Duet Perupa Edy Ableh-Sang Made Budiasa Gelar Pameran Lukisan FluktuArt
GIANYAR, NusaBali.com - Duet perupa Edy Ableh-Sang Made Budiasa pameran lukisan FluktuArt di Warung Layana, Jalan Goa Gajah, Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh mulai 24 Mei hingga 9 Juni 2022.
Acara pembukaan dimeriahkan pertunjukan tari barong yang langsung direspon oleh Sang Made Budiasa dengan melukis on the spot pada punggung Edy Ableh.
Sang Made Budiasa mengatakan tema FluktuArt ini untuk merespons naik turunnya aktivitas berkesenian di masa pandemi Covid-19. Meski sempat pesimis, seniman mencoba untuk tetap semangat membuat karya seni. Sehingga terciptalah beberapa karya sesuai situasi kekinian.
Sebut saja misalnya lukisan masyarakat mengenakan pakaian adat Bali memakai masker. "Kami berusaha tetap semangat berkarya. Sampai akhirnya saya sama Edy sepakat gelar pameran," jelas pelukis asal Banjar Silungan, Desa Lodtunduh Kecamatan Ubud ini.
Dengan semangat, Sang Made Budiasa melangkah ke depan. "Dengan harapan dunia seni rupa menjadi lebih hidup lagi," ujarnya.
Duet bersama Edy Ableh karena karya lukisan dua perupa ini hampir mirip, bermain pada goresan titik dan garis.
"Saya dapat ide melukis dari mengembangkan ornamen tato, yang dulu sempat terkesan negatif, kini setelah berkembang sudah menjadi karya seni. Punya nilai positif sebagai karya seni. Dari situ saya coba untuk buat karya yang ide berasal dari tato," jelasnya.
Dalam karyanya pula, Sang Made Budiasa lebih banyak awalnya melukis tanda tangan atau nama panggilan orang. "Kita yang cari arti nama itu sehingga hasilkan sebuah figur yang bisa mewakili karakter orang tersebut. Kebanyakan karya yang saya buat mewakili karakter orang bersangkutan," jelasnya.
Dalam pameran kali ini, Edy dan Sang Made Budiasa sama-sama menampilkan 18 karya yang dipajang sepanjang dinding Warung Layana.
Sementara itu, Edy Ableh mengatakan konsep lukisannya adalah proses pencarian. "Diantara bunga sebagai proses pencarian spiritual dan sandal sebagai simbol perjalanan," jelasnya.
Kurator Aricadia menambahkan Edy Ableh merupakan satu dari beratus seniman perantau di Bali, mengawalinya dari nol. Tahun 90 an selulus SMA dan menganggur beberapa tahun di Jawa dengan jiwa mudanya, tanpa beban berkelana ke Bali tanpa tujuan yang jelas. Selama dalam perjalanan banyak bertemu orang.
Di Bali dia sempat berkumpul dengan pelukis perantau yang sering kumpul di warung mertuanya pelukis Awiki di Desa Bedulu. "Dari sanalah sedikit banyak dia mengerti dan mulai tertarik untuk melukis," jelas Aricadia.
Untuk melukis perlu bahan dan membeli bahan harus punya uang. Berbagai pekerjaan mulai digelutinya. Dari kuli bangunan, Dia mengumpulkan kertas semen yang dipakainya untuk media.
Dari kerja bangunan ke pekerjaan kargo, dia mendapat berbagai, kertas dan kardus. Sambil menyelam minum air, bertambahlah bahan dan corat-coretnya di sela pekerjaan itu. Pekerjaan terakhirlah yang paling mematrikan dirinya sebagai pelukis.
"Dia bekerja di Studio Kuramaya/ Monang-Maning Denpasar, tempat pelukis almarhum Riky Karamoy (pelukis sosial yang baik hati) berdagang kanvas waktu itu. Dari sanalah tak terasa dia baru mengenal pelukis dalam arti sesunggunhnya, karena di studio Riky selain dia mendapat ilmu membuat kanvas yang benar, juga bersosialisasi dengan seniman lintas budaya berbagai pulau di Indonesia.
Riky secara tak langsung menjadi guru bagi dirinya. Karena Rikypun membangkitkan semangat melukis dengan memberi pengarahan secara teori maupun mental," jelasnya.
Sementara pemilik Warung Layana Wayan Murjana, 41, mengatakan sejak empat tahun lalu sudah membuka diri. "Dulu belum, setelah ada temen seniman ingin pameran di sini saya persilakan. Mulai empat tahun lalu, seniman apapun kami selalu terbuka," ujarnya.
Dengan adanya pameran, pengunjung pun mendapat sesuatu yang lebih selain menikmati santapan dengan view air terjun. "Respons pengunjung sudah pasti merasa senang, terutama pelukis ada tempat bagi mereka mengekpresikan diri," ujar warga Bedulu ini. *nvi
1
Komentar