daging ternak yang tertular tetap dapat dikonsumsi oleh manusia dengan cara pemotongan yang ketat di RPH, dan organ terinfeksi harus dimusnahkan sesuai protokol kesehatan hewan yang ada," kata Mentan Syahrul.
Pada kesempatan itu, Mentan terang-terangan mengatakan pihaknya belum bisa memastikan dari mana penyakit mulut dan kuku saat ini masuk lagi ke Indonesia. Pasalnya sejak 1990, Indonesia sendiri telah dinyatakan bebas PMK.
"Sampai saat ini kami belum bisa memastikan secara pasti seperti apa PMK itu masuk. Tapi InsyaAllah dalam waktu yang sangat singkat," katanya dalam Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR RI, seperti dikutip dari detikcom, Senin (23/5).
Lebih lanjut, Syahrul menjelaskan pihaknya terus berupaya untuk memeriksa jaringan karantina masuk dan keluarnya hewan ternak di Indonesia. "Ini kita lakukan pemeriksaan oleh Irjen (Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian) untuk memastikan ini dari mana," lanjutnya.
Dalam kesempatan itu, Syahrul hanya menyampaikan setoripe penyakit mulut dan kuku yang pernah ditemukan pada 2001. Jenis PMK yang disampaikan yakni serotipe O, topotipe ME-SA, linage Ind-2001, dan sublinage e.
Pengakuan belum ditemukannya dari mana asal PMK yang saat ini tersebar di Indonesia juga disampaikan oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Nasrullah. "Sampai hari ini belum tahu (dari mana sumber PMK)," katanya kepada Komisi IV DPR RI. *
"Data pelaporan sampai dengan 17 Mei 2022 menunjukkan telah terdeteksi PMK di 15 provinsi dan 52 kabupaten-kota. Dengan dari total populasi ternak dari 15 provinsi itu adalah 13,8 juta ekor, jumlah ternak yang terdampak sebanyak 3,9 juta ekor," kata Syahrul dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR RI yang dipantau di Jakarta, seperti dilansir Anrara, Senin.
Sebanyak 15 provinsi yang terdampak yaitu Aceh 47.802 ekor, Bangka Belitung 10.347 ekor, Banten 678 ekor, DIY 55.490 ekor, Jawa Barat 165.319 ekor, Jawa Tengah 689.319 ekor, Jawa Timur 1.941.131 ekor.
Selanjutnya, Kalimantan Barat 14.186 ekor, Kalimantan Selatan 71.831 ekor, Kalimantan Tengah 26.993 ekor, Lampung 24.175 ekor, Nusa Tenggara Barat 363.770 ekor, Sumatera Barat 151.660 ekor, Sumatera Selatan 1.281 ekor, dan Sumatera Utara 346.179 ekor.
Jika dilihat dari total populasi hewan ternak di 15 provinsi tersebut yang sebanyak 13.810.749 ekor, sebanyak 3.910.310 ekor terdampak penyakit PMK. Dari total yang terdampak, sebanyak 13.965 ekor positif terinfeksi PMK berdasarkan uji PCR laboratorium atau sekitar 0,36 persen dari total yang terdampak.
Dari total hewan yang sakit tersebut sebanyak 2.630 ekor atau 18,83 persennya telah sembuh dan sebanyak 99 ekor atau 0,71 persennya mati.
Penyakit mulut dan kuku menyerang hewan ternak berkuku belah seperti sapi, kerbau, kambing, domba, dan babi. Penularan PMK cukup cepat yaitu melalui kontak langsung, melalui udara atau airborne.
Kejadian PMK dalam skala luas akan memberi dampak kerugian ekonomi akibat turunnya produktivitas, kematian, dan harga jual murah. Selain itu PMK juga akan berdampak dalam perdagangan internasional baik ternak hidup maupun produk ternak karena adanya larangan ekspor.
"Namun demikian, ternak yang terkena PMK tidak menular kepada manusia dan daging ternak yang tertular tetap dapat dikonsumsi oleh manusia dengan cara pemotongan yang ketat di RPH, dan organ terinfeksi harus dimusnahkan sesuai protokol kesehatan hewan yang ada," kata Mentan Syahrul.
Pada kesempatan itu, Mentan terang-terangan mengatakan pihaknya belum bisa memastikan dari mana penyakit mulut dan kuku saat ini masuk lagi ke Indonesia. Pasalnya sejak 1990, Indonesia sendiri telah dinyatakan bebas PMK.
"Sampai saat ini kami belum bisa memastikan secara pasti seperti apa PMK itu masuk. Tapi InsyaAllah dalam waktu yang sangat singkat," katanya dalam Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR RI, seperti dikutip dari detikcom, Senin (23/5).
Lebih lanjut, Syahrul menjelaskan pihaknya terus berupaya untuk memeriksa jaringan karantina masuk dan keluarnya hewan ternak di Indonesia. "Ini kita lakukan pemeriksaan oleh Irjen (Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian) untuk memastikan ini dari mana," lanjutnya.
Dalam kesempatan itu, Syahrul hanya menyampaikan setoripe penyakit mulut dan kuku yang pernah ditemukan pada 2001. Jenis PMK yang disampaikan yakni serotipe O, topotipe ME-SA, linage Ind-2001, dan sublinage e.
Pengakuan belum ditemukannya dari mana asal PMK yang saat ini tersebar di Indonesia juga disampaikan oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Nasrullah. "Sampai hari ini belum tahu (dari mana sumber PMK)," katanya kepada Komisi IV DPR RI. *
1
Komentar