Gubernur Koster: 'Kulkul' Sirine Peringatan Bencana
Gubernur Koster menyebut, Bali menetapkan Hari Simulasi Bencana setiap tanggal 26 tiap-tiap bulan.
MANGUPURA, NusaBali
Gubernur Bali Wayan Koster menyebutkan Bali punya kearifan lokal ‘kulkul’ (kentongan) sebagai sirene peringatan dan penyelamatan diri dari bencana alam. Disebutkan, kebijakan Pemerintah Provinsi Bali di dalam pengurangan risiko bencana dilandasi nilai-nilai kearifan lokal Sad Kerthi, yaitu enam sumber kesejahteraan dan kebahagiaan kehidupan manusia, yang terdiri atas Atma Kertih, Danu Kertih, Wana Kertih, Segara Kertih, Jana Kertih, dan Jagat Kertih.
Gubernur Bali Wayan Koster menyebutkan Bali punya kearifan lokal ‘kulkul’ (kentongan) sebagai sirene peringatan dan penyelamatan diri dari bencana alam. Disebutkan, kebijakan Pemerintah Provinsi Bali di dalam pengurangan risiko bencana dilandasi nilai-nilai kearifan lokal Sad Kerthi, yaitu enam sumber kesejahteraan dan kebahagiaan kehidupan manusia, yang terdiri atas Atma Kertih, Danu Kertih, Wana Kertih, Segara Kertih, Jana Kertih, dan Jagat Kertih.
Hal itu dibeber Gubernur Koster saat berbicara dalam Global Platform for Disaster Risk and Reduction (GPDRR) 2022 di Bali International Convention Center, Nusa Dua, Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, Selasa (24/5).
Kata Gubernur Koster, selain menerapkan kearifan lokal di dalam peringatan dan penanggulangan bencana berupa ‘kulkul’ sirine tradisional Bali, juga dibentuk Satgas Gotong Royong Desa Adat penanganan Covid-19. Hal ini dimaksudkan agar pengurangan resiko bencana di Bali berjalan dengan tata kelola yang baik.
Gubernur Koster juga mengatakan Bali menetapkan Hari Simulasi Bencana setiap tanggal 26 tiap-tiap bulan, dan sejak 2014 telah melaksanakan sertifikasi kesiapsiagaan bencana di dunia usaha. Sebanyak 64 dunia usaha (hotel, restoran, rumah sakit, dan museum) telah tersertifikasi. “Kemudian di akhir tahun 2021, telah dilaksanakan uji petik lapangan terhadap 16 dunia usaha, dan penyerahan sertifikat di tahun 2022,” kata Gubernur Koster.
Kata Gubernur Koster, Pemprov Bali telah melakukan pembinaan terhadap hotel tangguh bencana seperti adanya struktur bangunan yang aman, sarana dan prasarana kebencanaan memadai, memiliki manajemen risiko bencana, melakukan edukasi kebencanaan untuk pegawai dan pengunjung, melaksanakan simulasi dan gladi secara rutin, dan turun membangun ketangguhan masyarakat sekitar.
Secara nyata, menurut Gubernur Koster, Bali juga sudah memiliki sistem peringatan dini tsunami berupa inovasi sirine tsunami portable yang berlokasi di Kelurahan Seminyak, Kelurahan Kuta, Desa Kedonganan, Kelurahan Tanjung Benoa, BTDC, di Kecamatan Kuta dan Kuta Selatan, Badung. Di Kelurahan Sanur, Desa Serangan, di Kota Denpasar. Di kawasan Tanah Lot, Tabanan, dan kawasan Seririt, Buleleng.
“Hal ini untuk peringatan dini tsunami. Bali juga memiliki peta evakuasi tsunami, rambu jalur evakuasi tsunami, tempat evakuasi sementara di Pulau Serangan, Denpasar dengan kapasitas 3.000 orang. Kemudian memiliki sistem peringatan dini Gunung Api,” ujar Ketua DPD PDI Perjuangan Bali ini.
Sementara dalam paparannya tentang peta bencana di Bali, Gubernur Koster menyampaikan Bali secara kondisi geologis memiliki gunung berapi yang aktif yaitu Gunung Agung dan Gunung Batur yang terletak di antara dua patahan, sehingga berpotensi terhadap bencana gempa bumi. “Di Bali juga terdapat sekitar 14 jenis potensi bencana, di antaranya seperti banjir bandang, gelombang ekstrem dan abrasi, gempa bumi, letusan gunung api, kebakaran hutan dan lahan, likuefaksi, tanah longsor serta pandemi Covid-19,” kata alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) Jawa Barat ini.
Atas kondisi tersebut, Gubernur Koster menegaskan melaksanakan arahan Presiden Republik Indonesia Ir Joko Widodo terkait pengurangan risiko bencana, dengan melaksanakan perencanaan pembangunan yang harus berlandaskan aspek-aspek pengurangan bencana. Kemudian melakukan pembangunan sistem peringatan dini yang terpadu berbasiskan rekomendasi dari pakar yang dikoordinasikan oleh Kepala BNPB, serta melakukan edukasi kebencanaan terutama di daerah rawan bencana dan melakukan simulasi latihan kebencanaan secara berkala dan berkesinambungan.
Pada kesempatan itu, Gubernur Koster juga memaparkan siklus manajemen bencana yang dilakukan melalui: 1) pencegahan (prevention); 2) mitigasi (mitigation); 3) kesiapsiagaan (preparedness); 4) peringatan dini (early warning); 5) tanggap darurat (response); 6) bantuan darurat (relief); 7) pemulihan (recovery); 8) rehabilitasi (rehabilitation); dan 9) rekonstruksi (reconstruction).
Dalam Pengurangan Risiko Bencana (PRB), Gubernur Koster mengeluarkan kebijakan di Pemerintah Provinsi Bali yang dilakukan dengan melaksanakan visi pembangunan daerah Bali yaitu, Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru yang mengandung makna menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali beserta isinya, untuk mewujudkan kehidupan krama Bali yang sejahtera dan bahagia, sekala-niskala menuju kehidupan krama dan Gumi Bali sesuai dengan prinsip Trisakti Bung Karno: berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan melalui pembangunan secara terpola, menyeluruh, terencana, terarah, dan terintegrasi dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia Berdasarkan Nilai-Nilai Pancasila 1 Juni 1945.
Bali Era Baru, kata Gubernur Koster, merupakan suatu era yang ditandai dengan tatanan kehidupan baru Bali yang Kawista, Bali yang kang tata-titi tenteram kerta raharja, Bali yang gemah ripah lohjinawi dengan tatanan kehidupan holistik yang meliputi 3 dimensi utama, yaitu dimensi pertama: bisa menjaga keseimbangan alam, krama, dan kebudayaan Bali, genuine Bali. Dimensi kedua: bisa memenuhi kebutuhan, harapan, dan aspirasi krama Bali dalam berbagai aspek kehidupan. Dimensi ketiga: merupakan manajemen risiko atau risk management, yakni memiliki kesiapan yang cukup dalam mengantisipasi munculnya permasalahan dan tantangan baru dalam tataran lokal, nasional, dan global yang akan berdampak secara positif maupun negatif terhadap kondisi di masa yang akan datang.
“Kebijakan Pemerintah Provinsi Bali di dalam pengurangan risiko bencana juga dilakukan dengan menata secara fundamental dan komprehensif pembangunan Bali dilandasi nilai-nilai kearifan lokal Sad Kerthi, yaitu enam sumber kesejahteraan dan kebahagiaan kehidupan manusia, yang terdiri atas Atma Kertih, Danu Kertih, Wana Kertih, Segara Kertih, Jana Kertih, dan Jagat Kertih,” ujar politisi asal Desa Sembiran, Kecamata Tejakula, Buleleng ini.
Karena Bali dianugerahi oleh Hyang Pencipta berupa alam, manusia/krama, dan kebudayaan yang kaya, unik, dan unggul, maka selaku Gubernur, Koster menetapkan arah kebijakan dan regulasi, guna mewujudkan lingkungan alam yang bersih, di antaranya dengan menerapkan : 1) Pengelolaan Sampah melalui Peraturan Gubernur Bali Nomor 95 Tahun 2018 tentang Kebijakan dan Strategi Daerah dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga; 2) Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai melalui Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai; 3) Menerapkan Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber melalui Peraturan Gubernur Bali Nomor 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber; 4) Menerapkan kebijakan perlindungan alam melalui Peraturan Gubernur Bali Nomor 24 Tahun 2020 tentang Perlindungan Danau, Mata Air, Sungai, dan Laut. *nat
1
Komentar